Mengubur Duka Lara Gempa Palu

Kondisi bangunan dan jalanan yang rusak akibat gempa 7,4 pada skala richter (SR), di kawasan Kampung Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa, 2 Oktober 2018.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Proses pencarian dan evakuasi korban gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah dihentikan pada Kamis hari ini, 11 Oktober 2018. Proses evakuasi dan pencarian korban dari sejumlah daerah terdampak gempa di Sulteng sudah memasuki 14 hari atau dua pekan sejak gempa serta tsunami pada 28 September lalu.

Jokowi Resmikan 147 Bangunan yang Direhabilitasi Pasca Gempa di Sulawesi Barat

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Rabu siang, 10 Oktober 2018, jumlah korban meninggal dunia sudah menembus 2.045 jiwa. Rincian 2.045 jiwa ini terdiri di Palu 1.636, Donggala 171, Sigi 222, Parigi Moutong 15 dan Pasangkayu Sulawesi Barat 1.

Rencana penghentian evakuasi dikritik pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketua Komisi VIII DPR, Ali Taher Parasong mengatakan ada baiknya pemerintah memperpanjang proses evakuasi korban. Alasannya, jumlah korban meninggal yang belum ditemukan masih banyak karena diduga tertimbun lumpur atau material bangunan.

Gempa di Taiwan, 18 Orang Masih Hilang

"Masih banyaknya korban yang diduga tertimbun kalau bisa diteruskan proses evakuasinya karena hal ini menjadi perhatian," kata Ali kepada VIVA, Rabu, 10 Oktober 2018.

Meski diakui, 14 hari adalah waktu rasional dalam proses evakuasi suatu korban bencana. Hal ini merujuk pedoman Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) dalam perpanjangan masa evakuasi korban bencana.

Gempa Magnitudo 6 Guncang Jepang, Tak Ada Peringatan Tsunami

Namun, Ali menekankan beberapa daerah seperti Petobo dan Balaroa di Palu perlu dioptimalkan dalam evakuasi korban. Dari laporan yang diketahuinya, dua wilayah ini masuk kategori terparah dari kerusakan bangunan hingga korban jiwa yang belum ditemukan.

"Besok (Kamis, hari ini) kan hari ke-14. Tapi, aspek-aspek yang lain harusnya dipertimbangkan, karena mungkin ribuan korban masih belum ditemukan," tutur Ali.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan dua pekan sudah rasional. Penghentian evakuasi pada 11 Oktober 2018 sudah dibahas melalui rapat evaluasi dengan melibatkan Gubernur Sulawesi Tengah BNPB, BNPP, SKPD pemerintah daerah, TNI, hingga tokoh agama setempat.

"Ini sudah dibahas dalam rapat evaluasi dengan pedoman dan pertimbangan yang rasional," ujar Sutopo di Graha BNPB, Jakarta, Rabu, 10 Oktober 2018.

Baca: Petobo yang Ditelan Lumpur Luasnya 180 Hektare, 2050 Bangunan Rusak

Foto aerial kawasan pantai Taipa, Palu Utara, pascagempa dan tsunami,  Senin, 1 Oktober 2018.

Sutopo menyebut penghentian evakuasi sudah rasional karena sudah berlangsung dua pekan. Penghentian ini termasuk untuk Petobo, Balaroa, dan Jono Oge. Tiga titik ini parah karena terendam lumpur akibat pergerakan tanah atau likuifaksi pasca gempa 7,4 magnitudo pada Jumat, 28 September 2018.

“Dihentikan 11 Oktober 2018 itu karena sudah berulang kali saya sampaikan. Dua pekan atau lebih itu jenazah korban sudah rusak, tidak dikenali, dan bisa menimbulkan penyakit," kata Sutopo.

Baca: Pencarian Korban Gempa Palu dan Donggala Disetop Besok

Meski evakuasi korban dihentikan, proses pencarian masih tetap dilakukan. Namun, kata Sutopo, proses pencarian ini tidak mengerahkan personil maupun peralatan evakuasi yang lengkap.

Terkait massa tanggap darurat bencana gempa dan tsunami Sulawesi Tengah, diperpanjang dan tetap berlaku hingga Oktober 2018. "Masa tanggap darurat sampai akhir bulan ini ya," ujarnya.

Fokus Pra Rekonstruksi

Kondisi kawasan yang terdampak gempa dan tsunami di Pantai Talise Palu, Sulawesi Tengah

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mujahid mengingatkan pemerintah harus memikirkan dampak penghentian proses evakuasi korban gempa. Ia menyebut maksud dampaknya terhadap keluarga korban yang anggota keluarganya belum ditemukan.

"Bagaimana pemerintah jawab harapan, dampak psikologi keluarga korban. Permintaan maaf tidak bisa menemukan jenazah korban," kata Sodik kepada VIVA, Rabu, 10 Oktober 2018.

Sodik menyebut harus ada solusi adil bagi keluarga korban. Contohnya seperti memberikan kompensasi. Berikutnya, ia menyinggung terpenting ke depan proses tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi diharapkan bisa dioptimalkan pemerintah.

"Kelemahan kinerja masa tanggap darurat harus dijawab dengan proses kinerja rehabilitasi dan rekonstruksi yang lebih fokus," ujar politikus Gerindra tersebut.

Relawan yang membantu penanganan pasca gempa dan tsunami di Sulteng pun ikut bersuara. Koordinator relawan FPI-Hilmi, Sugianto mengatakan proses penghentian evakuasi sudah relevan karena sudah dua pekan.

Baca: BNPB Ungkap Kesulitan Evakuasi Korban Gempa dan Tsunami Palu

Menurutnya, bila evakuasi dipaksakan diperpanjang maka akan sulit mengingat beberapa area memang sulit. Ia menyebut wilayah yang tertelan endapan lumpur keras seperti Petobo dan Balaroa sudah sulit untuk mengevakuasi korban.

"Pertama itu kemungkinan tertimbun materian bangunan belum lagi endapan lumpur yang keras. Jenazah sulit diidentifikasi. Jadi, relavan kalau evakuasi mau disetop," tutur Sugianto saat dihubungi VIVA, Rabu, 10 Oktober 2018.

Pemakaman Korban Gempa dan Palu

Sugianto menekankan saat ini yang terpenting adalah bantuan kemanusiaan dan dorongan moril kepada korban bencana Sulteng. Menurutnya, selama dua pekan tanggap darurat, masih terdapat titik wilayah pelosok yang belum tersentuh bantuan.

Bagi dia, sebelum proses rekonstruksi, pemerintah harus bisa merumuskan resep agar masyarakat Sulteng bisa bangkit. "Ini yang tak mudah beri spirit bangkit agar masyarakat Sulteng bisa mengubur tragedi gempa," sebutnya.

Baca: BNPB Mencatat Jumlah Pengungsi Sulteng Mencapai 82 Ribu Orang

Pemerintah diminta menaruh perhatian lebih terhadap korban gempa Sulteng. Perwakilan keluarga korban bernama Umar mengatakan saat ini, sepupu serta suami dan kedua anaknya yang menjadi korban gempa Sulteng masih mengalami trauma.

"Sepupu sama suami dan dua anaknya Alhamdulillah selamat. Kami ini butuh bantuan moral, spritual pascagempa ini," jelas Umar saat dihubungi VIVA, Rabu, 10 Oktober 2018.

Terkait rencana penyetopan evakuasi korban diharapkan pemerintah juga bijak. Artinya, sebelum tahapan rekonstruksi, upaya pencarian tetap diberlakukan. Sebab, ia mengetahui masih banyak korban yang belum ditemukan karena tertimbun.

Adapun dari data BNPB, jumlah korban luka mencapai 10.678 orang dengan rincian 2.549 luka berat dan 8.130 luka ringan. Korban hilang disebut ada 671 orang. Sementara, pengungsi sebanyak 82.775 jiwa. Kerusakan bangunan mencapai 67.310 unit. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya