Hakim Agung: PK Boleh Diajukan Lebih dari Satu Kali

Polisi berjaga di depan gedung Mahkamah Konstitusi MK
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside

VIVAnews - Mahkamah Konstitusi memutuskan Peninjauan Kembali (PK) dapat diajukan lebih dari sekali. Namun, Mahkamah Agung adalah pengendali putusan dalam setiap perkara di pengadilan.

MA menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang PK yang hanya boleh dilakukan satu kali. Kondisi ini tentu menjadi persoalan, karena MK mengeluarkan putusan nomor 34/PUU-XI/2013 yang membatalkan Pasal 268 ayat 3 KUHAP yang mengatur PK hanya dapat dilakukan satu kali.

"PK boleh sekali seperti MA, tetapi sebelum PK itu diputus. Kalau ada pengajuan lagi, maka harus boleh diterima sebagai bagian dari tambahan PK yang lama. Jadi, satu setengah kali. Tetapi, lebih dari sekali," kata Hakim Agung Gayus Lumbuun saat dihubungi VIVAnews, Rabu 14 Januari 2015.

Menurut Gayus, konsep itu dapat mempertemukan dua kutub paham yang sangat jauh berbeda. Penghubungnya adalah melalui mekanisme, PK hanya sekali, tetapi apabila ada novum (bukti baru) sebelum PK pertama diputus, maka pengajuan masih boleh dipertimbangkan.

"Ini solusi yang paling baik," ujarnya.

Gayus menekankan, jalan tengah yang ia usulkan menitikberatkan pada waktu. Sebelum PK pertama diputus, maka pengajuan boleh dimasukkan, karena bukan PK kedua.

"Karena nggak mungkin putusan pengadilan yang satu belum putus timbul yang kedua. Misalnya, PK ini belum putus, PK baru muncul sebelum putus nggak boleh itu," tuturnya.

"Maka saya sebut sebagai, kalau dalam perkara biasa bukti tambahan. Tapi ini bukan bukti tambahan, melainkan memori baru PK. Jadi, artinya PK belum putus tapi ada novum," katanya lagi.

Gayus menjelaskan, semua pengadilan berprinsip, PK tidak boleh diajukan dua kali. Untuk itu, memori baru PK boleh diajukan lagi, ketika PK pertama belum habis waktu putusannya.

"Istilahnya, nomernya tidak boleh nomer baru. Kalau nomer baru itu melanggar. Nomernya masih nomer lama," ujarnya.

Tokoh yang pernah menjadi Ketua Badan Kehormatan DPR itu mengusulkan, agar aturan tersebut tidak diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP), atau Perppu tetapi lewat Peraturan MA (Perma). Sebab, UU Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 8 mengamanatkan adanya Perma apabila ada kekosongan hukum.

Dewan Etik Putuskan 4 Hakim MK Tidak Melanggar

Baca juga:





KY: Indonesia Krisis Hakim

(asp)

Sengketa Pilkada Tanah Datar Dinilai Tak Berdasar

Hakim MK nilai pemohon sengketa Pilkada Tanah Datar banyak berasumsi

img_title
VIVA.co.id
11 Januari 2016