Kisah Mualaf Bertato, Sempat Menyesal Hingga Bimbing Ayah Masuk Islam

Ilustrasi salat dan sujud
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

VIVA – Yohanes Wahyu Koesnaryo, mualaf yang awalnya menyesal menjadi muslim namun kini akhirnya justru bisa umroh. Tak hanya itu, mualaf bertato ini bahkan bisa membantu ayahnya masuk islam. Seperti apa kisahnya?

Ilmuwan NASA Masuk Islam Usai Dipecat Setelah Melihat Mukjizat Malam Lailatul Qadar

Dalam kanal Youtube Mualaf Center Aya Sofya, Yohanes menuturkan bahwa seluruh tubuhnya memang sudah dipenuhi tato. Beragam gambar tato ada di berbagai bagian tubuhnya, yang juga terdapat tato bertuliskan nama istrinya.

"Sagita itu istri sekarang. Ini mentatto nya setelah punya istri setelah masuk islam," tutur Yohanes.

Menakjubkan, 187 Pria dan Wanita Masuk Islam di Masjid Gtown Philadelphia Amerika

Yohanes Wahyu Koesnaryo

Photo :
  • Youtube Mualaf Center Aya Sofya

Diakui Yohanes, saat masuk Islam di awal niatnya hanya agar bisa menikahi istrinya saat itu. Ia menuturkan bahwa sang istri enggan ikut ke agamanya dahulu, sehingga Yohanes memilih mengalah dan melakukan 'syarat' masuk Islam agar bisa menikah.

Usai Memilih Mualaf, Davina Karamoy Belum Siap Kenakan Hijab

"Mantep sih enggak juga karena biar prosesnya cepat biar buru-buru nikah saja," bebernya.

Tak Ada yang Membimbing Ibadah

Naryo masuk Islam dengan mengucap syahadat seraya dibimbing oleh ustad di salah satu masjid dekat rumahnya. Ia pun mendapatkan buku panduan shalat, meski tak ada yang membimbingnya beribadadah.

"Hanya diberi ucapan selamat anda masuk Islam dosa-dosa Anda diampuni seperti bayi yang baru dilahirkan. Ya sudah hanya dikasih buku itu. Jadi saya harus belajar dari buku itu bagaimana cara toharoh bersuci, berapa rokaat salat Isya, salat magrib seperti itu. Syahadat 26 juni 2011," kenangnya.

Ia mengaku kaget dengan perubahan agama, apalagi tak ada yang membimbingnya sama sekali. Terlebih, lingkungannya pun masih termasuk kelompok 'jahiliah' sehingga Yohanes justru meninggalkan ibadah sebagai seorang muslim dan kembali pada tabiat buruknya.

"Justru malah setelah saya masuk Islam nih, kawan saya makin tambah parah sebelum daripada Sebelum saya masuk Islam," kata dia.

"Seperti apa ya seperti enggak punya tuhan Bagaimana cara beribadahnya sementara doa-doa yang saya pahami waktu itu masih doa-doa agama sebelumnya. Saya mau beribadah ke rumah ibadah agama sebelumnya juga nggak mungkin jadi ya seperti enggak punya agama. Agama Islam itu hanya di KTP saja, hanya status," kenangnya lagi.

Akui Sempat Menyesal Masuk Islam

Tak dipungkiri, naik turun dalam hidupnya membuat ia merasakan sesal lantaran pindah agama. Apalagi, Yohanes sudah tahu bagaimana dampaknya jika melakukan dosa dan balasan apa saja serta siksa kubur akan menunggunya kelak.

Proses menemukan Islam di hati pun cukup lama, sekitar 6 tahun usai mengucap syahadat. Itu semua berawal dari mimpi ketika ia sedang asyik memakai obat haram. Dalam mimpinya, Yohanes merasa tengah berada di ruangan yang penuh kobaran api dan tak ada yang menolongnya. Ketika terbangun pun, tubuhnya masih merasakan sakit akibat kobaran api di tubuhnya.

"Anehnya di mimpi ini saya benar-benar merasakan panas dan sampai saya terbangun itu masih panas dan anehnya juga setelah saya bangun itu saya istighfar. Saya sempat memikirkan mimpi itu maksudnya apa ada tanda-tanda. Tapi masih saja ada bisikan-bisikan setan yang menjerumuskan itu hanya mimpi biasa. Jadi masih Saya ulangi lagi (pakai narkoba) dan nggak terjadi apa-apa jadi saya masih enggak menganggap itu," terangnya.

