Anak Orang Kaya Juga Bisa Kena Stunting, Dokter Ungkap Alasannya

Ilustrasi balita.
Sumber :
  • Freepik/rawpixel.com

JAKARTA – Stunting merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia yang kian meningkat dan rentan mengintai anak usia dini. Kerap dianggap sebagai penyakit yang rentan dialami keluarga kurang mampu, siapa sangka ternyata stunting pun turut mengintai anak yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke atas alias orang kaya.

Adipati Dolken Berencana Gak Sekolahkan Anak, Netizen Setuju: Gak Kepake Juga Ilmunya

Dokter spesialis kesehatan anak nutrisi dan penyakit metabolik RS Pondok Indah - Puri Indah, dr. Novitria Dwinanda, Sp. A., mengatakan bahwa masalah gizi di Indonesia termasuk double burden karena terdiri dari stunting dan obesitas. Pada masalah gizi ini, dokter mengatakan bahwa salah satu faktor penyebabnya berasal dari minimnya pengetahuan orangtua terhadap makanan anak. Yuk, scroll untuk info selengkapnya.

"Pengetahuan tidak sama dengan pendidikan. Pengetahuan itu artinya dia paham apa nggak. Makanan yang sehat, dipukul rata untuk makanan anak-anak. Kayak wortel rebus semua sayur rebus-rebusan dikasih ke anak, padahal beda makanan anak dan orang dewasa," terangnya dalam acara media di Jakarta, baru-baru ini. 

Gelombang Panas di Gaza, 2 Anak Palestina Dinyatakan Tewas

Makanan yang direbus memang menyehatkan bagi tubuh, tapi asupan nutrisinya tidak mencukupi kebutuhan anak yang masih di masa tumbuh kembang. Pada dasarnya, anak membutuhkan tiga jenis nutrisi penting di masa tumbuh kembangnya yaitu karbohidrat, protein hewani, dan lemak.

Jawaban Tak Terduga Seorang Anak saat Ditanya Alasan Tak Ingin Punya Adik, Takut Global Warming

"Anak itu butuh karbohidrat, protein hewani dan lemak. Tubuh kita harus masuk itu. Protein nabati mengandung asam amino non esensial yang bisa dibuat sendiri oleh tubuh. Asam amino esensial tidak bisa dan itu harus dicari dari protein hewani dimakan untuk pertumbuhan otak anak," bebernya. 

Sumber nutrisi penting itu, kata dokter Novitria, dimulai sejak anak memulai Makanan Pendamping ASI (MPASI). Dokter Novitria menilai bahwa pengetahuan orangtua akan hal ini tak bisa disamaratakan dengan pendidikan atau pun perekonomian yang dimiliki. Sebab, orangtua yang memiliki pendidikan tinggi atau pun ekonomi menengah ke atas bisa salah kaprah akan pemberian MPASI yang berujung pada kondisi masalah gizi anak yakni stunting.

"Jadi nggak orang kaya, miskin, yang menentukan (masalah gizi) dia bisa beri MPASI benar. MPASI bukan satu jenis lho. Karena komposisinya nggak cukup untuk badan anak kita. Dia harus penuhi semua. Karbohidrat 50 persen, hewani 10-15 persen, lemak 30-40 persen," jelasnya.

Untuk MPASI sendiri, dokter Novitria menjelaskan bahwa pemberiannya dapat mulai diberikan sejak anak usia 6 bulan dan bisa dipercepat pada usia 4 bulan. Namun, pemberian MPASI itu harus memenuhi syarat tanda persiapan makan, salah satunya kepala bisa tegak agar menghindari anak tersedak saat makan.

"Kalau kenaikan berat badan tidak mencukupi, salah satu cara meningkatkannya bisa beri MPASI usia 4 bulan dengan syarat tanda kesiapan sudah ada. Kalau leher belum kuat, khawatir tersedak. Tanda lainnya, ada keinginan makan, lidah tidak terlalu sering menjulur seperti bayi," tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya