Belanja Pertahanan Melonjak, Jepang Jadi Ancaman Buat China?

Tentara pasukan bela diri Jepang berpartisipasi dalam sebuah latihan untuk mengerahkan unit rudal Patriot Advanced Capability-3 (PAC-3).
Sumber :
  • Antara FOTO.

Jakarta – Ketika Tiongkok dan Amerika Serikat terus mencari keuntungan ekonomi, Jepang telah mempersulit perhitungan politik-ekonomi Beijing.

Pameran Otomotif Berubah Jadi Tragedi, 5 Orang Ditabrak Mobil Listrik

Peningkatan belanja pertahanan yang besar di Tokyo dan keputusannya untuk memberikan angkatan bersenjatanya lebih banyak kebebasan untuk bermanuver semakin memperparah tantangan militer dan ekonomi Beijing dan pada saat yang sangat sulit bagi kepemimpinan Tiongkok.

Jepang dengan tekun menyatakan untuk terus mematuhi konstitusi pasifis yang diadopsi pada tahun 1945 pada akhir Perang Dunia Kedua.

Tak Ciut dengan Gempuran AS, Houthi Mengganas Beri Perlawanan Sengit

Namun, mereka memutuskan untuk membuat beberapa penafsiran ulang yang radikal. Menurut The US Naval Institute, Jepang telah meningkatkan belanja pertahanannya setiap tahun selama dua belas tahun terakhir dan pada tahun lalu meningkatkan belanja militer sebesar 16% atau setara dengan $56 miliar.

Pengeluaran ini jauh di bawah anggaran militer Tiongkok, yang menurut Kementerian Pertahanan Tiongkok, berjumlah setara dengan $300 miliar, apalagi Amerika Serikat, yang menurut anggaran Amerika berjumlah lebih dari $850 miliar.

Aksi Mulia Prajurit Wing Komando I Kopasgat Sentuh Warga Kampung Jatiwaringin Pondok Gede

Meskipun demikian, angka di Jepang cukup besar, dan jika indikasi dari pemerintah di Tokyo benar, maka ini hanyalah awal dari peningkatan besar dalam beberapa tahun ke depan.

Bendera Jepang.

Photo :
  • Istimewa

Hal ini tentu saja cukup menarik perhatian Beijing, terutama karena jelas-jelas ditujukan untuk ambisi Tiongkok.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan, “[Kami] berharap dapat berkontribusi dalam mempertahankan tatanan internasional yang bebas dan terbuka berdasarkan supremasi hukum dan untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik.”

Kementerian Pertahanan Jepang menyoroti empat perubahan umum yang masing-masing harus diperhatikan dalam perhitungan Beijing. Pertama adalah komitmen yang jelas bagi angkatan bersenjata Jepang untuk bekerja sama dengan sekutu untuk mengambil peran yang lebih ofensif.

Kedua adalah keputusan untuk mengerahkan rudal jelajah jarak jauh yang dapat mencapai sasaran di Korea Utara.

Respons seperti ini memang wajar mengingat sifat provokatif dari pengerahan dan pengujian rudal Korea Utara, namun hal ini tidak bisa lepas dari perhatian Beijing bahwa senjata-senjata tersebut juga dapat mengenai sasaran di Tiongkok.

Perubahan signifikan ketiga adalah keputusan Tokyo yang mengizinkan Jepang memiliki kemampuan lebih besar untuk mengekspor senjata mematikan, termasuk di antaranya jet tempur F-15 dan mesin jet tempur buatan Jepang di bawah lisensi Amerika serta peluru kendali Patriot permukaan ke udara, yang juga dibuat di Jepang di bawah lisensi A.S.

VIVA Militer: Pesawat Tempur Angkatan Udara Amerika, F-15E Strikes Eagles

Photo :
  • Military

Bahkan ada pembicaraan mengenai Jepang yang mengirimkan rudal semacam itu ke Ukraina. Terakhir, ada perjanjian baru-baru ini antara Jepang dengan Inggris dan Italia untuk mengembangkan jet tempur generasi berikutnya.

Seperti yang diungkapkan Duta Besar AS untuk Jepang Rohm Emmanuel, “Cakupan, skala, dan kecepatan reformasi keamanan Jepang belum pernah terjadi sebelumnya.”

Yang paling menjadi perhatian langsung di Kota Terlarang adalah tidak diragukan lagi alokasi anggaran Jepang sebesar $5,2 miliar pada tahun 2024 untuk rudal pertahanan udara guna melindungi pulau-pulau di barat daya Jepang jika, dokumen anggaran menjelaskan, terjadi konflik antara Tiongkok dan Taiwan.  

Terutama karena Taiwan pernah menjadi koloni Jepang, kepentingan khusus ini harus bergema terutama di Beijing dan sebisa mungkin terdengar seperti ancaman langsung.

Beijing telah mengeluhkan rencana Tokyo, namun tidak banyak yang bisa dilakukan secara diplomatis.  Namun, tindakan Jepang telah mempersulit rencana Beijing.

Satu-satunya jawaban yang dimiliki Beijing adalah memperluas kemampuan militer Tiongkok lebih dari yang telah direncanakan. Tidak diragukan lagi hal itu akan terjadi. Namun tanggapan ini terjadi pada saat yang sangat sulit bagi Beijing.

VIVA Militer: Pasukan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA)

Photo :
  • scmp.com

Perekonomian Tiongkok memerlukan perhatian yang cermat dan tidak mampu lagi mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk angkatan bersenjata dan angkatan laut negara tersebut.

Runtuhnya sektor pengembangan properti yang masih penting memerlukan lebih banyak dukungan untuk menghindari bencana finansial dan ekonomi.

Demikian pula halnya dengan besarnya utang yang terkadang melumpuhkan pemerintah daerah.

Ketika ekspor mengalami penurunan dan perekonomian melambat dari laju pertumbuhan yang sangat tinggi, Beijing memerlukan semua sumber daya keuangan dan ekonomi yang dimilikinya untuk memulai kembali pertumbuhan ekonomi di negaranya.

Akan tetapi akselerasi pertumbuhan yang dapat diterima dan mengarahkan kembali perekonomiannya agar menjauh dari ketergantungan besar pada ekspor, yang pernah mendasari pertumbuhannya dan kini menjadikan Tiongkok terlalu rentan terhadap perkembangan di Eropa dan Amerika Utara.

Baca artikel Trending menarik lainnya di tautan ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya