4 Warga Sulsel Jadi Korban Perdagangan Orang, Dipaksa Jadi PSK di Malaysia

Kepala BP3MI Kalbar Fadzar Allimin berbincang dengan 4 orang korban TPPO.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Destriadi Yunas Jumasani (Pontianak)

Pontianak – Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali menyasar Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditempatkan ke Malaysia.

Usai Masalah Rem Kini Viral Gardan Belakang Mobil Omoda 5 Patah, Chery Lakukan Investigasi

Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran (BP3MI) Kalimantan Barat memulangkan 3 remaja putri di bawah umur dan 1 wanita dewasa yang dijadikan pekerja seks komersial (PSK) di Malaysia.

"Keempatnya sudah berada di shelter BP3MI Pontianak sembari menunggu untuk dipulangkan ke kampung halaman mereka di Makassar, Sulawesi Selatan," ujar Kepala BP3MI Kalimantan Barat Fadzar Allimin, Sabtu 11 November 2023.

Istri Dituduh Korupsi, PM Spanyol Bakal Umumkan Putusan Pengunduran Dirinya Hari Ini

Pemulangan ini berawal dari BP3MI yang mendapat informasi adanya deportasi oleh Pemerintah Malaysia terhadap 3 remaja dan 1 wanita dewasa.
"Setelah kita periksa keempatnya terindikasi menjadi korban TPPO," katanya.

Kepala BP3MI Kalbar Fadzar Allimin berbincang dengan 4 orang korban TPPO.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Destriadi Yunas Jumasani (Pontianak)
Selena Gomez Pilih Rehat dari Sosial Media, Ternyata Ini Alasannya

Adapun tiga anak yang menjadi korban yaitu S asal Kota Makasar, SR asal Gowa, dan MS asal Makasar, lalu wanita dewasa yakni PA asal Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).

Setelah pemeriksaan petugas, mereka mengaku telah menjadi korban eksploitasi seksual dengan dipekerjakan menjadi tukang pijat plus-plus. "Padahal mereka sebelumnya dijanjikan bekerja sebagai pelayanan toko," ujarnya.

Keempatnya diketahui direkrut dari Kota Makassar oleh seorang wanita yang dikenalnya melalui Facebook. Wanita itu menjanjikan kepada para korban untuk bekerja di Malaysia tanpa biaya, dan tanpa paspor untuk bekerja di Malaysia dengan upah sekitar 3.000 Ringgit Malaysia.

"Mereka datang dari Makassar ke Pontianak dengan pesawat, dilanjutkan perjalanan darat ke Entikong untuk masuk melalui jalur tidak resmi," ujarnya.

Sementara itu, satu di antara korban berinisial S (16) menceritakan dirinya terbujuk dengan ajakan pelaku karena ingin membantu ibunya.

Bertekad ingin membantu ekonomi keluarga, S yang tinggal bersama ibunya tanpa ayah lantas nekat berangkat ke Malaysia tanpa pamit dengan ibunya.

"Sebelum berangkat saya bilang, tidak punya paspor, dia bilang tidak apa-apa, nanti paspor dihitung di belakang, katanya kerja di rumah makan tetapi nyatanya kami kerja di panti pijat plus-plus," ujarnya.

Selama di Serawak, Malaysia, mereka dipekerjakan di sebuah tempat berinisial GL yang diduga menjadi tempat prostitusi berkedok panti pijat.

"Kemarin berangkat bulan Agustus 2023, kagetlah tahunya tempat pijat bukan toko, tapi kami tidak bisa kabur," katanya.

S mengaku mereka sempat menolak bekerja untuk melayani pria hidung belang, namun mereka dikurung dan tidak mendapatkan makan dan minum selama 2 hari.

Tak tahan dengan perlakuan kasar, serta merasa lapar dan haus akhirnya mereka terpaksa menyanggupi untuk mengikuti perintah bos dan melayani tamu.

"Kami dibilang punya hutang kepada bos sebesar 10 ribu ringgit, utang itu dihitung dari biaya akomodasi kedatangan dari Indonesia hingga ke lokasi," tuturnya.

Untuk membayar utang tersebut, mereka harus bekerja dan hanya menerima bayaran 90 Ringgit dari 250 Ringgit yang dibayarkan tamu. "90 ringgit itu dibayarkan ke bos untuk cicilan pembayaran utang," katanya.

Sehingga, selama 2 bulan mereka melayani tamu, mereka tidak menerima hasil sama sekali. Padahal dalam satu hari mereka harus melayani 5 hingga 7 tamu.

Mereka tidak hanya sekedar untuk memberikan pelayanan pijit terhadap tamu, mereka juga harus melakukan hubungan seks bahkan kerap menerima perlakukan kasar dari tamu. "Ditampar, dijambak," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya