AJI Makassar Kecam Kekerasan Polisi terhadap Tiga Jurnalis

Aksi demonstrasi mahasiswa memanas di Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Kamis, 12 Januari 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yasir

VIVA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar mengecam tindak kekerasan yang diduga dilakukan aparat kepolisian terhadap tiga jurnalis, saat liputan aksi penolakan pengesahan UU KPK dan Revisi KUHP di depan Gedung DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo Makassar, Selasa, 24 September 2019.

Buntut Demo Ricuh Mahasiswa di Patung Kuda, 13 Orang Ditangkap

AJI juga mendesak Kepolisian memproses tindakan kekerasan tersebut. Sikap tegas dari penegak hukum diharapkan agar peristiwa serupa tidak terulang. “Tiga korban dipukul aparat kepolisian saat melakukan tugas. Kita tunggu sikap tegas pihak kepolisian, proses hukum harus berjalan dan tidak boleh pandang bulu,” ujar Ketua AJI Makassar Nurdin Amir, dalam keterangan pers, Rabu, 25 September 2019.

Tiga jurnalis tersebut yaitu Muhammad Darwi Fathir jurnalis ANTARA, Saiful jurnalis inikata.com (Sultra) dan Ishak Pasabuan jurnalis Makassar Today.

Demo Mahasiswa di Patung Kuda Ricuh, 2 Orang Diamankan Polisi

Darwin dikeroyok oleh polisi di depan kantor DPRD Sulsel. Padahal dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, Darwin telah dilengkapi dengan atribut dan identitas jurnalis berupa ID Card ANTARA. Sejumlah rekan jurnalis yang saat itu berusaha melerai tindakan kepolisian terhadap Darwin sama sekali tak diindahkan.

Darwin menderita luka sobek pada bagian kepala dan bibirnya. Saat ini dia menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Awal Bross, Makassar. Pada saat yang sama, Saiful juga mendapatkan perlakuan serupa. Saiful dipukul dengan pentungan dan kepala di bagian wajahnya oleh polisi.

Polisi soal 48 Mahasiswa Ditangkap saat Demo Ricuh Tolak UU Ciptaker: Sulit Dapat SKCK

Pengniayaan dipicu kemarahan polisi saat mengetahui Saiful masih sempat mengambil gambar saat polisi memukul mundur para demonstran, dengan gas air mata dan water cannon.

Saiful telah memperlihatkan identitas lengkapnya sebagai seorang jurnalis yang menjalankan tugas jurnalistik. Alih-alih memahami, polisi justru dengan beringas menghajar Saiful.

Saiful menderita luka lebam, di mata kiri dan kannanya akibat hantaman benda tumpul kepolisian. Sebab penganiayaan yang dialami Saiful sama persis dengan Ishak Pasabuan.

Dia juga dilarang mengambil gambar saat polisi terlibat bentrok dengan demonstran. Ishak dihantam benda tumpul polisi di bagian kepalanya. Bersama Darwin, Ishak saat ini juga tengah menjalani perawatan medis di RS Awal Bross.

Menurut Nurdin, kekerasan pemukulan dan intimidasi yang dilakukan aparat kepolisian terhadap wartawan melanggar Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pasal 8 UU Pers menyatakan dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum.

UU Pers juga mengatur sanksi bagi mereka yang menghalang-halangi kerja wartawan. Pasal 18 UU Pers menyebutkan, ”Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berkaitan menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”

Atas intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis tersebut, AJI Makassar menyerukan dan menyatakan:

1. Mengecam keras tindakan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian terhadap 3 jurnalis yang melakukan kerja-kerja jurnalistik/peliputan di Gedung DPRD Sulsel.

2. Mendesak Kapolda Sulsel memproses tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian dan diadili di pengadilan hingga mendapatkan hukuman seberat-beratnya, agar ada efek jera sehingga kasus serupa tak terulang di masa mendatang.

3. Mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya