Logo ABC

Pendekatan Baru Indonesia Tangani COVID-19, Seberapa Efektif?

Presiden Joko Widodo di Istana Negara (30/04/2020).
Presiden Joko Widodo di Istana Negara (30/04/2020).
Sumber :
  • abc

Selain Komite yang baru, pekan lalu Kementerian Kesehatan juga memperkenalkan istilah baru pengklasifikasian dalam penanganan kasus COVID-19 untuk mengikuti anjuran badan kesehatan dunia, WHO.

Istilah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang tanpa gejala (OTG) yang selama ini telah dikenal dalam pencatatan angka kasus disesuaikan menjadi "suspek", "kontak erat", dan "kasus konfirmasi tanpa gejala".

Kemenkes juga memperkenalkan istilah "probabel", yaitu orang yang diyakini sebagai suspek dengan ISPA Berat atau gagal napas akibat aveoli paru-paru penuh cairan (ARDS), atau meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.

"Jadi kita ini negara yang paling taat sama WHO, WHO bilang istilahnya apa, kita ikuti. Kalau sesuatu tidak sesuai dengan WHO nanti juga aneh sendiri," ujar Menteri Kesehatan Terawan Agung Putranto, pekan lalu (14/07).

Padahal, WHO sebetulnya sudah mengeluarkan panduan mengenai klasifikasi ini empat bulan lalu, yakni pada Maret 2020.

Meskipun Indonesia mulai menggunakan istilah baru yang mengacu pada WHO, ada sedikit perbedaan dalam definisi istilah tersebut, terutama pada definisi kasus probabel.

Tabel WHO vs Kemkes
Meski menggunakan istilah yang sama dengan panduan WHO, ada perbedaan dalam definisi. (Supplied)

Perbedaan definisi terlihat sangat sedikit dan sepele, namun berdampak besar pada peghitungan akhir angka kematian.

Elina Ciptadi dari Kawal COVID-19 mejelaskan, angka kematian COVID-19 sesuai rujukan WHO adalah jumlah kematian kasus probable dan kasus yang terkonfirmasi positif.

Tetapi karena perbedaan definisi probabel yang digunakan Kemenkes RI, kasus PDP meninggal dunia tidak masuk ke klasifikasi probable.

"Sebenarnya kalau kita melihat dari definisinya WHO, definisi A dari probable cases adalah mereka yang hasil tesnya nggak konklusif, tapi [definisi] B adalah suspek, bergejala konsisten dengan COVID-19, tetapi tidak bisa dites karena alasan apapun," tutur Elina kepada jurnalis ABC, Hellena Souisa.

"Jadi seharusnya jika mereka sudah kadung meninggal dalam kondisi belum dites, fakta bahwa mereka sudah menjadi suspek, atau ODP PDP itu harusnya dihitung dalam statistik probable."