Kemenkes: Imunisasi Upaya Cegah Kematian dan Kecacatan Anak

Ilustrasi vaksinasi anak.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Adi Suparman (Bandung)

VIVA Lifestyle – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan bahwa imunisasi merupakan hak anak Indonesia yang patut diberikan oleh tiap orang tua. Sebab, kelalaian dengan absen pemberian vaksin pada anak dapat berdampak buruk, seperti kasus Polio yang mulai muncul di sejumlah daerah di Indonesia.

Arab Saudi Gandeng Bill Gates Berikan Vaksin Polio pada Jemaah Haji

Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof.Dr.dr. Hartono Gunardi, Sp.A (K) menegaskan bahwa pemberian imunisasi sebenarnya cara paling mudah untuk mencegah penyakit menular, seperti polio dan cacar. Sayangnya, pemberian imunisasi tersebut kerap terkendala sejumlah hal yang kini memicunya mewabah.

"KLB polio di Aceh menjalar ke Purwakarta. Perlu waspadai ini polio. Satu kasus di Purwakarta maka ada 3,9 juta balita yang harus diimunisasi di Jawa Barat. Polio ini sebenarnya penyakit kedua setelah cacar yang dapat dieradikasi (dimusnahkan)," terang Prof Hartono dalam rangka Pekan Imunisasi Dunia 2023, GSK berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), di Jakarta, Senin 8 Mei 2023.

Penyakit Menular Arbovirosis Jadi Ancaman Baru, Menkes Budi: Lakukan 5 Hal Ini untuk Menanganinya

Sentra Vaksin ANTV tvOne/ilustrasi vaksin anak.

Photo :
  • ANTV

Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI dr. Prima Yosephine MKM, menambahkan bahwa cakupan imunisasi sempat menurun karena Pandemi COVID-19. Sayangnya, kini penyakit-penyakit menular justru semakin meluas seperti polio dan cacar yang dapat membahayakan jiwa anak-anak generasi muda.

WHO: Imunisasi Global Menyelamatkan 154 Juta Jiwa Selama 50 Tahun Terakhir

"Imunisasi mampu jadi salah satu upaya untuk turunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan yang timbul oleh penyakit-penyakit yang bisa dicegah oleh vaksinasi," imbuhnya di kesempatan yang sama.

Kini diakui Prima, pandemi COVID-19 yang semakin terkendali dapat dioptimalkan untuk mengejar kegiatan-kegiatan kesehatan lain, termasuk vaksinasi anak. Terlebih, pandemi COVID-19 sudah dicabut status kegawatdaruratannya yang mana artinya masyarakat semakin sering berkumpul dan risiko penyakit semakin besar pada anak.

"Peer kita akibat pandemi 2 tahun kemarin pada 2020-2021 di puncak COVID-19 harus diselesaikan. Kaitan imunisasi banyak anak Indonesia yang tidak bisa dapat layanan," tuturnya.

Cakupan Imunisasi Nasional Meningkat

Sebelumnya diberitakan, cakupan imunisasi rutin lengkap nasional perlahan kembali meningkat pasca pandemi COVID-19. Kini sekitar 94,9 persen anak-anak Indonesia telah diimunisasi. Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin mengatakan saat ini pemerintah terus menggenjot cakupan imunisasi di seluruh pelosok Indonesia.

Vaksinasi anak usia 6-11 tahun. (Foto ilustrasi)

Photo :
  • tvOne/ Teguh Joko Sutrisno

“Selamat dan terima kasih karena berhasil meningkatkan kembali cakupan imunisasi dari 84% di tahun 2019 ke 94,9% di tahun 2022. Saya beri nilai bagus, namun ini belum cukup,” kata Menkes saat menghadiri puncak peringatan Pekan Imunisasi Dunia (PID) tahun 2023.

Sebab, masih ada sekitar 5 persen atau 240.000 anak-anak Indonesia yang belum mendapatkan perlindungan tambahan dari imunisasi dasar lengkap. Artinya mereka masih berisiko tinggi terkena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

"Lima persen itu masih banyak, kalau kita turun sampai targetnya WHO yakni 99 persen artinya masih ada 1 persen atau 48.000 anak yang berisiko tinggi, kalau 99,9 persen masih ada 4800 anak. Itu kenapa belum sempurna, paling bagus cakupan imunisasi harus mencapai 100 persen,” tegas Menkes.

Menkes menilai percepatan imunisasi perlu dilakukan terutama di Daerah Terluar DTPK serta di daerah-daerah yang cakupan imunisasinya masih rendah. Menurut Menkes, implementasinya perlu difokuskan pada dua hal.

Pertama, meningkatkan pengetahuan masyarakat utamanya ibu hamil akan pentingnya perilaku promotif preventif melalui pemberian imunisasi rutin lengkap pada anak.

"Jangan buat Imunisasi sebagai program yang eksklusif, harus menjadi gerakan yang sifatnya inklusif. Supaya kepemilikannya ada di seluruh ibu-ibu Indonesia. Bukan kepada gubernur atau bupati tetapi kepada seluruh ibu hamil di Indonesia. Yang dia akan merasa bersalah kalau anaknya tidak di imunisasi. Kalau kita bisa mengedukasi dan meyakinkan ibu-ibu, ini akan menjadi gerakan yang sukses,” jelas Menkes.

Kedua, memeratakan cakupan imunisasi di seluruh pelosok Tanah Air. Logistik imunisasi harus bisa terdistribusi di kurang lebih 7000 pulau di Indonesia.

“Tugas kita memeratakan pelayanan kesehatan untuk semua masyarakat, tua atau muda, kaya atau miskin. Prinsip kesetaraan itu harus ada. Kita sebagai negara kepulauan, ini tidak mudah. Kita yakin dengan kebersamaan bisa melakukannya,” harap Menkes.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya