Logo BBC

Larangan Pembangunan Makam Adat Sunda Wiwitan Berlanjut Kontroversi

Satuan Polisi (Satpol PP) menyegel bangunan yang bakal menjadi pemakaman tokoh Sunda Wiwitan, yakni Pangeran Djatikusumah dan istrinya Ratu Emalia Wigarningsih, pada Senin (20/07) lalu.-DOKUMENTASI AKUR SUNDA WIWITAN
Satuan Polisi (Satpol PP) menyegel bangunan yang bakal menjadi pemakaman tokoh Sunda Wiwitan, yakni Pangeran Djatikusumah dan istrinya Ratu Emalia Wigarningsih, pada Senin (20/07) lalu.-DOKUMENTASI AKUR SUNDA WIWITAN
Sumber :
  • bbc

Bahkan, menurutnya, belakangan muncul tudingan bahwa kelompok penghayat ini menjadi bagian dari "kebangkitan komunisme".

"Sejak tahun 1960an sebenarnya tudingan-tudingan semacam itu sudah muncul, tetapi garis besarnya adalah diskriminasi terhadap mereka akan selalu berulang," kata dia.

Alasannya, negara tidak memiliki ketegasan untuk melembagakan inklusi terhadap mereka dan memberikan pengakuan sepenuhnya terhadap kelompok minoritas penghayat kepercayaan.

"Karena rekognisi yang diberikan terhadap mereka melalui putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2017 masih merupakan rekognisi setengah hati," tegas Halili.

Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2017 mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk, yang dianggap sebagai pengakuan negara atas eksistensi penghayat kepercayaan.

Kendati begitu, kata Halili, aksi diskriminasi dan intoleransi masih kerap mereka alami, baik dari pemerintah maupun dari kelompok mayoritas, terutama berkaitan dengan administrasi kependudukan dan kebebasan berkeyakinan.

Sehingga beberapa kelompok penghayat kepercayaan memilih untuk menyelamatkan diri mereka dengan mengaku sebagai bagian dari agama lain yang "mapan".

"Misalnya kelompok Kaharingan di Kalimantan terpaksa mengaku Kristen dan Kristiani. Saya kira pola ini terjadi di banyak tempat meski putusan MK itu memberikan hak terhadap mereka," katanya.

Orang Rimba
AFP
Orang Rimba di Batanghari, Jambi

Data SETARA Insitute pada 2019, selama 12 belas tahun terakhir Jawa Barat menjadi provinsi dengan tingkat toleransi terburuk di Indonesia, dengan total kasus sebanyak 629 kasus.

Menurut Halili, apa yang baru saja terjadi pada masyarakat adat Sunda Wiwitan "mengafirmasi bahwa Jawa Barat secara umum tidak memberikan ruang yang bagus bagi toleransi dan kebebasan beragama dan berkeyakinan".

Djuwita Djatikusumah Putri yang merupakan pendamping kelompok adat Sunda Wiwitan menyebut masalah intoleransi ini tidak hanya akan berimbas pada masalah yang bersifat lokal di Jawa Barat, namun juga berimbas pada keamanan nasional.