Kisah Petugas Pemulasaran Jenazah COVID-19
- bbc
Petugas pemulasaran jenazah menceritakan pengalamannya mengurus jenazah positif Covid-19 atau yang meninggal dalam status Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Ia mengatakan berharap tak ada lagi korban yang meninggal dalam status PDP, melihat kesedihan yang dialami keluarga yang ditinggalkan.
"Perasaan saya kadang trenyuh. Bagaimana jika itu terjadi sama saya?" ujar Sahrul Ridha, 40, petugas Instalasi Pemulasaran Jenazah (IPJ) di RSPI Sulianti Saroso, salah satu rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta.
"Sejak dirawat hingga meninggal, nggak ada satu pun anggota keluarga yang bisa melihat pasien."
- Kasus-kasus pneumonia akan `perburuk infeksi Covid-19 pada anak` Indonesia
- `Kami tidak tahu siapa positif Covid-19`: Tenaga kesehatan takutkan ledakan kasus di Papua Barat dan Papua
- Perawat yang meninggal akibat Covid-19, `Saya hidup, mati untuk orang yang saya sayangi`
Sahrul, dan dua petugas pemulasaran jenazah lain, adalah orang terakhir yang dapat melihat dan mengurus pasien yang meninggal, baik dalam status positif Covid-19 maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP), yakni mereka yang bergejala Covid-19, tapi belum dites atau mendapat hasil tes swab PCR.
Sejak kasus Covid-19 diumumkan pemerintah di bulan Maret, Sahrul setidaknya sudah mengurus 30 jenazah, dengan puncaknya di bulan Maret, di mana ia pernah mengurus empat jenazah dalam sehari.
Menurut data pemerintah Provinsi Jakarta, hingga 20 April 2020, lebih dari 1.200 orang sudah dimakamkan dengan protap Covid-19.
Dari jumlah itu, 331 orang meninggal dalam status positif Covid-19, sisanya belum diketahui apakah positif atau negatif (PDP).
`Kekurangan cairan, oksigen, keringat bercucuran`
Sahrul bercerita tugasnya dimulai saat seorang pasien dinyatakan meninggal.