Ngeri, Diabetes Hingga Hipertensi Rentan Intai Anak Muda di Puncak Karier Gegara Ini

Ilustrasi diabetes.
Sumber :
  • Freepik/jcomp

VIVA Lifestyle – Setelah 3 tahun lebih masyarakat Indonesia berjuang bersama menghadapi pandemi COVID-19 yang dinyatakan berakhir sejak Juni 2023 lalu, kini kita kembali dihadapkan pada kondisi pasca pandemi. Salah satunya, lebih banyak masyarakat mencari pengobatan atau meningkatnya permintaan perawatan di rumah sakit akibat penyakit yang dialami akibat gaya hidup selama pandemi. Apa itu?

Hati-hati, Diare Terus-menerus pada Balita Bisa Sebabkan Stunting

Menurut Asia Pacific Personal Habits Survey 2022, hal ini antara lain dilatarbelakangi oleh gaya hidup masyarakat selama pandemi yang tidak sehat, khususnya pada Gen Z dan milenial. Kondisi ini meningkatkan timbulnya penyakit seperti obesitas maupun penyakit metabolik lainnya yaitu diabetes dan hipertensi. Scroll untuk informasi selengkapnya.

"Gaya hidup selama pandemi meningkatkan timbulnya seperti obesitas, penyakit metabolik," ujar dokter spesialis penyakit dalam, dr. Ariska Sinaga, SpPD di acara media bertajuk 'Biaya Medis Naik Terus, Apa yang Sebaiknya Dilakukan?' bersama Allianz Indonesia, Rabu, 13 September 2023.

Sempat Hilang Kesadaran Akibat Sepsis, Chicco Jerikho Ngerasa Dikasih Kesempatan Kedua

Menurut dokter yang praktik di Rumah Sakit Premier Bintaro ini, penyakit metabolik dan obesitas bisa berakibat pada komplikasi di sekitar usia 40 tahun. Kondisi ini tentu sangat merugikan secara ekonomi karena di usia tersebut biasanya sedang berada di puncak karier dari anak-anak muda tersebut apabila tak segera diatasi.

5 Alasan Mengapa Kucing Peliharaan Harus Disteril

"Masih kerja pertama kali, belum banyak penghasilannya. Komplikasi biasa muncul di umur 40 tahun. Di saat puncak-puncaknya karier," imbuh dokter Ariska.

Berdasarkan data, dokter Arieska memaparkan bahwa komplikasi dari penyakit metabolik ini bisa muncul dalam beberapa bulan atau tahunan dengan gejala yang tak lantas terasa. Tercatat, sekitar empat dari lima pasien bahwa mengidap diabetes tipe-2 di usia 20 tahun dengan tanpa menyadarinya.

Mirisnya, komplikasi penyakit diabetes dan hipertensi ini bisa berdampak berbahaya. Sebab, kondisi ini erat kaitannya dengan serangan jantung dan stroke, infeksi kaki yang berat sehingga dapat mengakibatkan amputasi, gagal ginjal stadium akhir hingga disfungsi seksual.

Lebih dalam, temuan diabetes ini sendiri kerap dilihat secara tak sengaja saat seseorang berkonsultasi ke dokter. Di satu kasus, pasien sempat konsultasi karena demam namun setelah mendapatkan pemeriksaan lengkap secara medis ditemukan penyakit diabetes.

"Tidak selalu yang terkena diabetes harus ada riwayat keluarga, kalau ada yang harus waspada," imbuhnya.

Ilustrasi diabetes.

Photo :
  • Pexels/Mikhail Nilov

Untuk itu, dokter Ariska mengimbau agar masyarakat bisa rutin melakukan pemeriksaan medis secara lengkap sebagai bentuk pencegahan atau deteksi dini. Sebab, pada kasus obesitas pun, tak bisa dilihat secara kasat mata dengan hanya menimbang berat badan. Pada beberapa kasus, seseorang bisa dinyatakan obesitas dari hasil fatty liver atau komposisi lemaknya.

"Jadi obesitas bukan sekadar hanya kelebihan berat badan saja. Dari guideline disampaikan bahwa IMT lebih dari 30 atau didapatkan penumpukan lemak di organ tertentu. Kalau hasil lebih dari 30, itu obesitas. Ini perhitungan kasar ya karena kadang ada juga yang kadang kurus, IMT baik, tapi dari medical check up ada fatty liver, ini obesitas juga," terangnya.

Tak heran, Dokter Ariska menggarisbawahi bahwa penundaan pengobatan yang dilakukan masyarakat selama pandemi berisiko berdampak buruk terhadap penyakit yang sedang diderita sehingga memperparah penyakit dan membutuhkan biaya yang lebih besar. 

Di sisi lain, fakta yang juga sedang kita hadapi saat ini adalah adanya kondisi biaya kesehatan yang terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan melonjaknya kebutuhan masyarakat untuk berobat ke fasilitas kesehatan.

"Misal ada masalah dengan batu empedu, sudah diminta operasi tetapi ditunda karena pandemi, akhirnya berdampak buruk pada penyakit yang diderita, lebih banyak komplikasinya yang pasti meningkatkan biaya perawatan, durasi perawatan dan tindakan-tindakan," bebernya.

Meningkatnya biaya kesehatan ini dipengaruhi oleh inflasi medis. Selain itu, peningkatan prevalensi penyakit kronis di masyarakat yang terus meningkat dari tahun ke tahun ditandai dengan semakin banyaknya kasus kesehatan atau penyakit degeneratif di masyarakat dari kelompok usia yang masih muda juga berperan dalam menyebabkan tingginya permintaan perawatan di rumah sakit. 

Ilustrasi rumah sakit.

Photo :
  • Pexels/Sals

“Ketersediaan jumlah nakes di Indonesia yang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang membutuhkan perawatan atau pengobatan serta adanya kemajuan teknologi terbaru dari dunia medis dan kedokteran secara keseluruhan juga berperan dalam menyebabkan biaya kesehatan terus meningkat,” tambah dokter Ariska.

Namun sayangnya, terjadinya peningkatan biaya medis ini masih belum membuat masyarakat Indonesia menyiapkan sumber pendanaan untuk biaya kesehatan agar tidak menjadi beban pengeluaran pribadi.

Berdasarkan kondisi tersebut, Allianz Indonesia berupaya mengedukasi masyarakat untuk dapat siap menghadapi kenaikan biaya medis dengan memberikan edukasi seputar asuransi, termasuk mengenai asuransi kesehatan dan kenaikan biaya medis yang memiliki dampak cukup besar bukan hanya bagi masyarakat maupun perusahaan-perusahaan asuransi tapi juga bagi para pelaku medis. 

"Melalui sesi ini, kami berharap masyarakat dapat lebih bijak dan cerdas menghadapi kenaikan biaya medis,” ujar Chief Product Officer, Allianz Life Indonesia, Himawan Purnama, di kesempatan yang sama.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya