Muncul Pro Kontra soal Gibran Potensial Maju Jadi Ketum Golkar, Qodari Bilang Begini

Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari dalam Pemaparan Hasil Survei
Sumber :
  • VIVA/ Yeni Lestari

Jakarta – Baru-baru ini muncul pro dan kontra mengenai wacana putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka maju menjadi Ketua Umum Golkar. Banyak yang setuju dan tak sedikit juga yang menilai Gibran belum memiliki pengalaman yang cukup untuk memimpin partai sebesar Golkar.

Khofifah Klaim Dapat Dukungan 4 Parpol untuk Maju Pilgub Jatim

Namun Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari memiliki pandangan yang berbeda. Qodari meyakini Wali Kota Solo itu mampu memimpin Partai Golkar. Qodari mengingatkan kepada elite politik agar tidak mengulangi kesalahan yang sama di Pilpres 2024.

“Saya kira elite politik jangan menganggap enteng Mas Gibran ya, elite politik jangan mengulangi kesalahan menjelang Pilpres 2024 di mana banyak elite politik yang meragukan kemampuan Gibran," kata M. Qodari kepada wartawan, Minggu, 17 Maret 2024.

Gus Yahya Sebut Prabowo-Gibran Bagian dari Keluarga Besar NU

Golkar Dukung Gibran Rakabuming Raka Jadi Cawapres Prabowo

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Dalam berdebat misalnya, jadi saya kira harus belajar dari pengalaman itu agar jangan terlalu prasangka terhadap kemampuan Gibran,” tambahnya.

Golkar Tetap Optimis Meski Elektabilitas Ahmed Zaki Masih Rendah di Bursa Cagub DKI

Dikatakan Qodari, bercermin dari Pilpres 2024 sesungguhnya ia melihat sosok Gibran memiliki kemampuan di atas yang orang bayangkan. Sehingga dalam konteks itu, ia meyakini jika diberikan kesempatan Gibran juga akan mampu menjalankan organisasi partai Golkar.

Tentu dalam perjalanannya, kata Qodari, Gibran bisa memaksimalkan tim yang solid dan kuat untuk menjalankan roda organisasi. 

“Menurut saya Gibran tetap bisa dibantu oleh tim dalam mengelola Partai Golkar nanti, jadi saya melihat Gibran ini sangat bisa menjalankan Partai Golkar apalagi kalau dibantu oleh tim yang kuat bisa juga nanti dibantu dengan katakanlah misalnya ketua harian tapi itu semua sifatnya teknis,” ucapnya.

Selanjutnya, Qodari melihat dari sisi usia Gibran yang pada pada 1 Oktober 2024 nanti menginjak usia 37 sudah masuk kategori usia yang matang. Jika berkaca dari pengalaman pemimpin di luar negeri, pada usia tersebut sudah mampu mengemban jabatan sebagai perdana menteri ataupun pemimpin partai politik.

Gibran juga dinilai sudah sukses menjalankan uji publik dalam kontestasi Pilpres 2024 dan meskipun masih sementara hasil rekapitulasi KPU, tetapi sudah berhasil meraih kemenangan di angka 58 persen. 

“Kalau dia jadi wakil presiden, mengapa dia tidak bisa menjadi ketua umum Golkar? Menurut saya itu asumsi yang salah,” tegasnya.

Lanjut Qodari, dari sekian nama tokoh Golkar yang tampil di bursa calon ketua umum, Gibran memiliki semangat untuk menampilkan wajah Golkar lebih segar dan tampil kekinian. 

Sebab, energi muda yang dimiliki Gibran sangat dibutuhkan Partai Golkar untuk memenangkan peta elektoral di masa depan dan regenerasi kepemimpinan menjadi syarat agar Golkar bisa tetap tampil sebagai partai besar. 

Gibran juga menurutnya sudah terbukti mampu menarik suara anak-anak muda gen Z dan milenial sebagaimana temuan hasil survei dan exit poll Pilpres 2024. "Saya melihat ini sebagai potensi suara bagi Partai Golkar dalam pemilu yang akan datang,” sambungnya.

Qodari menilai ke depan Golkar perlu meraih pemilih-pemilih baru khususnya dari kalangan muda, salah satu caranya adalah menjadikan Gibran sebagai ketua umum yang akan menjadi representasi dan jembatan antara Golkar dan pemilih baru.

“Gibran ini karena masih sangat muda maka saya melihat 10 bahkan 15 tahun ke depan dia masih sangat-sangat relevan untuk Partai Golkar dan untuk masa depan Indonesia,” ujar Qodari.

Terkait adanya aturan AD/ART Golkar yang berpotensi menjadi batu sandungan Gibran, bagi Qodari, konstitusi di Partai Golkar dapat diubah atau direvisi saat Musyawarah Nasional (Munas) berlangsung, karena itu ia menyarankan AD/ART harus disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi terkini.

“Menurut saya semuanya bisa dikembalikan kepada Munas, kalau Munas dan peserta Munas menghendaki Gibran untuk menjadi ketua umum saya kira ada AD/ART bisa ditulis ulang atau direvisi sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi dan mempertimbangkan masa depan Partai Golkar,” paparnya.

Suasana pembukaan Munas Golkar 2019 di Jakarta

Photo :
  • VIVAnews/Anwar Sadat

Qodari menjelaskan, organisasi tidak akan berkembang jika tidak mengikuti arus perkembangan zaman, ia menilai salah kaprah jika organisasi menyesuaikan dengan AD/ART, justru AD/ART yang harus menyesuaikan dengan kebutuhan organisasi.

“Jadi forum tertinggi institusi tertinggi di Golkar itu bukan AD/ART tetapi Munas, Munas bisa mengubah AD/ART di mana dan bilamana perlu termasuk soal syarat-syarat ketua umum,” pungkas Qodari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya