Logo DW

Kedai Makan Indonesia di Jerman ini Manfaatkan Bahan Makanan yang Sering Terbuang-buang

C. Sukmana
C. Sukmana
Sumber :
  • dw

Vera Weber, warga Köln, salah seorang pengunjung tetap restoran itu, tidak bosan makan sepekan sekali di kedai makan milik Cassie. “Menu mereka tiap pekan ganti-ganti. Jadi tidak bosan. Tapi yang jelas, saya selalu menanti gado-gado, saya suka.” Weber tidak suka makan daging. Menurutnya banyak masakan Indonesia yang pas dengan gaya hidupnya yang vegetaris.

Baru buka sehari langsung 'lockdwon'

Sehari setelah membuka restorannya di bulan Maret 2020, Jerman mengumumkan pembatasan keluar rumah gara-gara merebaknya wabah COVID-19. ”Berat buat kita semua. Tidak hanya buat kami tapi juga buat orang lain. Jadi, kita sudah rencana buka bulan Maret dan akhirnya kita bisa buka bulan Maret sesuai rencana, tapi sehari kemudian kita harus tutup lagi karena lockdown. Akhirnya kita tutup dan istirahat di rumah satu bulan dan buka lagi untuk take away.”

Kini setelah pelonggaran pembatasan, restorannya bisa kembali buka, namun dengan mengikuti protokol kesehatan yang diwajibkan pemerintah. Para pengunjung pun sudah kembali memenuhi rumah makannya.

Interior dan dekorasi dari barang bekas

Selain menjajakan makanan, ada juga berbagai produk seperti kerajinan tangan dan lain sebagainya yang dijual di rumah makan ini. Semuanya dibuat dari bahan bekas.”Kita menjual barang-barang upcycled. Dengan upycling concept store kita memproduksi barang-barang yang tadinya tak berharga atau kurang bermanfaat dan akhirnya proses menjadi barang baru, yang punya fungsi baru.”

Interior dan dekorasi toko-rumah makan itu juga memakai produk bekas yang kemudian dikreasikan menjadi barang yang lebih berguna dan indah.”Ya, kami punya banyak papan potong bekas, lalu kami jadikan rak, untuk menjual barang-barang upcycled-nya. Jadi bisa dilihat kalau misalkan ada barang lama, bisa jadi barang baru yang lebih bermanfaat. Yang tadinya mau dibuang, bisa menjadi barang yang lebih baik.“