SOROT 382

Raksasa-raksasa Minyak Tergelincir

Sumber :
  • REUTERS/Dominic Ebenbichler

VIVA.co.id – Harga minyak belakangan ini terus menukik, memunculkan keresahan. Awal tahun 2016 ini diawali dengan harga minyak yang hanya berada pada kisaran US$35 per barel, padahal satu tahun yang lalu, harganya minyak masih berada di kisaran US$100 per barel.

Petaka bermula dari beralihnya pusat minyak dunia, dari Timur Tengah menuju Texas dan North Dakota, di mana dua ladang minyak raksasa di wilayah AS mulai menggurita. Penemuan ladang minyak baru di AS ini menggeser pendulum, siapa kini yang menjadi penguasa harga minyak.

Sejak dieksplorasi pada tahun 2008, AS mulai menyalip dominasi negara-negara penghasil minyak dunia. Minyak produksi AS  menyumbang setengah dari produksi minyak dunia, dan sangat cukup untuk membiayai kebutuhan dalam negerinya. Saudi dan negara-negara yang tergabung dalam organisasi pengekspor minyak (OPEC) tak lagi bisa menjadi penentu tunggal harga minyak dunia.

Situasi ini diawali dengan produksi minyak yang berlimpah, namun serapan pasar tak banyak karena AS tak lagi mengandalkan OPEC, dan melambatnya pertumbuhan ekonomi di China, yang juga menjadi konsumen besar minyak.  Negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC terlambat mensikapi situasi ini.

Jumlah Pengeboran Bertambah, Harga Minyak Turun

Tahun 2008-2009, harga minyak juga sempat merosot. Namun saat itu, OPEC mengambil keputusan untuk memangkas produksi minyak hingga empat juta barel per hari. Cara tersebut efektif. Harga kembali bergerak stabil dalam waktu yang singkat.

Namun Saudi keras menolak melakukan langkah yang sama kali ini. Rene G. Ortiz, mantan Menteri Perminyakan Ekuador yang juga pernah menjadi Sekjen OPEC, sempat mempertanyakan kepada Saudi, akhir tahun lalu.  “Mengapa Arab Saudi tidak berpikir untuk menggunakan cara tersebut kali ini,” katanya, seperti dikutip dari New York Times, April 2015.

“Produksi minyak AS melonjak. Lebih baik hari ini OPEC berpikir tentang fundamental pasar dari pada memanipulasi pasar. Keduanya memiliki kekuatan yang sangat berbeda,” katanya menambahkan.

Saudi dan negara Teluk bergeming. Pertemuan OPEC di Wina pada tanggal 27 November 2014 menjadi saksi, bagaimana pertemuan antar negara pengekspor minyak itu begitu penuh guncangan.

Pasokan Nigeria Berhenti, Harga Minyak Naik Lagi

Venezuela dan Iran menghadapi Saudi dan sekutunya di Teluk Persia. Iran dan Venezuela mendapat dukungan dari Aljazair, Nigeria, dan beberapa negara yang mendapat keuntungan dari ekspor minyak, berargumentasi bahwa OPEC harus memangkas produksi untuk mempertahankan harga, seperti yang pernah dilakukan pada tahun 1990-an saat terjadi krisis finansial di Asia, juga pada awal tahun 2000 ketika terjadi buble ekonomi, dan terakhir, pemangkasan produksi juga pernah dilakukan pada enam tahun yang lalu.

Namun Saudi dan sekutunya di negara teluk bersikukuh mengatakan tidak. Mereka berargumentasi, jika mereka melakukan pemotongan produksi, maka mereka akan kehilangan pasar karena Amerika terus meningkatkan produksinya hingga jutaan barel per tahun.

Keputusan Saudi itu secara efektif menghapuskan peran OPEC sebagai kartel tradisional produsen minyak global. Padahal, OPEC tak lagi menjadi satu-satunya pemasok dengan volume produksi tinggi, dan kemampuan menaikan dan menurunkan harga dengan mengelola output. Amerika Serikat mulai membayangi dan sedikit demi sedikit mengambil peran OPEC.

Keputusan OPEC untuk mempertahankan angka produksi mengejutkan pasar minyak. Sejak itu harga menukik tajam. Awalnya, produser minyak independen Amerika melihat hal tersebut sebagai serangan langsung untuk mereka, namun waktu mengubah semuanya.

Dolar Melemah Bikin Wall Street Menguat

Situasi itu malah membuat pertumbuhan penjualan minyak Amerika terus meningkat. Sementara penjualan minyak OPEC terus terpuruk. Hingga sekarang, penurunan harga minyak telah mencapai 70 persen dari harga normal tahun 2015.

Hingga akhir Januari 2016, harga minyak hanya berkisar  US$34 per barel. Dikutip dari New York Times, situasi ini mulai terlihat jelas sebagai ancaman.

http://media.viva.co.id/thumbs2/2016/02/05/56b4913fbd10f-stasiun-pengisian-bahan-bakar-chevron_663_382.JPG

Stasiun pengisian bahan bakar Chevron di kota Cardiff, California, Amerika Serikat. Foto: REUTERS/Mike Blake

Sumur minyak mentah.

Kurs Dolar AS Bebani Anjloknya Harga Minyak

Harga minyak AS turun 0,4 persen ke level US$48,88 per barel.

img_title
VIVA.co.id
14 Juni 2016