Paparan BPA dalam Waktu Lama Sebabkan Gangguan Saraf Hingga Kanker, Benarkah?

Ilustrasi BPA.
Sumber :
  • Pixabay.

JAKARTA – Senyawa Bisphenol A (BPA) merupakan bahan kimia berbahaya yang dapat masuk ke dalam tubuh janin yang belum dilahirkan, dan sangat berpotensi menyebabkan dampak buruk pada perkembangan anak. 

Kesehatan Makin Memburuk, Istana Buckingham Perbarui Rencana Pemakaman Raja Charles III

BPA ditemukan pada plastik polikarbonat yang digunakan pada kemasan air minum dalam galon bekas pakai berulang-ulang, botol minum bayi, dan wadah plastik makanan. Yuk, scroll untuk info selengkapnya

Berdasarkan temuan banyak riset di dunia, paparan BPA dalam jangka waktu lama diketahui dapat menyebabkan gangguan perkembangan pada anak, termasuk autis, bipolar, sering tantrum, dan gangguan saraf. Bahkan, paparan BPA dapat meningkatkan risiko kanker pada masa dewasa.

Mengenal Penyakit Radang Usus, Bisa Sebabkan Kanker Usus Besar Jika Dibiarkan

Walaupun demikian, meskipun para pakar kesehatan telah berulang kali mengingatkan bahaya campuran senyawa BPA pada kemasan plastik, namun masih banyak masyarakat yang belum menyadari risiko ini. Edukasi dan aturan yang tegas tentang penggunaan BPA agaknya masih perlu disosialisasikan lebih intensif kepada masyarakat.  

Jokowi Bersyukur Angka Stunting Turun dari 37 Persen Menjadi 21 Persen

“Jadi kita sebisa mungkin ‘BPA free’, karena kita menginginkan anak-anak menjadi generasi yang bagus di kemudian hari, bukan yang ada keterbatasan perkembangan. Kita harus lindungi anak-anak sejak dari awal,” kata anggota Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Catherine Tjahjadi di Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Menurut Catherine, penyakit lain yang mengintai dari paparan bahan kimia BPA tidak bisa dilihat dalam waktu dekat, tapi dalam jangka panjang, pada saat anak telah tumbuh menjadi dewasa. 

“Kalau paparannya sudah banyak maka larinya ke kanker, bukan berarti kankernya akan muncul dalam waktu satu atau dua tahun, tapi mungkin dalam periode lima tahun, 12 tahun dan bahkan sampai 20 tahun mendatang,” katanya.

Kandungan BPA tidak hanya bisa ditemukan pada kemasan makanan atau minuman. Mainan anak, kata dia, juga harus dipastikan ada label bebas BPA agar aman apabila masuk ke mulut anak. 

Catherine menyarankan agar setiap bepergian, keluarga yang memiliki bayi membawa botol minum sendiri yang terbuat dari stainless atau kaca, untuk mencegah kontaminasi BPA ke dalam tubuh bayi mereka.

Ilustrasi bayi minum dari botol susu.

Photo :
  • Pixabay/Ben_krckx

 
Pendapat pakar kesehatan lainnya juga tidak jauh berbeda. 

"Bahaya BPA tidak serta merta berefek. Contohnya gangguan hormon pada anak atau balita yang sedang tumbuh. Gangguan lainnya dapat memicu kanker, jika BPA dikonsumsi terus-menerus," kata neonatologist, dr. Daulika Yusna, praktisi kesehatan di sebuah rumah sakit besar di Jakarta.

Pakar kesehatan lainnya mengungkapkan hal senada melalui Webinar bertema Mengenal BPA dari Rumah, yang diselenggarakan Cerdik Sehat, ParentTalk dan Rumah Sakit Mayapada.

Dokter spesialis kandungan dr. Darrel Fernando mengatakan, masyarakat perlu lebih aktif meneliti kode kemasan dan bahan kemasan makanan atau minuman yang akan digunakan. 

"Kita harus lebih teliti melihat kode plastik pada setiap produk yang kita gunakan,” katanya. 

Kode plastik nomor 7, yang lazimnya mengandung senyawa berbahaya BPA, menurutnya, perlu lebih diperhatikan dalam kemasan makanan atau minuman. Plastik jenis ini sebisa mungkin harus dihindari agar tidak terjadi akumulasi jangka panjang,” katanya.

Ilustrasi minum air/air putih.

Photo :
  • Pexels/Karolina Gabrowska

Pesan mereka jelas, untuk melindungi anak-anak dari senyawa BPA, penting bagi para orangtua dan masyarakat secara umum untuk menerapkan tindakan pencegahan yang tepat. 

"Orangtua di rumah harus berani menyingkirkan wadah makanan atau minuman yang mengandung BPA. Orangtua harus perhatikan baik-baik dan cari tahu bahan yang akan dibeli seperti apa, jangan sampai mengandung BPA yang dapat memengaruhi kesehatan balita," kata co-founder parentalk.id Nurcha Bachri.

Semua peringatan dan kekhawatiran ini diserap dan ditanggapi oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), yang kemudian mendesak pemerintah agar secepatnya mengadopsi aturan yang tegas terkait pelabelan produk "Bebas BPA". Di samping menyediakan informasi yang jelas tentang bahaya senyawa kimia BPA kepada masyarakat.

Arist Merdeka Sirait selaku Ketua Komnas Perlindungan Anak, meminta pada Presiden Joko Widodo untuk segera menyetujui revisi Peraturan Kepala BPOM Nomor 31 tahun 2018 tentang label pangan olahan. 

Ditegaskannya, Perka BPOM tersebut dapat digunakan untuk melindungi kesehatan usia rentan, yaitu bayi, balita dan janin pada ibu hamil, di mana pemerintah punya kewajiban untuk melindungi mereka. 

"Kami memohon pada Presiden untuk segera menyetujui revisi Peraturan Kepala/Perka BPOM Nomor 31 tahun 2018 tentang label pangan olahan,” kata Arist Merdeka Sirait.

"Perka tersebut akan melindungi kesehatan usia rentan, yaitu bayi, balita dan janin pada ibu hamil, di mana anak-anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa mempunyai hak untuk dilindungi kesehatannya oleh pemerintah," sambungnya. 

Sejumlah dukungan untuk pelabelan di kemasan galon guna ulang juga kian mengemuka belakangan ini. Sejumlah akademisi di Medan, Sumatera Utara, pada September 2022 lalu, memberikan pernyataan sikap agar negara mengambil peran dalam perlindungan konsumen. Mereka membubuhkan tanda tangan untuk mendukung pelabelan peringatan bahaya BPA pada kemasan air minum.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya