Pakar Ungkap Risiko Paparan COVID-19 di Tengah Polusi Udara Buruk

Ilustrasi COVID-19/virus corona
Sumber :
  • Pixabay/Tumisu

JAKARTA – Kasus COVID-19 yang sudah mereda membuat masyarakat sudah serta merta melepas masker sebagai perlindungan diri. Akan tetapi, pakar justru kembali mengimbau agar pemakaian masker rutin dilakukan lantaran bahaya polusi udara buruk bisa mengintai.

Belum Mampu Atasi Banjir dan Macet di DKI, SPJ beri Rapor Merah Kinerja Heru Budi

Hal itu dipaparkan oleh pakar paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dr dr Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K) yang menegaskan bahwa paparan polusi udara buruk dalam jangka panjang bisa mengakibatkan bahaya pada sistem pernapasan. Apalagi, risiko paparan COVID-19 sendiri juga masih tetap ada dengan mutasi-mutasi baru.

Ilustrasi COVID-19/Virus Corona.

Photo :
  • pexels/Edward Jenner
Sempat Hilang Kesadaran Akibat Sepsis, Chicco Jerikho Ngerasa Dikasih Kesempatan Kedua

"Negara-negara perlu memperkuat surveilens dan tahu tren penyakit seperti apa. Surveilens untuk COVID-19 sudah marak dilakukan untuk cek pemeriksaan varian. Di Indonesia, kita dominan varian AB4 dan AB5, kita tetap perlu melihat tren mutasi seperti apa," ujar Erlina Burhan pada webinar Sadari, Siaga, Solusi Terhadap Mutasi Virus Pada Masa Endemi COVID-19, beberapa waktu lalu.

Di samping itu, paparan polusi udara buruk yang mengintai juga tak bisa disepelekan. Masyarakat patut mencatat kualitas udara sebelum keluar rumah agar membatasi paparan polutan. Sebab, paparan polusi udara itu dapat menurunkan imunitas yang akhirnya berisiko pada kerentanan tubuh terhadap infeksi penyakit.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

"Kalau terpaksa harus keluar rumah walau monitoring menunjukkan merah atau ungu, sebentar saja karena durasi paparan memengaruhi dampak yang terjadi," imbuh Erlina Burhan.

Selain memeriksa kualitas udara, masyarakat dianjurkan tetap melindungi dengan dari dampak polusi dan COVID-19 sekaligus dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Serta, pemakaian masker sebagai alat pelindung diri termudah. 

"Apalagi kalau kita tahu dari data yang cukup tinggi PM 2.5 yang ukurannya sangat kecil mungkin dianjurkan pakai masker respirator atau N95," kata Erlina.

Sebab, dampak dari paparan polusi udara buruk dan infeksi COVID-19 itu bisa berisiko pada penyakit paru dan jantung. Maka, hal itu dapat dikendalikan dengan upaya sederhana namun manfaatnya terasa dalam jangka panjang.

Polusi Udara di Jakarta.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Alhamdulillah COVID-19 terkendali tetapi tetaplah PHBS, dengan adanya polusi udara kita kembali lagi pakai masker kan sudah terbiasa tiga tahun pakai masker. Sekarang orang senang pakai masker, kelihatan lebih muda," jelasnya.

Senada, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof drh Wiku Bakti Bawono Adisasmito, M.Sc., PhD, setuju dengan pemakaian masker kembali. Meski COVID-19 sudah menjadi endemi, kini polutan yang mencemari udara bisa terhirup dan membahayakan kesehatan.

Dibanding COVID-19 yang efeknya bisa cepat sekali sehingga menyebabkan seseorang sakit, ini jauh berbeda dengan dampak pencemaran udara. Wiku menjelaskan bahwa dampak polusi udara relatif lebih lama karena polutan perlu masuk ke sirkulasi darah dulu dalam jumlah banyak atau dengan kata lain efeknya jangka panjang.

"Pakai masker saja dan kalau di rumah pastikan debu dan lainnya tidak boleh ada supaya kita selalu terjaga sehat di mana kita berada," tambah Wiku.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya