Mengapa Angka Kematian Anak Akibat Virus Corona di Indonesia Tinggi?
- abc
Seorang bayi laki-laki berusia sembilan bulan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang sebelumnya dinyatakan positif tertular virus corona meninggal dunia Rabu pekan lalu (27/05).
Bayi yang terdaftar sebagai Pasien 554 COVID-19 di NTB tersebut sempat dirawat intensif dengan keluhan pneumonia atau kesulitan bernafas.
Gita Ariadi, Ketua Pelaksana Harian Gugus Tugas Provinsi NTB, mengaku belum mengetahui sumber penularan virus corona terhadap pasien itu.
"Pasien tidak pernah melakukan perjalanan ke daerah terjangkit COVID-19," ungkap Gita dalam keterangan tertulis.
Bayi tersebut juga diketahui tidak memiliki riwayat kontak dengan pasien positif COVID-19.
Sebulan sebelumnya, seorang anak berusia satu tahun dari Desa Gending, Probolinggo, Jawa Timur, juga meninggal dunia setelah dirawat selama dua hari di RS Umum Wonolangan.
Balita ini masuk kategori pasien dalam pengawasan (PDP) karena mengalami sesak nafas, seperti yang dialami Pasien 554. Namun, ia belum sempat menjalani tes rapid COVID-19.
"Dia ada infeksi paru-paru dan pneumonia. Apakah infeksi paru-parunya karena virus atau lainnya masih belum jelas," kata Juru Bicara Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Probolinggo dr Anang Budi Yoelijanto, seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Sejak awal pandemi telah diterapkan aturan bahwa setiap orang yang masuk rumah sakit dengan gejala pneumonia atau radang paru otomatis statusnya akan menjadi PDP.
Jumlah anak yang terdeteksi positif virus corona di Indonesia ternyata tidak sedikit. Di NTB, misalnya, ada 86 anak yang terpapar COVID-19 dan 127 anak lainnya di Surabaya.
"Tidak benar anak tidak rentan COVID-19"