Sinambung Lawak Indonesia

- VIVAnews/Fernando Randy
Peluang untuk memanfaatkan ruang kepenatan terhadap isu politik dan lain sebagainya menjadi sumber duit bagi para pelawak. Tahun 2011 misalnya, muncul program lawak tunggal atau Stand Up Comedy di Kompas TV. Konsep lama yang sebelumnya pernah ada di Indonesia tahun 1970-an ini pun dikemas lebih moderen dan memiliki konsep yang terukur.
Perbedaannya, jika dahulu lawak tunggal seperti mencari ajang para pelawak untuk membuat kelompok atau grup lawak baru. Kini, lawakan solo ini lebih kepada menonjolkan figur perseorangannya.
Pandji Pragiwaksono. (VIVA.co.id/M Ali Wafa)
Hanya saja memang, lawak tunggal tak bisa luwes seperti melawak pada era dahulu. Mereka yang hendak menjadi komika atau pelaku stand up comedy mesti memiliki materi yang siap, fakta, dan ragam pakem lainnya.
"Komika itu harus nulis. Karena format tiap bit atau materinya memang format menulis," kata Mo Sidik, mentor stand up comedy.
Tak cuma itu, seorang komika dituntut untuk memiliki materi yang tidak mengandung unsur SARA, pornografi dan politis. Sehingga semua materi yang dipaparkannya di hadapan penonton bisa dikonsumsi oleh semua umur.
Sidik tak menampik jika di Indonesia lawak tunggal yang diimpor dari Inggris tersebut sedikit mereduksi pesan sesungguhnya dari stand up comedy sesungguhnya.
Sebab, jika berdasar hikayatnya, maka stand up bukan lah mengartikan posisi berdiri secara harfiah, namun lebih kepada bentuk sikap atas keyakinan yang dimilikinya. "Semacam stand up for your right, gitu lah. Jadi bukan sekadar lu ngelawak sambil berdiri," ujar Sidik.
Atas itu, secara prinsip melawak memang mesti tak sembarangan. Derai tawa yang lahir dari penonton tak sepatutnya muncul cuma karena menampilkan 'kebodohan' atau gesture kocak si pelawak.
Ia tetap harus mengedepankan etika. "Ada etika yang harus dijaga," tambah Tarzan, pelawak senior grup Srimulat.
Eko Patrio, pentolan grup lawak Bagito yang telah terkenal sejak 12 tahun lalu, juga mengisyaratkan pentingnya komedi tak serampangan demi mengejar tawa penonton.
Pria yang kini duduk menjadi anggota DPR ini tak menampik bila era kekinian telah banyak lahir para pelawak baru. Bahkan kata Eko, pelawak kini seolah telah menjadi profesi baru bagi setiap orang.
Sebabnya, jika di era lalu profesi pelawak itu tak lebih untuk menyiasati isi perut, dan bermodal pendidikan seadanya, asal bisa melucu. Namun kini para pelawak lebih variatif dan pastinya memiliki pendidikan yang tinggi.