Blok Politik

Dulu Seteru Kini Sekutu

VIVAnews--MATAHARI tegak lurus dengan langit, Senin 13 April 2009 lalu. Satu sedan Lexus meluncur masuk ke pekarangan kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Pintu mobil terbuka. Memakai setelan safari krem, Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto melangkah turun. Dia berjalan mantap menuju kantor itu.

Prabowo berhenti sejenak di batas teras. Seorang lelaki berbaju coklat menyambutnya. Rambutnya tersisir rapi. Wajahnya segar. Matanya berbinar.

Prabowo lalu menggerakkan tangannya ke atas dahi: hormat gaya tentara.

Tuan rumah adalah seorang bekas jenderal bintang empat. Dialah Wiranto. Pada saat gejolak politik reformasi lebih satu dekade lalu, dia menjabat Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Wiranto membalas hormat.

“Sehat mas,” kata Prabowo. Wiranto mengangguk. Keduanya bersalaman dan mengguncangkan tangan. Lalu berpelukan. Seperti dua kawan lama yang akrab.

Puluhan kamera membidik adegan langka itu. 



24 Agustus 1998. Dewan Kehormatan Perwira merekomendasikan Letnan Jenderal Prabowo Subijanto berhenti dari dinas militer. Dia terbukti bersalah saat menjadi Komandan Jenderal Kopassus menculik para aktivis pro demokrasi tanpa sepengetahuan Panglima ABRI.

Wiranto lalu memecat Prabowo. Karir militer putra ekonom Sumitro Djojohadikusumo itu pun tamat.

Pada 1995, Prabowo diangkat sebagai Komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Pangkatnya naik dari Kolonel menjadi Brigadir Jenderal.

Di tangan Prabowo,  organisasi pasukan elit itu jadi kian mekar. Dari tiga grup menjadi lima. Status komandan naik menjadi Komandan Jenderal (Danjen). Bintang di pundak Prabowo pun tambah jadi dua.

Lalu, dari sana karirnya melesat cepat. Dia menjabat Panglima Kostrad. Saat itu, Wiranto dipromosikan Suharto sebagai Panglima ABRI. Di Kostrad, pangkat Prabowo terkerek menjadi Letnan Jenderal. Usianya masih muda, 47 tahun.

Tapi, perjalanan militernya berhenti hanya sampai di Kostrad itu. Di tengah gejolak reformasi, Wiranto mencopotnya dari Panglima Kostrad pada 22 Mei 1998.

Berbagai versi pemecatan itu pun muncul. Selain akibat soal penculikan, pemberhentian Prabowo antara lain disebutkan karena dia berbakat melakukan kudeta.

Caleg PKS Ngadu ke MK, Suara Diambil Rekan Satu Partai

Misalnya, mantan Presiden BJ Habibie dalam memoarnya, “Detik-Detik yang Menentukan,” pemecatan itu berawal dari informasi Wiranto. Dia melapor kepada Habibie adanya pasukan liar dari Kostrad dan Kopassus di sekitar kediaman presiden di Patra Kuningan.

Karena laporan itu, Presiden Habibie langsung memerintahkan Prabowo diganti sebelum matahari terbenam. Kisah serupa dituturkan Sintong Panjaitan, asisten Habibie, dalam buku terbarunya “Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando.”

Wiranto pun mengganti Prabowo dengan Mayor Jenderal Jhony Lumintang. Maka, isu rivalitas kian tajam merebak. Wiranto dituduh mewakili ABRI merah putih. Sementara Prabowo mewakili ABRI hijau karena kedekatannya dengan kelompok Islam.

Belakangan Wiranto membantah rivalitas dia dengan Prabowo. Dalam bukunya “Bersaksi di Tengah Badai”, Wiranto membuat bab khusus tentang persaingannya dengan Prabowo.

Dukungan Rp23 Miliar dari Para Pengusaha untuk Timnas U-23 yang Menginspirasi

Alasan Wiranto, rivalitas biasanya terjadi antara mereka berpangkat sama. Padahal dia sudah jenderal penuh, sementara Prabowo baru bintang tiga. “Dikatakan saya menjegal karier Prabowo. Untuk apa?” tulis Wiranto.
 
Dari segi angkatan, kata Wiranto, dia lebih senior dari Prabowo. Dia angkatan 1968 sementara Prabowo 1974.  Soal pangkat dan jabatan, Wiranto lebih tinggi ketimbang Prabowo.

Tapi, apa sebabnya persaingan antar kedua jenderal itu begitu sengit?

Dalam bukunya itu Wiranto mengungkapkan persaingan mungkin dipicu tiga sebab.

Nekat Terobos Masuk Kompleks Militer Halim, Geng Motor Bersajam Ditangkap Prajurit TNI

Pertama, Wiranto tak pernah berkunjung ke kediaman pribadi Prabowo di Jalan Cendana No 3. Padahal ini lazim dilakukan perwira tinggi, meski pangkat perwira tinggi itu lebih tinggi dari Prabowo.

Kedua, saat Wiranto menjadi Kepala Staf Angkatan Darat, dia sempat berselisih dengan Prabowo. Ia mengusulkan Mayjen I Wayan Suwisma pengganti Prabowo sebagai Danjen Kopassus. Tapi Prabowo lebih dulu menghadap Suharto. Dia meminta penggantinya adalah Mayjen Muchdi PR. Usulan itu kemudian diterima Suharto.

Ketiga, saat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat dan Panglima ABRI, Wiranto beberapa kali menolak usulan Prabowo. Salah satunya usulan Prabowo menerima 72 tank hibah dari Yordania. Alasan Wiranto, memelihara tank butuh biaya besar. 

Meski Wiranto membantah adanya rivalitas, tak begitu halnya dari kubu Prabowo.  Teman dekat Prabowo, Fadli Zon menulis buku “Politik Huru Hara Mei 1998”. Menurut Fadli, rivalitas Prabowo dan Wiranto mulai menjadi pembicaraan elit militer sejak awal 1998.

Fadli Zon menulis, indikasi ketidaksukaan Wiranto pada Prabowo tercermin pada saat serah terima jabatan Pangkostrad, dari Letnan Jenderal Sugiono ke Letnan Jenderal Prabowo pada tanggal 28 Maret 1998. Saat itu Wiranto absen. Sementara, semua perwira tinggi hadir, termasuk Jenderal (Purn)  A.H. Nasution.

Kubu Prabowo menuding Wiranto bertanggungjawab pada kerusuhan massal Mei 1998. Pada saat itu, Wiranto membawa semua jenderal dari Jakarta ke Malang untuk serah-terima Pasukan Pengendali  Reaksi Cepat Kostrad 14 Mei 1998.

Teman dan bekas bawahan Prabowo, Mayor Jenderal (Purn.) Kivlan Zen. Dalam bukunya, “Konflik dan Integrasi TNI-AD” Kivlan menulis, Wiranto tetap memboyong para Jenderal di Jakarta ke Malang meski Prabowo telah melarang mengosongkan Jakarta.

Saling tuding dan bantah pun terjadi. Dalam bukunya  Wiranto menulis, dia pergi ke Malang justru karena diminta Prabowo menjadi komandan upacara serah terima pasukan itu.

Perselisihan Prabowo dan Wiranto lalu berkembang seperti tokoh kartun “Tom and Jerry.” Keduanya tak pernah akur dan saling bersaing. Hingga reformasi bergulir sepuluh tahun.

Sampai keduanya berhenti dari militer dan terjun ke politik sipil. Wiranto mendirikan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Prabowo lalu tampil dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).



Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Selasa 14 April 2009. Wiranto baru saja menggelar jumpa pers di rumah Megawati. Menjelang pulang, Wiranto melongok ke belakang. “Mana saudara saya Prabowo?,” dia bertanya.

"Prabowo saudara saya,” kata Wiranto sambil tersenyum. “Kalian ini lucu. Saya dikatakan ribut dan berkelahi dengan Prabowo. Padahal kita ini bertemu dan bersaudara,”  katanya tentang pertemuan kedua itu.

Pertemuan Prabowo dan Wiranto itu,  awalnya dipicu pembahasan kecurangan pemilu di rumah Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar. Mereka mengingatkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono atas hilangnya hak pilih warga akibat keteledoran Komisi Pemilihan Umum.

Satu koalisi baru? Belum jelas. Di Teuku Umar, yang jadi poros oposisi atas pemerintahan SBY, kedua tokoh bekas jenderal itu bertemu.

Semula, Wiranto dan Prabowo akan duduk bermuka-muka Jumat pekan lalu. Tapi ternyata hanya Wiranto bertemu Mega. Sementara Prabowo baru berjumpa Mega, Sabtu pekan lalu.

Pada saat bertemu Prabowo, Mega sempat berkata, “"Bagaimana pun Bowo (Prabowo) musti kulonuwun dulu kepada seniornya (Wiranto).”

Entah karena nasehat Megawati, pada Minggu malam, Prabowo membenarkan dia akan bertamu ke tempat Wiranto. “Besok saya akan bertemu Wiranto,” kata Prabowo usai rapat Forum Lintas Partai di Hotel Darmawangsa, Jakarta Selatan.

“Karena dia senior saya, saya akan menemui beliau," kata Prabowo.

Maka, terjadilah perjumpaan pertama Wiranto dan Prabowo di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura itu. Persis kata adagium, dalam politik tak ada musuh abadi. Yang abadi hanyalah kepentingan. Dulu berseteru, sekarang bisa bersekutu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya