KPU Sebut e-Voting Belum Bisa Diterapkan di Pemilu 2024, Ini Alasannya

Ilustrasi warga mengikuti pemungutan suara ulang pemilihan umum (Pemilu) 2019 di TPS 27 Kelurahan Jenetallasa, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

VIVA – Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menjelaskan alasan KPU belum bisa menerapkan e-voting pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Pertama, terang Raka, hingga saat ini belum ada landasan hukum yang mengatur soal e-voting. 

DPR Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju Pilkada 2024

"E-voting di Pemilu Serentak 2024 termasuk Pilkada juga belum memungkinkan karena masalah aspek regulasi" kata Raka saat dihubungi awak media, Jumat, 25 Maret 2022.

Raka lebih jauh mengatakan, penggunaan e-voting harus diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pasalnya, kata dia, pemungutan suara merupakan inti terpenting dari pemilu sehingga harus diatur secara jelas dalam UU Pemilu atau UU Pilkada.

Anggota DPR PDIP Usul KPU Legalkan Money Politics

"Penyederhanaan pemilu harus diatur dalam UU, apalagi ini menyangkut inti pemilu, pemungutan suara yang kemudian berkaitan dengan penghitungan dan rekapitulasi suara," ujarnya.

Kendala kedua, ungkap Raka, adalah persiapan kapasitas SDM penyelenggara pemilu dari tingkat pusat hingga daerah termasuk panitia ad hoc yang berada di garda terdepan proses pemungutan suara. 

KPU Sebut Jumlah Pemilih per TPS di Pilkada 2024 Maksimal 600 Orang

Menurut Raka, penggunaan teknologi informasi harus diiringi dengan peningkatan kapasitas SDM sehingga tidak gagap dan bermasalah dalam pemanfaatan teknologi.

Kendala ketiga, Raka mengatakan yakni infrastruktur informasi teknologi yang belum merata di seluruh Indonesia. Apalagi, kata dia, kondisi geografis Indonesia yang berbeda dan daerah yang sangat luas.

"Indonesia adalah negara yang sangat luas dan kompleksitas tata kelola Pemilu di lapangan juga tidak bisa dianggap ringan, meskipun secara umum selama ini sudah berjalan baik. Jadi, dari aspek regulasi, SDM dan infrastruktur teknologi belum memungkinkan penerapan e-voting," ujarnya.

Menurut Raka, sebenarnya pemungutan suara atau vote di Indonesia tidak terlalu bermasalah. Bahkan, kata Raka, pemungutan suara manual (langsung ke TPS) di Indonesia, berdasarkan penilaian sejumlah lembaga dan para pakar, merupakan pemungutan suara terbaik di dunia.

"Pemungutan suara langsung yang dilakukan di Indonesia dan kemudian bisa dilihat oleh masyarakat secara luas, itu adalah praktek pemilu terbaik di dunia. Jadi, bagaimana masyarakat hadir langsung melalui proses pemungutan suara di TPS, lalu mereka menggunakan hak pilihnya sesuai dengan asas luber dan jurdil, ini adalah bentuk partisipasi konkret warga negara pemilih menggunakan hak pilihnya," kata Raka.

Labih lanjut diungkapkan Raka, yang sedang dikembangkan KPU dan urgen adalah penghitungan dan rekapitulasi elektronik atau sirekap. 

Menurut dia, sirekap akan memudahkan petugas adhoc seperti KPPS di lapangan untuk melakukan penghitungan rekapitulasi. 

Dengan demikian, kata Raka, penghitungan dan rekapitulasi bisa berlangsung cepat dan tidak membebani KPPS yang pada Pemilu 2019 banyak terkena musibah.

"Kendala sirekap selama ini, selain memang perlu optimalisasi aplikasi sirekap itu sendiri dan persiapan yang matang terkait SDM, fakta di lapangan dukungan jaringan IT itu yang belum memungkinkan di seluruh wilayah Indonesia. Ini masih ada sejumlah wilayah, desa, atau kampung atau kelurahan yang memang belum ada akses internet," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya