Studi Terbaru Sebut Tak Ada Kaitan Vaksin MR dengan Autisme

Ilustrasi pemberian vaksinasi.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

VIVA – Salah satu alasan penolakan terhadap vaksin campak dan rubella (MR) adalah adanya anggapan bahwa vaksin ini bisa membuat anak menjadi autis. Namun, sebuah studi terbaru membantah dan mengatakan bahwa (MR) tidak terkait dengan peningkatan risiko autisme, bahkan di antara anak-anak yang berisiko tinggi yang memiliki saudara kandung dengan gangguan tersebut.

Hari Kesadaran Autisme Sedunia, Gimana Cara Tunjukkan Kepedulian?

Kekhawatiran tentang kaitan antara vaksin MR dan autisme telah berlangsung selama dua dekade. Ini bermula pada sebuah makalah tahun 1998 yang kontroversial yang menyatakan ada hubungan langsung antara vaksin MR dan autisme.

Meskipun penelitian selanjutnya menyatakan vaksin MR tidak ada kaitannya dengan autisme, kekhawatiran tentang risiko tersebut sangat membebani orangtua di beberapa masyarakat di berbagai belahan dunia. Hal ini membuat tingkat vaksinasi menjadi rendah sehingga gagal mencegah serentetan wabah campak.

5 Rekomendasi Permainan, Bisa Tingkatkan Motorik Kasar dan Halus Anak Berkebutuhan Khusus

Dalam studi saat ini, para peneliti memeriksa data pada 657.461 anak-anak. Selama waktu ini, 6.517 anak-anak didiagnosis menderita autisme. Dari studi itu, anak-anak yang menerima vaksin MR memiliki risiko tujuh persen lebih kecil untuk mengembangkan autisme daripada anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi, kata para peneliti dalam Annals of Internal Medicine.

"Orangtua tidak boleh melewatkan vaksin karena takut akan autisme. Bahaya tidak memvaksinasi termasuk meningkatnya campak yang kita lihat tanda-tandanya hari ini dalam bentuk wabah," kata ketua penulis penelitian Dr. Anders Hviid dari Statens Serum Institute di Copenhagen, Denmark, dikutip dari Reuters, Rabu, 6 Maret 2019.

Melawan Stigma Buruk Autisme di Indonesia

Campak adalah virus yang sangat menular yang bisa berakibat fatal. Ini dimulai dengan demam yang dapat berlangsung beberapa hari, diikuti oleh batuk, pilek dan mata merah muda.

Ruam muncul di wajah dan leher dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Dalam kasus yang parah, bisa menyebabkan pneumonia dan ensefalitis, peradangan otak dan dapat berkembang.

Meski demikian, penelitian ini bukan eksperimen terkontrol yang dirancang untuk membuktikan apakah atau bagaimana vaksin dapat menyebabkan autisme.

Kelemahan lain adalah potensi bagi beberapa anak untuk menderita autisme yang tidak terdiagnosis sebelum mendapatkan vaksin MR. Hal ini dapat membuat vaksin MR tampak terkait dengan autisme meski sebenarnya tidak memiliki kaitan apa pun.

Namun, penelitian ini menambah banyak bukti yang menunjukkan bahwa vaksin tidak menyebabkan autisme. Demikian menurut Dr. Saad Omer dari Emory University di Atlanta. (zho)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya