Tak Betah Nganggur, Eks Bos Tiket.com Ambisi Lahirkan Next Unicorn

Startup Emas Digi
Sumber :
  • VIVA/Novina Putri Bestari

VIVA – Mantan pendiri platform daring populer, Tiket.com, Natali Ardianto, kembali dalam dunia startup dengan bendera baru. Setelah mundur dari Tiket.com, Natali kini menjabat kepala Teknologi Emas Digi sejak sebulan lalu. Emas Digi merupakan startup baru yang fokus dalam bidang investasi.

Angin Segar untuk Startup Pemula

Natali mengungkapkan alasannya mau mengembangkan Emas Digi. Ternyata, dia tidak tahan menganggur.

"Aku orangnya enggak suka diam di rumah. Tadinya mau nyantai setahun lebih, cuman enam bulan ketemu Claudia (pendiri Emas Digi) diceritain gini. Saya mau kembali," ujar Natali di Jakarta, Jumat 24 Agustus 2018. 

Kunjungi Station F di Paris, Anindya Bakrie Ungkap Rencana Bangun Kampus Startup di IKN

Membesut startup baru, Natali mengakui memang sebuah tantangan. Posisi startup jual beli emas digital saat ini, menurutnya, tak jauh berbeda dengan saat dia membangun Tiket.com pada 2011. Belum banyak kompetitor di bidang yang sama untuk saat ini. 

Dia mengaku suka memulai perusahaan baru, jadi dia tak menolak saat diajak Claudia Kolonas bergabung di Emas Digi. 

Startup Kripto Ini sedang Bahagia

Harapannya Emas Digi bisa menjadi next unicorn di Indonesia. Salah satu alasannya karena bisnisnya saat ini berputar pada uang dan bisnis yang menguntungkan. 

"Jadi bukan bisnis mencoba promo gede-gede bakar-bakar. Investasi bukan sesuatu yang bisa dipromoin. Investasi harus dari kemauan orang itu sendiri," tuturnya. 

Hadirnya Emas Digi makin menambah daftar aplikasi di bidang keuangan lainnya, khususnya investasi di Indonesia. Natali mengatakan, saat ini posisi Indonesia masih bayi, masih sangat awal dalam startup investasi emas. 

Untuk mencontoh kesuksesan, Natali menyebutkan Indonesia perlu bercermin dari China. Saat ini, Negeri Tirai Bambu tersebut sudah memiliki sistem aplikasi pesan instan yang bisa dipakai untuk pembayaran.

Menurutnya, Indonesia bisa mengarah seperti sistem tersebut, sebab dari kemampuan dan teknologi tidak ada yang membedakan dari China. 

Dia menyatakan, perbedaannya untuk berkembang seperti China bisa karena berbagai alasan, salah satunya regulasi. Namun, Natali optimistis, sebab lembaga seperti Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sudah lebih terbuka dan mendukung pebisnis. 

"Saya pikir Indonesia, secara bentuk dan tradisi mirip dengan China, tinggal tunggu waktunya kok," kata Natali.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya