Kapten Vincent Bicara Mengenai Usia Pesawat sampai Critical Face

Pilot Vincent Raditya unggah video analisa pesawat tua SJ-182
Sumber :
  • YouTube Vincent Raditya

VIVA – Indonesia tengah berduka. Sabtu 9 Januari 2021, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak mengalami kecelakaan di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Insiden jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 ini dikaitkan dengan usia pesawat tersebut.

Manajemen Sriwijaya Air Buka Suara soal Pendirinya Jadi Tersangka Korupsi Timah

Belakangan informasi yang beredar usia pesawat Sriwijaya yang mengalami kecelakaan Sabtu lalu telah berusia 26 tahun. Lantas apa benar pesawat berusia tua lebih berbahaya jika masih beroperasional? 

Terkait hal ini Kapten Pilot Vincent Raditya angkat bicara melalui akun YouTube Atta Halilintar. Dijelaskan oleh Vincent setiap pesawat itu selalu melakukan pemeliharaan jika diketahui terdapat masalah. 

Ramai Kasus Flu Singapura, Seberapa Fatal Jika Menyerang Anak-anak?

"Mesti tanya dulu bagaimana maintenance-nya. Kalau pesawat ini rusak ganti parts, setiap ribu jam mesinnya di over holds (turun mesin dicek semuanya) selalu fresh mesinnya. Ada teknologi baru misalnya GPS mereka ikutin. Jadi selalu update," jelas kapten Vincent

Selain itu, Vincent menjelaskan setiap pesawat yang didaftarkan di maskapai, baik berjadwal atau tidak. Pesawat itu harus melakukan parameter dan maintenance yang sesuai dengan pesawat itu.

WASPADA! Flu Singapura Ancam Anak-Anak: Kenali Gejala dan Cara Penanganannya

Dia juga menyebut beberapa negara bahkan ada yang menggunakan pesawat usia tua. Bahkan kata dia, pesawat berusia 80 hingga 90 tahun masih bisa dioperasionalkan. 

"Seluruh dunia banyak pesawat tua. 80, 90 masih bisa terbang. Pesawat dibuat untuk terbang jadi gak jadi masalah, saya percaya meski pesawat itu tua tetap bisa diterbangkan. Pesawat yang ada di museumpun kalau dipasang mesin bisa terbang, cuman aman atau tidak" kata Vincent.

Menjadi pembelajaran di dunia penerbangan

Vincent Raditya menjelaskan setiap insiden pesawat jatuh bisa menjadi bahan pembelajaran dari penyebab jatuhnya pesawat. Sehingga ke depannya dalam penerbangan selanjutnya khususnya pilot sepertinya dapat lebih waspada.

"Seorang pilot itu kita ingin tau belajar cari tau tentang pesawat. Setiap pesawat jatuh itu memang ada manfaat untuk berikutnya. Kita ada sampai saat ini itu, karena mungkin jatuhnya pesawat dahulu," ujarnya.

Vincent juga menyebut insiden kecelakaan pesawat yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya menjadi salah satu alasan dirinya masih bertahan hingga saat ini. 

"Kita ada sampai saat ini itu, karena mungkin jatuhnya pesawat dahulu. Setiap peraturan yang ada di penerbangan dibuat dengan darah manusia. Sehingga sekarang kita bisa terbang dengan statistik kecelakaan terbang cukup kecil karena itu, sedikit demi sedikit setiap kali ada masalah diperbaiki jangan sampai ada seperti itu lagi," kata Vincent.

Mengingatkan pada insiden Boeing 737

Vincent menjelaskan, insiden Sriwijaya SJ 182 mengingatkannya pada kecelakaan Boeing 737. Pesawat tersebut jatuh akibat rudder Power Control Unit (PCU) yang bermasalah. Sehinga menyebabkan pesawat itu terbalik. Dijelaskan Vincent, PCU berfungsi untuk mengendalikan fight control service

"PCU ini istilahnya seperti power steering, jadi setir ke power sterring baru ke radar. Tapi power steering ngaco, kalau ini nyangkut, jump dan nyangkut dan bisa droll. Itu dulu boeing 737," jelas dia.

Di sisi lain, Vincent juga menjelaskan bahwa kejadian pada pesawat Boeing 737 itu tidak bisa dikatakan sama seperti yang terjadi pada pesawat Sriwijaya SJ 182. 

"Jadi kemungkinan belum tentu ini. Tapi kalau dilihat dari karakteristik mirip menyerupai tapi sekali lagi ga bisa ngomong karena tidak ada data," jelas dia.

Mengenal isitilah critical face 

Dalam perbincangan antara Vincent Raditya dan Atta Halilintar juga menyinggung terkait critical face. Critical face, dijelaskan Vincent sebagai critical momen dimana cenderung terjadinya kejadian kecelakaan di ketinggian 0 hingga 10 ribu kaki. Sehingga, menurutnya pada ketinggian 0 hingga 10 ribu setiap penumpang dan awak kabin harus terus menggunakan self belt

"Makanya self belt-nya on dari taxi sampai take off di 10 ribu self belt-nya on. Karena kita menjaga semua orang dalam posisi siap untuk evakuasi, siap untuk situasi emergency siap untuk apapun. Semua orang enggak boleh dalam keadaan ngomong di bawah 10.000 kaki bahkan saya dengan co pilot enggak boleh bercanda enggak penting," jelas Vincent.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya