SOROT 403

Tergoda Kuah Khas Mi Kocok

Mih Kocok Mang Dadeng, mie kocok legendaris di kota Bandung.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Suparman

VIVA.co.id – Sore itu kota Bandung tepatnya Jalan Ahmad Dahlan terlihat lengang. Namun, sebuah kedai sederhana yang berdiri di pinggir jalan tersebut cukup mencuri perhatian.

Chef Jean-Baptiste Natali: Memimpin Seni Kuliner di Koral Restaurant

Kedai nomor 67 tadi tampak mulai kedatangan sejumlah pengunjung. 'Mih Kocok Mang Dadeng', demikian bunyi tulisan yang terpampang besar-besar di bagian depannya.

Bagi yang belum tahu, Mih Kocok Mang Dadeng merupakan kedai mi kocok legendaris di Kota Kembang. Usaha ini telah dirintis sejak 1958 silam dan masih digemari hingga saat ini.

Ini Dia! Deretan Promo Kuliner Pilkada 2024 di Margo City Mall Depok

Jika Anda baru pertama kali singgah ke daerah satu ini, memang cukup sulit menemukan kedai tersebut. Meski berada di area strategis, dekat dengan Hotel Horison yang berada di Jalan Pelajar Pejuang, kedai Mih Kocok Mang Dadeng tampil tak terlalu mencolok dengan aksen kayu dan bambu meliputi seluruh bangunan.

Serupa dengan eksteriornya, bagian dalamnya juga terkesan sederhana. Hanya ada beberapa meja dan kursi serta area masak mi kocok yang dipenuhi dengan dandang-dandang besar berisi kuah kaldu panas.

Trik Anak Muda Nikmati Kuliner Hits Sambil Tetap Hemat, Mau Coba?

Asap putih mengepul dari dalamnya. Terlihat pula mangkuk-mangkuk yang dipenuhi mi dan tauge yang menggunung. Seluruhnya berada di dalam gerobak yang tak lagi memiliki roda.

Saat melangkahkan kaki ke dalam kedai, aroma kikil dan bumbu pedas gurih pun tercium lembut di hidung.

Sekitar pukul 15.00 WIB, pelanggan mulai berdatangan. Namun, mereka lebih memilih untuk membawa pulang mi kocok ketimbang makan di tempat. Mungkin alasannya malas antre, lantaran kapasitas kedai yang hanya bisa menampung beberapa pelanggan.

Baca juga:

sorot Mih Kocok

Kapasitas Kedai Mih Kocok Mang Dadih hanya bisa menampung beberapa pelanggan.

Sang empunya kedai memang ogah pindah ke tempat lain yang lebih besar. Ia memilih untuk tetap menyewa bangunan milik DKM Masjid Jami Sukaresik yang ditempati kedainya itu.

"Kalau dari hitungan orang tua, ini tempat bawa hoki," kata Agus Tryana, karyawan senior Mih Kocok Mang Dadeng saat ditemui VIVA.co.id di kedai tersebut beberapa waktu lalu.

Menurut pria yang akrab disapa Openg itu, usaha mi kocok yang namanya sudah terdengar hingga ke luar Indonesia ini berdiri secara turun-temurun hingga tiga generasi dimulai dari Usman, ayah Dadeng. Usman lah yang pertama kali memiliki gagasan untuk berjualan mi kocok keliling menggunakan tanggungan (pikulan).

Kala itu, Usman hanya berjualan dengan cara berkeliling sejauh satu kilometer. Bermodalkan tekad yang besar, usahanya itu terus ia jalani dan mengalami peningkatan di tahun 1965.

Lama kelamaan, mi kocoknya pun dijajakan menggunakan tiga gerobak dibantu ketiga anaknya yakni Dadeng, Wawan, dan Omat. Karena semakin laris dan dicari pembeli, mereka beralih menggunakan jongko (warung kecil) kaki lima dan mendapat dukungan aktif oleh anak kedua Dadeng, Dani. Jongko menjadi cara berjualan terakhir sebelum usaha itu mengambil tempat yang menjadi lokasinya saat ini di Jalan Ahmad Dahlan.

"Pakai tanggung, lama kelamaan ada kemajuan lalu pakai tiga gerobak dan diikuti tiga anaknya yaitu Pak Dadeng, Pak Wawan, dan Pak Omat. Sampai sekarang berdiri dan dikelola sama anaknya Pak Dadeng (alm) sebanyak tujuh orang," ujar Agus.

Hingga saat ini anak keempat Dadeng masih turun langsung mengurus usaha tersebut. Ia bertanggung jawab atas manajemen dan produksi pengemasan.

Ditawari Buka Cabang di Luar Negeri

Menurut Agus, mi kocok racikan almarhum Mang Dadeng ini bisa begitu populer di Bandung bukan tanpa sebab. Cita rasa menu unggulan sop kaki sapi dan sumsum serta menu spesial mi kocok sumsum menjadi kunci kesuksesan usaha tersebut.

sorot Mih Kocok

Cita rasa menu unggulan sop kaki sapi dan sumsum serta menu spesial mie kocok sumsum menjadi kunci kesuksesan Mih Kocok Mang Dadeng.

Sekilas, mi kocok ini tak begitu berbeda dengan mi kocok pada umumnya. Perbedaannya terletak pada profil rasa kuah kaldunya khas. Gurih dan kaya rasa. Resep turun-temurun menjadi rahasia kelezatannya.

"Kalau dibilang, ada 27 macam rempah, tapi itu juga rahasia. Yang bisa dibilang itu sampai delapan bumbu," ujarnya.

Proses masaknya dimulai sejak pukul 6 pagi dengan merebus kaki sapi. Dibutuhkan waktu sekitar dua jam untuk merebus kaki sapi muda, sedangkan untuk kaki sapi tua dapat memakan waktu hingga lima jam.

Dalam satu porsi, tampak mangkuk berukuran sedang berisikan mie basah, taoge, kikil dan potongan kaki sapi. Untuk melengkapi hidangan, pelanggan dapat menikmatinya dengan kerupuk putih atau dorokdok.

"Kita sediakan mi tanpa formalin. Untuk kulit, kita sudah tahu mana yang jelek, mana yang bagus, mana yang pakai obat, mana yang asli. Untuk kaki sapi kita ngambil yang segar yaitu saat selesai penyembelihan, kita ngambil di RPH Caringin, dari luar Garut dan Bogor," katanya.

Tak hanya itu, ciri khas baik pengemasan dan penyajian pun menjadi prioritas utama. Bahkan, kedai Mih Kocok Mang Dadeng di Jalan Ahmad Dahlan ini tetap menjadi perhatian utama meski telah mendirikan banyak cabang.

"Kenapa bisa bertahan? Kita menjaga mutu dan kualitas. Kita buka cabang namun tetap beda rasa, penyajian jadi enggak bisa bertahan lama. Paling kuat 10 bulan sudah tutup, karena ada perbedaan pengelolaan kuah dan air," ujarnya.

Ia pun menambahkan bahwa Mih Kocok Mang Dadeng sangat menjaga kualitas cita rasa dan penyajian. Menurutnya, semua orang mungkin bisa membuat mi kocok, namun tiap orang menggunakan takaran bumbu dan rempah yang berbeda. Itulah sebabnya, karyawan-karyawan baru yang bekerja di sana selalu dibimbing untuk membuat mi kocok sesuai dengan resep almarhum sang empunya.

Ada 11 orang karyawan senior dari total 25 karyawan yang ditunjuk langsung oleh Mang Dadeng (alm) dan dipercayakan untuk meracik kuah kaldu.

Kepopuleran mi kocok ini juga telah membuat banyak pihak menawarkan kerja sama membantu membuka cabang di sejumlah negara.

"Jangan di kota, luar negara juga ada, Malaysia, Brunei bahkan Jepang dulu nawar join sekitar tahun 2010. Tapi belum ditanggapi, karena belum tentu bisa kayak di sini. Di sana bahan susah dan pasti ada perbedaan di air dan rasa," katanya.

Artis dan Pejabat Jadi Pelanggan Setia

Bukan rahasia lagi bahwa Mih Kocok Mang Dadeng mempunyai pelanggan baik dari dalam maupun luar negeri. Bahkan mi kocok yang usianya telah mencapai 58 tahun ini sangat diminati para figur publik, mulai dari mereka yang termasuk dalam kalangan artis hingga pejabat Istana Negara.

Agus mengungkapkan, banyak orang terkenal, seperti artis, kepala daerah hingga menteri yang pernah mencicipi kuliner yang dipatok seharga Rp30 ribu itu. "Ada Alex Nurdin, Rieke Diah Pitaloka, Aher, Mensos, Ridwan Kamil. Kemarin-kemarin Teten Masduki, yang sering itu Alex Nurdin. Yang belum itu JK dan Jokowi, ditunggu," ujarnya.

Namun, baginya, politisi Rieke Diah Pitaloka lah yang menjadi pelanggan paling berkesan. "Ada, Rieke Diah Pitaloka dan sudah kenal dengan Pak Dadeng, sama karyawan ramah, menyampaikan 'Mang Dadeng jaga rasa ieu. Itu mie kocok top unggulan'," kata Agus menirukan kata-kata Rieke.

Sedangkan untuk artis, dari musisi ternama hingga aktor senior turut menjadi pelanggan. "Ada juga Syahrini hampir tiga kali (makan di kedai). Andi RIF, The Virgin, Arman Maulana, Evie Tamala, Elvi Sukaesih dan Barry Prima. Syahrini biasa sambil bercanda, enggak arogan atau sombong sama karyawan," ujar Agus menyebutkan nama-nama artis yang pernah ia temui di kedai tempatnya bekerja itu.

Bicara omzet, Agus mengaku usaha tersebut tak memiliki target yang tetap. Itu karena omzetnya tak bisa ditebak. "Enggak bisa ditarget, kadang naik turun. Kalau sepi itu, bisa mendapatkan Rp6 juta. Kalau pas ramai, Sabtu Minggu bisa Rp20 juta hingga Rp25 juta," ujarnya.

Sementara itu, salah satu pelanggan, Muhamad Rizal Nasyudi (30) menjelaskan, dia mengaku bisa dikatakan sebagai pelanggan tetap Mih Kocok Mang Dadeng. Dari semasa kuliahnya sejak 2005, kedai ini menjadi tempat mi kocok favoritnya.

"Dulu kalau lagi masa kuliah sering ke sini. Rasa kuahnya yang khas itu yang jadi ketagihan. Kalau berkesannya gimana, ya tempat ini sempat menjadi bertemu jodoh juga," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya