- VIVA.co.id/Satria Lubis
VIVA.co.id - Berkunjung ke Kota Medan, Sumatera Utara, belum lengkap rasanya jika tidak mengunjungi kediaman Tjong A Fie. Saudagar kaya raya asal Guandong, China, yang terkenal karena sifat dermawannya kepada masyarakat pribumi.
Nuansa Tionghoa akan langsung menyeruak saat memasuki kediaman Tjong A Fie yang berdiri sejak tahun 1895 itu. Gerbang besar berwarna hijau dengan ornamen ukiran naga dan patung singa menyambut siapa pun yang datang.
Dua lampion besar yang tergantung di depan pintu masuk menjadi ucapan selamat datang di rumah yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Medan itu. Begitu tiba, Anda juga akan langsung disambut senyum hangat gadis berdarah Batak.
Ukiran etnis Melayu yang terdapat di setiap perabot-perabot semakin menambah keindahan rumah berlantai dua dengan 40 ruangan itu. FOTO: VIVA.co.id/Satria Lubis
Gadis ini yang akan membawa setiap pengunjung memasuki ruang waktu kala Tjong A Fie Berjaya di awal abad ke-20 atau sekitar tahun 1900an.
Tak hanya nuansa Tionghoa, nuansa Eropa dan Melayu juga tergambar jelas di tiang-tiang penyangga. Ukiran etnis Melayu yang terdapat di setiap perabot-perabot semakin menambah keindahan rumah berlantai dua dengan 40 ruangan. Termasuk ruangan tidur, ruang makan, ruang pertemuan hingga dapur.
Sebagai saudagar yang kaya raya, Tjong A Fie terkenal sangat senang mendokumentasikan setiap momen penting. Tak heran, hampir di seluruh dinding bangunan rumah dengan luas sekitar 6.000 M2 dipenuhi oleh foto-foto dokumentasi kehidupan Tjong A Fie beserta keluarganya, atau masyarakat pada waktu itu.
Di setiap ruangan, Anda juga dapat melihat sejumlah perabot peninggalan Tjong A Fie. Meski sudah berusia ratusan tahun, tapi seluruh perabot masih terawat dengan baik. Dijaga keasliannya oleh pengelola.
“Seluruh perabot yang ada di rumah ini merupakan peninggalan Tjong A Fie. Termasuk ranjang yang digunakan Tjong A Fie untuk beristirahat,” kata Desi, pemandu wisata di kediaman Tjong A Fie.
Meski sudah berusia ratusan tahun, tapi seluruh perabot masih terawat dengan baik. FOTO: VIVA.co.id/Satria Lubis
Di kamar, masih berdiri kokoh tempat tidur kayu bergaya klasik dengan kelambu. Di ruangan ini juga terdapat meja rias dan kursi santai yang selalu digunakan Tjong A Fie untuk bercengkrama dengan sang istri. Tjong A Fie yang dikenal gemar membaca juga menyediakan ruangan khusus dengan puluhan buku koleksinya.
Sifat Dermawan Tjong A Fie
Tjong A Fie sendiri merantau ke Hindia Belanda (saat ini Indonesia) pada tahun 1875. Saat itu ia masih berusia 18 tahun. Meski kakaknya yang bernama Tjong Sui telah menjadi major (pemimpin) Tionghoa di Medan, Tjong A Fie tetap bekerja keras dan mulai merintis usahanya sendiri. Jerih payah dan kerja keras Tjong A Fie mulai membuahkan hasil saat diangkat major pada tahun 1911, menggantikan sang kakak yang telah meninggal dunia.
Meski telah menikah degan seorang gadis bermarga Lie, Tjong A Fie kembali menikah setelah menetap di Tanah Deli dengan seorang gadis asal Penang, Malaysia, bernama Nona Chew. Dari hasil pernikahannya itu, Tjong A Fie dikaruniani tiga orang anak. Tjong A Fie kembali menikah dengan Lim Koei Yap asal Langkat setelah istri keduanya meninggal dunia. Dari pernikahannya yang ketiga Tjong A Fie dikarunai tujuh orang anak.
Sifatnya yang dermawan, menjadikan Tjong A Fie salah satu tokoh Tionghoa yang disegani berbagai kalangan. FOTO: VIVA.co.id/Satria Lubis
Tjong A Fie yang menjelma menjadi seorang tokoh berpengaruh, dikenal memiliki kedekatan dengan Makmoen Al Rasjid Perkasa Alamsyah dan Tuanku Raja Muda yang berasal dari Kesultanan Deli. Inilah yang kemudian membuka jalan bagi Tjong A Fie untuk memulai usahanya di bidang perkebunan.
“Selain itu Tjong A Fie juga mulai membangun usaha perbankan hingga pertokoan,” kata Desi.
Sifatnya yang dermawan, menjadikan Tjong A Fie salah satu tokoh Tionghoa yang disegani berbagai kalangan. Sejumlah bangunan tua seperti Masjid Bengkok, Gereja Uskup Agung, Kuil Budha, serta menara lonceng gedung Balai Kota Medan merupakan sumbangan dari Tjong A Fie.
Bahkan beberapa bulan sebelum meninggal, Tjong A Fie mewariskan seluruh harta kekayaanya kepada Yayasan Toen Moek Tong. Tjong A Fie meminta agar Yayasan itu memberikan bantuan keuangan kepada pemuda berbakat yang ingin menyelesaikan pendidikan tanpa memandang perbedaan kebangsaan.
Tak heran, ribuan masyarakat Medan dan beberapa daerah lainnya menghantarkan Tjong A Fie ke peristirahatan terakhir di tahun 1921. Mereka sedih kehilangan tokoh yang begitu dermawan.
Rumah peninggalan Tjong A Fie yang terletak di kawasan kota tua, saat ini dikelola oleh cucunya. FOTO: VIVA.co.id/Satria Lubis
Rumah peninggalan Tjong A Fie yang terletak di kawasan kota tua, saat ini dikelola oleh cucunya. Dua orang pria bertanggungjawab membersihkan seluruh ruangan untuk memberikan rasa nyaman kepada pengunjung.
Untuk menjaga kelestarian barang-barang peninggalan Tjong A Fie, pihak pengelola memberikan aturan yang cukup ketat bagi para pengujung. Setiap pengunjung tidak diizinkan duduk di perabotan peninggalan Tjong A Fie, meski seluruh perabot masih terlihat kokoh.
“Hingga saat ini, antusias wisatawan, baik domestik atau asing mencapai 1.500 orang setiap bulan. Harga tiket Rp35.000 untuk dewasa dan Rp20.000 untuk anak-anak,” kata Desi.
Banyaknya hotel berbintang yang ada di sekitar lokasi, membuat rumah Tjong A Fie menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Medan. Bagi Anda yang ingin berkunjung dapat menaiki angkutan umum yang melintasi Jalan Ahmad Yani Medan dengan tarif Rp5.000.
Namun jika menginap di hotel sekitar Jalan Ahmad Yani, Anda dapat mengunjungi kediaman Tjong A Fie dengan berjalan kaki. Sembari menyusuri keindahan kota tua di Medan, Sumatera Utara.