Logo BBC

Larangan Pembangunan Makam Adat Sunda Wiwitan Berlanjut Kontroversi

Satuan Polisi (Satpol PP) menyegel bangunan yang bakal menjadi pemakaman tokoh Sunda Wiwitan, yakni Pangeran Djatikusumah dan istrinya Ratu Emalia Wigarningsih, pada Senin (20/07) lalu.-DOKUMENTASI AKUR SUNDA WIWITAN
Satuan Polisi (Satpol PP) menyegel bangunan yang bakal menjadi pemakaman tokoh Sunda Wiwitan, yakni Pangeran Djatikusumah dan istrinya Ratu Emalia Wigarningsih, pada Senin (20/07) lalu.-DOKUMENTASI AKUR SUNDA WIWITAN
Sumber :
  • bbc

Dia pula mengklarifikasi tudingan bahwa Pemda Kuningan mengerahkan massa selama proses penyegelan yang dianggapnya "tidak berdasar dan tidak benar".

"Gerakan itu spontanitas atas kepedulian, atas mempertahankan harga diri. Kita hormati. Kita hormati paseban hanya apa yang menjadi anjuran pemerintah, ikuti," ujar Acep.

Birokratisasi diskriminasi dan intoleransi

Bagaimanapun, Direktur Riset Setara Institut, Halili Hasan, mengungkapkan apa yang dialami oleh kelompok minoritas Sunda Wiwitan sebagai "birokratisasi diskriminasi dan intoleransi".

"Mindset utamanya memang intoleransi, yang lebih ditegaskan adalah diskriminasi. Tapi agar secara teknis tampak lebih soft, maka digunakanlah instrumen birokrasi, dalam hal ini yang melakukan tentu saja Satpol PP dan Pemkab Kuningan secara umum," jelas Halili.

Menurutnya, penyegelan itu "hanya akal-akalan" untuk mempersulit kebebasan berkeyakinan yang diperjuangan oleh kelompok penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan.

Merujuk riset yang dilakukan SETARA Institute, penghayat kepercayaan mengalami aneka ragam diskriminasi.

"Yang paling pokok itu dalam bentuk narasi intoleransi yang memberikan penyangkalan atas eksistensi mereka, juga atas hak-hak mereka," kata dia.

Ekspresi diskriminasi itu, lanjut Halili, berupa restriksi atau pembatasan - seperti yang dialami oleh Sunda Wiwitan - dan gangguan terhadap peribadatan mereka.

Tak sedikit pula penghayat kepercayaan disebut sebagai kelompok menyesatkan.

agama
AFP
Seorang anggota suku Baduy berjalan di pegunungan Kendeng, Provinsi Banten, beberapa waktu lalu. Mahkamah Konstitusi memutuskan para penganut kepercayaan, termasuk suku Baduy, dapat mengisi kepercayaan mereka pada kolom KTP dan KK.

"Ini juga terjadi di Kuningan, karena narasi yang dilakukan kelompok intoleran yang melakukan penolakan itu menyebut mereka sebagai kelompok yang berpotensi menyesatkan dan membuat syirik," jelas Halili.