Mulai Beribadah

Usai bermimpi, Naryo bersama temannya menjenguk salah satu kawan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Kawannya itu harus mendekam di balik jeruji besi lantaran pernah pakai narkoba bersamanya. Setelah itu, temannya yang menjenguk bersama, mengajak ia shalat jumat.

Naryo sendiri mengaku tak tahu menahu cara shalat jumat. Ia pun sempat malu namun tetap melaksanakannya. Naryo hanya mengikuti gerakan shalat tanpa mengucapkan doa-doa apapun.

"Solat Jumat berapa rokaat dan saya enggak tahu enggak tahu asal ikut saja, saya juga nggak peduli nanti lingkungan disekitar saya akan bilang apa. Akhirnya sholat saya, Jumat, lalu itu hanya mengikuti gerakannya saja ikut takbir ikut takbir ruku belum hafal juga bacaan-bacaan salat ya," kenangnya.

Namun dijelaskannya, surat Alfatihah sendiri sudah dihafalnya sejak kecil. Sebab, ia pernah diasuh oleh seorang tetangga beragama muslim yang kerap mengajaknya ke mesjid. Bacaan alfatihah oleh imam sering didengarnya hingga tanpa sadar diingatnya hingga kini.

"Secara alam bawah sadar hafal dengan sendirinya bukan menghafal ya tapi hafal dengan sendirinya itu masih waktu kecil itu malah bisa dibilang saya salatnya lima waktu," kata dia.

Tetangga yang mengasuhnya itu pun sangat baik hingga dianggapnya sebagai ibu angkat. Setiap kali shalat, Naryo mengikutinya. Padahal saat itu, Naryo sendiri bersekolah di Yayasan Katolik. Tetapi, ibadah shalatnya terhenti ketika tetangga yang ia anggap sebagai ibu angkat, meninggal dunia.

"Lama juga 3-4 tahun itu dan berhenti shalatnya karena Ibu angkatnya meninggal. Saya merasa nggak punya teman salat lagi," kisahnya.

Usai shalat Jumat dengan temannya, Naryo justru merasakan keinginan kuat untuk shalat maghrib. Ia akhirnya mencari mesjid yang jauh dari lingkungannya. Hingga akhirnya ia juga shalat subuh dan mulai rutin melakukan shalat di mesjid. Dengan niat ini, Naryo pun mulai bertekad mengubah lingkungannya agar bisa mengenal islam lebih dalam.

"Akhirnya Intens dengan mual Center Jogjakarta ya merasa punya teman baru karena waktu saya memutuskan untuk apa yang meninggalkan semua kenangan kenakalan, saya merasa sendiri merasa nggak punya teman lagi," bebernya.

Diajak Umroh

Naryo mengenal Hani, mantan pendeta yang kini seorang mualaf, melalui Youtube. Dalam sebuah kesempatan, ia bertemu di Mualaf Center tersebut. Ia dan Hani pun rutin melakui kegiatan lapangan selama berbulan-bulan.

Namun, Naryo sempat vakum dan akhirnya memilih untuk bekerja di tempat lain. Akan tetapi, telfon terus berdering dari teman-teman muslim di Mualaf Center. Mereka meminta Naryo datang tanpa memberitahu alasannya. Rupanya, ada kabar baik tak terduga. Hal itu membuat nangis tanpa henti.

"Tujuan ko Hani datang ke Jogja itu mau mengajak Mas Naryo datang ke tanah suci. Oh ya gimana ya bengong saya disitu juga bisa berkata apa-apa, percaya nggak percaya," kenangnya.

Mengislamkan Ayah dan kerabat

Setelah bertekad memegang teguh agama Islam, Naryo pun membawa ayahnya menjadi mualaf sepertinya. Dua bulan usai bersyahadat, kata Naryo, ayahnya dipanggil oleh Allah SWT dan berhasil dimakamkan sebagai muslim.

Menurut Naryo, ayahnya mendadak datang padanya tanpa sebab apapun. Di hari itu, ayahnya meminta agar diajak mengucap syahadat dan Naryo pun dengan senang hati mengajak ayahnya menjadi mualaf.

"Bapak itu tadi ya, dua bulan syahadat, meninggal dua bulan setelahnya. Baru setelah itu, teman saya pengen masuk islam," tuturnya.

Temanya sendiri bisa dibilang sebagai preman di wilayahnya. Tabiat buruknya pun tak dapat terhitung. Namun menurut Naryo, kawannya itu mendadak ingin meminta diajari Islam dan menjadi mualaf. Hingga kini, total ada lima kawannya yang berhasil masuk Islam dengan bimbingan Naryo.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya