Logo BBC

Pesan Siaga Bencana Ada di Kisah Nyi Roro Kidul hingga Syair Kuno

- Getty Images
- Getty Images
Sumber :
  • bbc

"Jadi jangan sampai lupa. Kok malah dianggap bidah dan haram. Padahal bidah kalau hasilnya kebaikan itu malah Sunnah, beda kalau hasilnya kejelekan, ya tidak boleh."

Palu : Kayori

Panambulu, lelaki berusia 104 tahun, bercerita ia pernah mengalami gempa berkali-kali, tetapi ingatan itu samar.

Dia salah satu `orang tua` yang masih bisa melantunkan Kayori, syair khas Palu yang juga merekam kejadian-kejadian di masa lampau.

"Ada semua cerita (tentang bencana alam) dalam Kayori, termasuk cerita orang tua kami," kata Panambulu dalam bahasa Kaili yang diterjemahkan kepada wartawan BBC News Indonesia Silvano Hajid.

Panambulu memulai Kayori dengan bahasa Kaili, dua bait terjemahannya berbunyi seperti ini "kalau ada salah kita di dunia pasti gempa lagi, gempa ini dari perilaku kita di dunia bila kita tidak sesuai dengan adat kita akan ada lagi gempa."

Kemudian petikan bait lain "Kalau kita di dunia ini berbuat dosa akan ada air laut naik. Ada laut naik dahulu," Kayori begitu cepat dilafalkan Panambulu.


Panambulu, menyiapkan diri sebelum melantunkan Kayori. - BBC

"Dahulu air naik, tetapi kami tidak ke atas (bukit), tetap di rumah" kata Panambulu ketika ditanya tentang bencana alam yang terjadi sepanjang hidupnya.

Kayori juga menjadi bagian penting dalam penelitian, seorang arkeolog di Palu, Iksam Djorimi.

"Sampai kejadian tahun lalu di Palu, Sigi dan Donggala, hanya sedikit orang yang mengetahui tentang pesan-pesan lokal ini," kata Iksam.

Menurut Iksam, tidak semua orang mengetahui bahasa Kaili, apalagi suku-suku di Sulawesi Tengah juga tidak memiliki aksara, sehingga Kayori hanya diketahui oleh komunitas tua Kaili.


Setahun setelah bencana likuefaksi di Petobo. - BBC

Nenek moyang orang Kaili di Palu memiliki istilah Nalodo, yang artinya ambles atau dihisap lumpur, selain itu terdapat pula istilah Nalonjo, yang artinya berawa atau berlumpur.

Pada 28 September 2018, Nalodo kembali terjadi.

"Sebelum tahun 1980, tidak ada yang berani membangun hunian di sana (Petobo, Balaroa dan Jono Oge), masyarakat Kaili tahu bahwa daerah-daerah itu rawan bencana, bahkan mereka tidak berani berkebun di lokasi itu," tambahnya.