Jurnalis Sahabat ODGJ, Penyuara Bebas Pasung di Flores Manggarai Timur

Markus Makur memotong kuku ODGJ
Sumber :
  • Jo Kenaru/Manggarai-NTT

Manggarai Timur- Pengalaman sering menulis hal-hal ironis di Flores, membuat nurani Markus kemudian memilih terlibat dalam aksi solidaritas peduli Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di daerahnya di Manggarai Timur Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pastor Keuskupan Ruteng Menghilang Usai Ketahuan Berduaan dengan Istri Orang

Markus Makur merupakan wartawan media online nasional dengan wilayah peliputan Flores bagian barat yang meliputi Kabupaten Ngada, Nagekeo, Manggarai dan Manggarai Timur.

Pria 48 tahun itu menginisiasi kerja kolaboratif lintas stakeholders yang berfokus pada kampanye dan aksi bebas pasung bagi penyandang ODGJ.

ODGJ Ngamuk di Cengkareng Mau Tikam Kakanya Sendiri, Ternyata Kabur dari Dinsos

Keluar masuk kampung, naik turun gunung demi mendatangi langsung pengidap gangguan kesehatan jiwa menjadi bagian penting dalam perjalanan aktifitas sosial Markus Makur sebagai jurnalis dan pemerhati masalah ODGJ. 

Markus Makur mengunjungi ODGJ di Manggarai Timur-NTT

Photo :
  • Jo Kenaru/Manggarai-NTT
Detik-detik Mengerikan ODGJ Bacok Tetangganya Pakai Parang di Koja

Pria kelahiran Kuwus Manggarai Barat itu tidak bekerja sendirian. Dia lantas bergabung dengan sukarelawan dalam sebuah wadah kemanusiaan di Pulau Flores, Kelompok Kasih Insanis (KKI) Peduli Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan kini berubah nama menjadi KKI Peduli Sehat Jiwa yang didirikan imam Katolik pastur Avent Saur, SVD.

Markus sendiri ditunjuk menjadi Ketua KKI Manggarai Timur sejak tahun 2022. Tanggung jawabnya kian serius membaskan para ODGJ dari pasungan. Hatinya bergolak ketika mendengar ada orang yang dipasung.

"ODGJ selalu dianggap gila dan harus dipasung bahkan ada yang sampai belasan tahun sampai tulang kaki mengecil. Stigma akan mereka telah menghancurkan asa pengidap ODGJ. Kayu pasung adalah saksi drama penyiksaan yang panjang dengan dalih keluarga takut anggota keluarga yang terkena gangguan jiwa menyerang orang lain atau membuat onar," ungkap Markus Makur, Sabtu 23 September 2023.

Secara spesifik masalah kesehatan jiwa diatur di UU Kesehatan Nomor 17 tahun 2023 diatur khusus dalam pasal 74 hingga pasal 85. Pasal 76 mengatur hak atas pelayanan, informasi dan edukasi terkait kesehatan jiwa, larangan pemasungan, dan persamaan hak ODGJ. 

Dalam Pasal 77 mengatur tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah terkait kesehatan jiwa. Pengesahan UU Nomor 17 Tahun 2023 sekaligus mencabut UU Kesehatan Jiwa sebelumnya yakni UU Nomor 18 Tahun 2014.

Gunting kuku dan memandikan ODGJ

Markus dalam pelayanannya sebagai pemerhati ODGJ, ia kerap mendapati para ODGJ yang dipasung, hidup sendirian dalam ruang yang sumpek, bau karena berbulan-bulan tidak mandi. 

Markus Makur memotong kuku ODGJ

Photo :
  • Jo Kenaru/Manggarai-NTT

"ODGJ menjadi terlihat menakutkan karena fisik mereka tidak terawat. Bajunya ODGJ itu kumal. Ruangan tempat ia dipasung tidak dibersihkan. Di situlah saya mengeratkan hati ingin selalu berjumpa dengan banyak ODGJ yang dipasung. Saya setiap kali turun bawa gunting kuku, sabun dan sampo. Saya dan rekan dari KKI memandikan, menggunting rambutnya yang panjang, mengeramas dan memotong kuku mereka yang kotor dan panjang," ulas dia.

Jejak relasi Markus dengan para ODGJ tersimpan di mesin pencari, boleh search. Media lokal kerap memberitakan kiprah kemanusiaan Markus lengkap dengan gambar dan video ketika Markus melepas pasung, menggunting kuku ODGJ. Rekan-rekan seprofesinya (wartawan) menjuluki Markus 'Sahabat ODGJ'.

Bongkar pasung pertama

Memulai pelayanan bersama rekannya di KKI Manggarai Timur, pria 48 tahun ini untuk pertama kalinya terlibat langsung membongkar pasung di Kampung Waebouk, Kelurahan Ronggakoe, Kecamatan Kota Komba, Januari 2023.

Saat itu, KKI melibatkan pihak Kelurahan Ronggakoe, Pemerintahan Kecamatan Kota Komba, Puskesmas Waelengga, Kepolisian Sektor Kota Komba dan warga setempat.

Seorang ODGJ yang sudah 10 tahun dipasung itu kemudian dibawa ke Panti Kesehatan Jiwa Renceng Mose di Ruteng Kabupaten Manggarai. 

"Saat kami membongkarnya ada peralatan linggis. Ia hanya duduk saja. Sambil bertanya, benar dibongkar balok ini?. Ia bertanya kepada saudarinya yang berdiri di depannya. Saudarinya menjawab iya. Lalu satu per satu baloknya dilepas dan akhirnya balok dikakinya benar-benar dibongkar. Sesudah dilepas. Ia duduk sejenak. Kakinya tidak bergerak dan sudah mengecil," tutur Markus Makur mengenang hal yang tak terlupakan itu.

"Ia tidak bisa turun dari tenda pasungannya. Seorang sahabat menggendongnya untuk dibawa ke rumah sebelahnya yang baru dibangun. Setiba di rumah sebelah milik mereka. Ia tak bisa berdiri dengan tegak dan ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur yang sudah disediakan. Semua orang yang berada di rumah itu sangat bahagia dengan peristiwa tersebut," demikian Markus.

Setelah beberapa bulan dirawat pria tersebut dinyatakan sembuh dan kembali ke tengah-tengah keluarganya.

Selama berkiprah dalam wadah peduli ODGJ, Markus dan timnya sudah melepas sedikitnya 35 orang ODGJ dari balok pasungan selama tahun 2023.

"Yang Kelompok Kasih Insanis (KKI) Peduli Sehat Jiwa yang lepas pasung sudah 35 orang. Yang pemda punya saya belum dapat datanya," beber Markus.

Belum lama ini KKI Manggarai Timur menerima informasi 3 orang ODGJ di Manggarai Timur meninggal dalam kondisi masih dipasung.

"Ini kabar yang sangat menyakitkan. Tiga ODGJ meninggal masih dalam posisi dipasung," sebut Markus.

Kurangnya informasi kesehatan jiwa 

Penanganan ODGJ di daerah yang tak memiliki rumah sakit jiwa amat memilukan dan banyak tantangan. Paling sering keluarga mengaku terpaksa memasung anggota keluarga mereka yang terkena gangguan jiwa karena minimnya informasi seputar layanan perawatan ODGJ.

Realitas semacam itulah yang diperangi kelompok peduli ODGJ seperti KKI peduli kesehatan jiwa. Markus dan rekannya tidak larut menyalahkan siapa-siapa. Dia lekas mendekati Pemda Manggarai Timur untuk bersama-sama 'turun gunung' melepas pasung ODGJ.

Dalam perjalananannya, KKI mendorong Pemda Manggarai Timur MoU dengan klinik dan Panti Renceng Mose di Ruteng Manggarai. Alhasil, aksi melepas pasung kian menjadi gerakan bersama sampai saat ini.

Kerja sama pelayanan kesehatan jiwa kemudian ditularkan ke kabupaten tetangga, Manggarai dan Manggarai Barat mengenalkan tagline 'kesehatan keluarga berawal dari kesehatan jiwa'.

"Harapannya Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat menjadi 3 kabupaten bebas pasung dan bisa menjadi contoh untuk seluruh kabupaten di Flores," harapnya.

"Ini target fundamental mengikuti target nasional Indonesia bebas pasung. Bisa dibayangkan menjalani hidup dalam pasungan tanpa pengobatan malah memperburuk keadaan dan menyulitkan penanganan nantinya," tambah Markus.

Tantangan

Jika mengulas tantangan, Markus sudah melewati banyak tantangan. Pertama, berhadapan dengan medan-medan yang sulit dijangkau kendaraan sehingga terpaksa jalan kaki sampai belasan kilometer demi menjangkau tempat tinggal para ODGJ.

Tantangan kedua yang cukup serius yakni melawan tradisi di mana masyarakat masih percaya dukun sehingga keluarga ODGJ terus menunggu kesembuhan sampai si dukun kampung lempar handuk.

"Sudah terlanjur percaya  pada pengobatan dukun makanya keluarga menunda membawa keluarga mereka untuk mendapat pelayanan kesehatan jiwa. Saya temukan fakta dukun minta bunuh hewan tolak bala tapi hasilnya nihil malah uang buang percuma untuk bayar si dukun," ungkap Markus.

Ribuan ODGJ

Bruder John Baptista, FC selaku pimpinan Panti Kesehatan Jiwa Renceng Mose menyebut lebih dari 4000 ODGJ di Flores yang belum mendapat pelayanan kesehatan.

"Yang sudah kami catat pada 17 April 2023 itu ada 4.309 ODGJ se- daratan Flores. Dari angka tersebut yang dirawat di Rencen Mose mayoritas ODGJ asal Manggarai meskipun selama 9 tahun beroperasi Renceng Mose juga melayani pasien dari Kupang, Flores maupun dari luar NTT," beber Br. John Baptista.

"Sedangkan data ODGJ yang masih dipasung tahun 2023 di Manggarai ada 42 yang dipasung, Manggarai Barat 51 orang. Manggarai Timur relatif lebih sedikit karena gerakan bebas pasung duluan di Manggarai Timur," ungkap rohaniwan Katolik itu.

Beroperasi sejak 27 September 2014, Klinik dan Panti Renceng Mose mencatat temuan mereka di mana individu yang terkena gangguan jiwa bisa karena beberapa faktor. Terbanyak berawal dari stres karena tekanan ekonomi, adapula pengidap masih remaja karena mengalami perundungan di sekolah.

"Kenapa sih mereka sampai mengalami gangguan jiwa karena ada banyak faktor, faktor keturunan ada yang karena masalah pekerjaan ada yang waktu itu masih sekolah di-bully, ada akibat penggunaan narkotika, terus ada masalah ekonomi dan masalah rumah tangga.  Kalau yang korban bully disekolah sudah sembuh. Selama sakit di rumahnya dia lebih banyak bersembunyi di kamar mandi tidak mau keluar dari rumah," tutur Bruder John.

Dia bersyukur, keberadaan teman-teman KKI seperti Markus Makur dkk selama ini bak energi besar dalam giat bebas pasung bersama panti Renceng Mose.

"Alhasil ada ratusan pengidap ODGJ yang kami lepas dari pasungan dan Puji Tuhan para klien kami (ODGJ) yang pulih sudah kembali ke keluarga masing-masing dan menjalani kehidupan normal. Mereka kembali bertani dan beternak ada juga yang usaha hortikultura. Kami tekankan ke keluarga mereka agar rutin mengambil obat ke puskesmas terdekat," tutup Br. John Baptista menambahkan.

MoU dengan Pemda

Menyusul Manggarai Timur yang teken MoU lebih dahulu, Pemda Manggarai juga telah menandatangani nota kesepahaman penanganan ODGJ. 

Misi peniadaan pemasungan ODGJ nampak terlihat hasilnya setelah Pemda Manggarai kemudian menandatangani MoU dengan Panti Renceng Mose pada 2023 ini.

Mulai tahun 2023 ini Pemda Manggarai mulai mengalokasikan anggaran khusus membiayai perawatan para ODGJ di Renceng Mose sampai pulih.

"Untuk Pemda Manggarai sudah sangat gencar tahun ini kami banyak lepas pasung setelah MoU itu. Yang masih ada 3 orang yang lain sudah pulang. Yang di sini masih 1 yang lumpuh. Kejiwaannya sudah stabil masih butuh waktu untuk memulihkan kesehatannya mengingat dia ini postur tinggi besar tapi tungkai kaki mengecil seperti orang polio," terang Br. John Baptista. (Jo Kenaru/NTT)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya