Kejahatan Seksual pada Anak dan Perempuan Terus Meningkat

Hasto Atmojo Suroyo Ketua LPSK 2019-2024.
Hasto Atmojo Suroyo Ketua LPSK 2019-2024.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

Terkait dengan saksi atau korban terorisme, apakah sejauh ini banyak korban atau saksi yang meminta perlindungan kepada LPSK?

Untuk kasus terorisme, kita melakukan upaya proaktif untuk kasus-kasus yang baru saja terjadi. Biasanya korban tidak tahu mesti kemana, dan LPSK itu apa. Biasanya LPSK melakukan upaya-upaya proaktif. Kita identifikasi, inventarisasi terhadap korban, termasuk korban yang dari aparat. Kita datangi dan kita tawarkan bantuan medis, karena pada tingkat awal keperluan pertama biasanya adalah medis. Setelah itu kalau mereka membutuhkan bantuan psikososial, misalnya tentang anak yang kehilangan ayahnya sebagai tulang punggung keluarga, kehilangan kesempatan untuk belajar, kita upayakan membantu mereka. Kita juga membantu mereka untuk menghitung kompensasi yang akan mereka tuntut kepada negara. Sudah ada beberapa kasus yang kita berhasil dalam pemberian kompensasi ini, dan ini sejarah. Karena selama ini belum pernah ada kompensasi yang diberikan kepada korban tindak kejahatan terorisme, terutama yang baru.

Pemberian kompensasi dari negara baru terjadi untuk korban bom Thamrin, Surabaya, Medan, dan Samarinda. Tapi sebelumnya banyak yang belum mendapatkan kompensasi, terutama kasus yang lama. Bagaimana proses kompensasi bagi korban teror bom yang terjadi tahun-tahun lalu?

Iya, untuk kasus terorisme masa lalu, kita belum bisa memfasilitasi kompensasi itu. Karena dalam UU Nomor 5 tahun 2018 dinyatakan menunggu Peraturan Pemerintah (PP)-nya. Jadi selama ini yang kita lakukan adalah tindak pidana terorisme yang baru saja terjadi. Itu yang baru bisa kita urus. 

Apakah masih ada kemungkinan bagi korban teroris tahun-tahun lalu untuk mendapatkan kompensasi?

Pendataan sudah kita lakukan. Tetapi untuk memberikan layanan, karena ini menggunakan APBN kita tidak bisa secara gegabah kemudian mengeluarkan begitu saja. Oleh karena itu diatur dalam UU ini harus ada rujukannya dari BNPT maupun dari Kepolisian untuk menyatakan bahwa seseorang itu sebagai korban terorisme di masa lalu. Sementara, dalam kenyataannya, para korban ini sudah tidak ada lagi datanya, di Kepolisian tidak ada, di rumah sakit juga sudah tidak ada. Oleh karena itu BNPT berinisiatif untuk memberikan keterangan bahwa yang bersangkutan adalah korban.

Hasto Atmojo Suroyo Ketua LPSK 2019-2024.

Apa benar keterangan itu harus dikeluarkan oleh pengadilan?

Tidak. Itu keterangan dari BNPT saja. Kalau melalui pengadilan, kan pengadilannya sudah lewat. Keterangan yang melalui pengadilan itu malah untuk kasus yang baru. Jadi, kita mengajukan kompensasi untuk korban-korban yang baru lewat pengadilan yang baru saja terjadi. Kalau yang masa lalu pengadilannya sudah lewat, sudah tidak ada. Oleh karena itu dibutuhkan keterangan dari Kepolisian atau BNPT supaya LPSK bisa memfasilitasi. Hanya teknisnya kita masih menunggu PP itu sebagai aturan pelaksana dari UU nomor 5 tahun 2018 itu.

Apa saja kendala yang dihadapi institusi yang Anda pimpin?

Kendala yang dihadapi institusi ini, kendala sejak awal, LPSK ini kan didirikan dari dorongan masyarakat sipil. Mereka, adalah masyarakat sipil yang melihat ada persoalan hukum yang serius, terutama dua jenis pidana, yaitu korupsi dan pelanggaran HAM masa lalu. Karena itu didorong agar pemerintah mendirikan satu lembaga yang bisa memfasilitasi, memberikan perlindungan kepada saksi maupun korban. Untuk isu korupsi supaya saksinya mau bersaksi, untuk kasus pelanggaran HAM berat supaya LPSK ini bisa mendorong atau agar ada langkah-langkah solutif dari pemerintah atau negara terhadap para korban ini. 

Tahun 2018, LPSK baru memiliki gedung sendiri. Sepertinya pendanaan juga menjadi problem?

Ini kan lembaga yang disebut sebagai anak bungsunya reformasi. Sebagai kekuatan sipil, ini adalah lembaga yang terakhir. Nah, ketika didirikan, awalnya hanya ada SK presiden saja. Gedung tidak difasilitasi secara baik, anggaran juga begitu, karena harus nempel di Setneg. Jadi memang terbayang kesulitan teman-teman yang lebih dulu memperjuangkan eksistensi lembaga ini. Sampai sekarang, kendala itu masih terasa. Rekruitmen dulu itu asal rekrut saja, akibatnya secara kualitatif maupun kuantitatif kita memang mengalami masalah, dan itu cukup serius.

Bagaimana dengan SDM?

Nah, ke depan kita akan merancang suatu sistem rekruitmen sumber daya manusia yang lebih tertata, pelatihan yang lebih teratur. Kita juga akan menyusun kurikulum khusus pelatihan, baik untuk investigasi, untuk pendamping korban, dan sebagainya. Kita akan pilah-pilah, yang utama adalah pembekalan untuk para pegawai atau karyawan di LPSK tentang keberpihakan terhadap korban, empati, dan sebagainya. Karena yang kita layani ini adalah manusia, yang kebetulan manusia yang sedang kesusahan.

Selain itu, kendala apa lagi yang dihadapi?
Anggaran itu tadi. Sekarang malah turun anggaran kita. Tiap tahun kita malah mengalami defisit anggaran untuk pelayanan itu. (mus)