Logo DW

Pentingnya Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Pekerja Rumah Tangga (PRT) Indonesia

picture alliance/dpa/J. Büttner
picture alliance/dpa/J. Büttner
Sumber :
  • dw

Dalam kehidupan sehari-hari, jenis-jenis pekerjaan kerumahtanggaan seperti memasak, mencuci, dan mengasuh anak, hingga kini masih dibebankan di pundak perempuan. Pembagian kerja berdasar jenis kelamin telah berlangsung membudaya, dikuatkan oleh norma-norma bahkan hukum perkawinan. Dampaknya adalah jenis pekerjaan ini dianggap sebagai pekerjaan alamiah perempuan, tersedia dengan sendirinya karena dianggap melekat pada tugas perempuan sebagai ibu rumah tangga.

Pekerjaan ini tidak dihargai secara sosial maupun ekonomi, tidak diakui sebagai skill, tidak berbayar, dan tidak diperhitungkan sebagai pekerjaan penting. Ketika jenis-jenis pekerjaan ini dikerjakan oleh tenaga orang lain maka pekerjanya hanya dianggap sebatas membantu. Dengan demikian kita mengenal istilah PRT yang kepanjangannya adalah “Pembantu Rumah Tangga” padahal sudah seharusnya diakui sebagai “Pekerja Rumah Tangga”.

JALA PRT bersama Serikat PRT yang ada di garis depan dalam mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) selama 15 tahun terakhir ini juga mengkampanyekan pentingnya menggantikan istilah pembantu menjadi pekerja. Perubahan ini bukan sekedar perdebatan istilah namun mengandung konsekuensi perlindungan dan hak dalam ketenagakerjaan. Penggunaan istilah pembantu mengakibatkan tidak adanya kekuatan ikatan ketenagakerjaan. Karena sifatnya membantu maka dapat diperlakukan semaunya oleh yang dibantu, dapat digaji ala kadarnya, tidak perlu kontrak kerja, kapan saja dapat diberhentikan tanpa memenuhi hak-hak sesuai hukum ketenagakerjaan. Kondisinya akan jauh berbeda jika pembantu diganti dengan pekerja dan diakui sebagai pekerja.

Dalam Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak PRT, perlakuan terhadap pekerja rumah tangga akan mengacu pada prinsip-prinsip dan hak-hak fundamental di tempat kerja sebagaimana pekerja lain. Pekerja rumah tangga berhak atas penghormatan dan perlindungan terkait dengan kebebasan berserikat, penghapusan semua bentuk kerja paksa, penghapusan pekerja anak dan penghapusan diskriminasi berkenaan dengan pekerjaan dan jabatan. Negara-negara anggota yang meratifikasi konvensi ini diharuskan menghormati, mempromosikan dan mewujudkan prinsip‐prinsip dan hak‐hak pekerja rumah tangga ini.

Negara menjamin PRT memiliki kebebasan berserikat, membentuk dan bergabung dalam organisasi atau federasi. Dalam kaitannya dengan penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan, negara menjamin pengupahan ditetapkan tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Menjamin pekerja rumah tangga menikmati perlindungan efektif dari segala bentuk penyalahgunaan, pelecehan dan kekerasan. Pekerja rumah tangga dapat menikmati ketentuan kerja yang adil, mendapatkan informasi mengenai syarat dan ketentuan kerja yang disampaikan dengan cara yang sesuai, dapat diverifikasi, mudah dimengerti dan sebaiknya melalui kontrak tertulis. Negara juga menjamin keselamatan dan kesehatan kerja, mendapatkan hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat, menikmati perlindungan jaminan sosial termasuk untuk persalinan.

Perjuangan Tak Bertepi: Teruslah Menyemai

Perjuangan pekerja rumah tangga terasa tak bertepi, menjangkau banyak lini mulai dari mendorong kesadaran publik, menumbuhkan kesadaran majikan, melakukan pengorganisasian dan penyadaran kritis pekerja rumah tangga. Di tingkat negara, masih diperlukan suara mesti lebih kencang lagi untuk mendorong ratifikasi konvensi ILO 189 dan sekaligus konvensi 190. Desakan juga harus diperkuat agar negara hadir mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sudah 15 tahun mengalami kebuntuan akibat resistensi sebagian besar dari pengambil kebijakan.