SOROT 443

Bemo Ganefo Warisan Soekarno

Bemo saat mangkal di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

VIVA.co.id – Pagi itu Jakarta tampil benderang. Sesuai tabiat, potret kemacetan masih jadi menu utamanya. Namun seperti biasa pula, atmosfer ini tak memengaruhi para sopir bemo untuk mangkal menjejerkan kendaraannya menunggu penumpang di kolong flyover Stasiun Karet, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tergambar jelas semua kendaraan roda tiga ini terlihat tua dan lusuh, cat mengelupas, serta dipenuhi gempuran karat.

COVID-19: Toyota Indonesia Siapkan Layanan Transportasi Terkoneksi

Tak sampai menunggu penumpang penuh, seorang pengemudi bemo terlihat berlari, kemudi langsung diayun. Seakan-akan para sopir bemo sadar diri dengan peminatnya. Empat hingga lima orang, sudah cukup bagi mereka untuk langsung melaju di padatnya lalu lintas Jakarta.

Para pengemudi bemo di sana rata-rata sudah berpuluh-puluh tahun mencari nafkah di kawasan tersebut. Bahkan ada yang menjadi sopir bemo dari generasi ke generasi.

Mengintip 10 Kota Termahal Dunia untuk Berangkat Kerja

Jika difigurkan, bemo merupakan kendaraan yang memiliki suara khas sumbang cenderung sember, serta berasap tebal. Asap menyembur siapa saja yang ada di dekatnya. Tak terbayang bagaimana perasaan pengendara di sekitarnya, mungkin memang butuh kelapangan hati besar jika berkendara di dekat bemo. Meski nian, aksi selap-selip masih bisa dilakoni, kendati tenaga tak berbanding lurus dengan suara knalpot.

Sorot Bemo

Mengintip Megahnya Bus Atlet untuk Asian Games 2018

Warga masih menggunakan bemo sebagai transportasi harian di Jakarta. (VIVA.co.id/M Ali Wafa)

Di balik gambaran miris soal bemo, ada cerita besar yang pernah dikepalnya. Dahulu bemo merupakan tunggangan berjaya yang banyak dibangga-banggakan warga ibu kota. Untuk sekadar berangkat kerja, sekolah, hingga melancong, bemo-lah andalannya. Apalagi dengan harga murah yang diusung, jadilah bemo bagian dari kendaraan favorit rakyat dahulu kala.

Tak banyak yang tahu pula jika perusahaan transportasi besar sekelas Blue Bird terlahir dari rahim bemo. Sebelum kuat menancapkan kuku bisnisnya di bidang pertaksian, Blue Bird lebih dahulu mengoperasikan bemo sebagai armada. Hingga pada akhirnya bisnis berkembang, Blue Bird mengukuhkan diri sebagai perusahaan layanan taksi pada 1972.

Menurut Executive Officer Research and Development PT Astra Daihatsu Motor, Pradipto Sugondo, bemo merupakan kendaraan Daihatsu pertama yang masuk ke Indonesia. Tetapi saat itu bukan dibawa oleh mereka, karena PT ADM baru mengawali kiprahnya pada 1973 dan bekerja sama dengan Astra International pada 1978.

"Waktu itu setahu saya bemo masuk dalam jumlah besar satu kali, jadi bukan produksi sampai tahun berapa, tidak. Jadi sekali datang tidak tahu berapa ribu unit dan berapa kali pengiriman. Itu impor dari Jepang. CBU (Completely Built Up), jadi belum diproduksi di sini," kata Pradipto kepada VIVA.co.id.

Selanjutnya, Menyingkirkan Becak

Menyingkirkan Becak

Berdasarkan catatan sejarah yang ditulis dalam buku "Dekolonisasi Buruh Kota dan Pembentukan Bangsa" karya Ratna Saptari terbitan KITLV-Jakarta, bemo pertama kali mendarat ke bumi nusantara pada 1962-an. Bemo memang sengaja dipesan khusus Presiden Soekarno, sebagai kendaraan angkutan di Jakarta dalam kaitannya menyambut Ganefo, pekan olahraga akbar yang digadang-gadang menyaingi olimpiade.

Agenda lain, Bung Karno menghadirkan bemo sebagai bagian untuk menghapus becak dari Tanah Air. Alasannya, karena Bung Karno merasa iba dengan pemandangan adanya seseorang yang harus rela berpeluh keringat menggenjot pedal becak demi sesuap nasi. Apalagi pedal diinjak setelah adanya tawar-menawar ongkos, sungguh pedih di matanya. Bung Karno memandang itu bagian simbolisasi exploitation de lhome par lhome --penindasan manusia di atas manusia.

Sekadar gambaran, saat itu tarif becak per jam untuk jarak 10 kilometer cuma Rp10. Ketika cuaca buruk, tarifnya dinaikkan menjadi Rp15 untuk jarak 10 kilometer. Tarif sewa becak ini digantung atau ditempel pada badan becak, sehingga mudah dilihat calon penumpang. Jika pengemudi becak melanggar, maka akan dikenakan sanksi tak boleh menarik selama satu tahun dan didenda setinggi-tingginya Rp5.000.

Sorot Bemo

Kini tarif bemo untuk jauh dekat Rp3 ribu. Sementara mereka yang narik bemo milik orang lain, harus setoran Rp50 ribu setiap hari. (VIVA.co.id/M Ali Wafa)

Bung Karno lalu mengajukan gagasan modernisasi sarana transportasi lokal becak dengan menggunakan tenaga motor sebagai pengganti tenaga manusia. Itu juga sebabnya mengapa kata bemo dipilih, karena akronim dari becak motor.

Tak lama keudian, Menteri Perindustrian kala itu, Chairul Saleh, mengimpor 3.000 kendaraan buatan Jepang dengan nilai US$13,3 juta, yang salah satu jenisnya merupakan Daihatsu Midget (kerdil) yang berjuluk bemo di Tanah Air.

Tak cuma menteri perindustrian, Gubernur Jakarta kala itu, Sumarmo, juga langsung memuluskan rencana Pimpinan Besar Revolusi Indonesia. Becak kemudian diberangus. Para tukang becak diarahkan untuk menjadi sopir bemo.

Dalam laporan Suluh Indonesia, 25 September 1962, untuk memudahkan para tukang becak memiliki bemo, mereka dapat membelinya secara mengangsur setelah tiga tahun dioperasikan. Para tukang becak lalu dilatih mengoperasikan bemo secara cuma-cuma oleh pusat Yayasan Motor, terutama bagi mereka yang bisa membaca dan menulis.

Selanjutnya, Pernah Dipuja

Pernah Dipuja

Program Bung Karno kemudian dilanjutkan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1966. Bersama Raden H Atje Wiriadinata sebagai wakilnya, letnan jenderal loyalis Bung Karno itu mengerahkan 1.200 bemo di zona-zona bebas becak.

Pada masa jayanya, bemo dianggap sebagai angkutan yang banyak membantu masyarakat dalam menjalankan berbagai aktivitas, karena penggunaan teknologi yang sudah dianggap modern pada waktu itu.

Tak butuh waktu lama, bemo lalu menggantikan wajah Jakarta. Bemo mengisi wilayah operasi becak. Di Jakarta, bemo beroperasi di jalan-jalan utama seperti Jalan Sudirman, Thamrin, Hayam Wuruk, Gadjah Mada, Balai Kota Jakarta, Gunung Sahari, dan Menteng.

Sorot Bemo

Sebuah bemo saat melintas di kawasan perkotaan di Pejompongan, Jakarta. (VIVA.co.id/M Ali Wafa)

Bemo mulanya beroperasi seperti taksi, namun kemudian dibentuk trayek tertentu, dan akhirnya dikhususkan ke trayek pinggiran yang tak disentuh oleh bus kota. Bemo lalu berkembang ke beberapa kota lain, seperti Bogor, Bandung, Padang, Medan, Malang, hingga Denpasar.

Dalam tulisan "Kisah Tentang Bemo", karya Erwin, terbitan 2011, bemo dahulu juga disebut pernah mengantar belanjaan sayur-mayur ke Istana Negara. Tetapi nahasnya, bemo itu pernah meledak di lingkungan istana, hingga suara letusannya cukup mengagetkan pasukan keamanan istana. Sesudah peristiwa itu, bemo tak boleh lagi masuk istana.

Koordinator Bemo Jakarta, Sutino Hadi, mengambarkan, dahulu profesi sopir bemo cukup membanggakan. Karena menjadi idola banyak pelajar, pekerja dan penghasilan yang tak kecil. "Tahun 1970-an ongkosnya cuma Rp15, saat itu bensin harganya masih Rp70 per liter. Kalau sekarang kan tarifnya Rp3.000," kata Sutino saat berbincang dengan VIVA.co.id.

Sebenarnya ada yang cukup menarik perhatian. Bemo sendiri merupakan kendaraan yang diperuntukkan mengangkut barang di negara asalnya Jepang. Tetapi di Indonesia disulap menjadi pengangkut manusia dan pernah menjadi kendaraan favorit.

"Di Jepang kendaraan roda tiga ini dipakai untuk kendaraan serbaguna, komersil, untuk toko klontong, pertanian, kadang-kadang mereka jalan di sawah-sawah juga. Kenapa tiga roda? Karena radius putarnya kecil sekali, itu sebabnya bemo itu tiga roda. Jadi dia bisa lewati jalan tidak lebar dan bisa digunakan sebagai kendaraam komersil, bawa barang," kata Pradipto Sugondo --Executive Officer RnD PT Astra Daihatsu Motor.

Bemo yang hadir di Indonesia adalah model MP. Bemo jenis ini sudah menggunakan setir bundar sehingga lebih mudah dikendarai. Mesin yang diusung berkapasitas silinder 305 cc, dan dapat memproduksi tenaga 12 daya kuda.

Selanjutnya, Mulai Termarjinal

Mulai Termarjinal

Seiring berkembangnya zaman, terlebih sang penggagas wafat pada 1970, bemo mulai terpinggirkan. Bemo dituding jadi salah satu penyumbang kemacetan dan polusi Jakarta. Satu per satu trayek bemo lalu dipersempit menjadi lebih terbatas. Pertama kali izin operasi bemo yang dicabut di bilangan Menteng, sekira tahun 1971.

Dalam buku berjudul “Selamat Berkendara di Jalan Raya” garapan Kusmagi, terbitan 2010, dituliskan para pemilik bemo lalu merintis pangkalan di Pasar Bendungan Hilir. Jalur trayek bemo dari Bendungan Hilir mulanya mencapai Pasar Tanah Abang, tetapi ketika kawasan Pasar Tanah Abang semakin macet, jalur trayek Benhil–Tanah Abang dibagi dua.

Sorot Bemo

Sebuah bemo berjalan di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta. (VIVA.co.id/M Ali Wafa)

Jalur pertama adalah jalur Benhil hingga sekitar Perusahaan Air Minum (PAM) di Pejompongan. Jalur kedua, dari sekitar Karet-Sudirman hingga Pasar Tanah Abang. Dua jalur trayek inilah yang masih bertahan sampai saat ini di wilayah Jakarta Pusat, di samping beberapa jalur trayek bemo lainnya seperti di Grogol Jakarta Barat, dan Manggarai Jakarta Selatan.

Pencabutan izin operasi bemo kemudian menjalar, menyusul dilakukan pencabutan izin di Surabaya dan Malang, hingga Surakarta. Sementara seperti ditulis di buku “Low Impack Games” karya Sanoesi, terbitan 2010, bemo saat itu diprediksi bakal mati tak kurang dari lima sampai 10 tahun. Tetapi kenyataannya, bemo masih tetap bertahan hingga kini. Cuma 10 tahun bemo tampak gemilang, setelah itu temaram, meski nampak hidup segan mati pun tak mau.

Realitas sepertinya memang tidak dapat disangkal. Perkembangan teknologi yang semakin maju berdampak pada banyaknya moda trasportasi modern menjadi berkembang di Kota Jakarta. Sementara kebijakan pemerintah yang harus mencabut satu-persatu izin operasi bemo, mengakibatkan bemo semakin terpinggir serta ilegal.

"Bemo semakin marjinal pada 1995, setelah adanya instruksi peremajaan Angkutan Pengganti Bemo (APB). Dari tahun 1995, sudah ada upaya berbagai pengusaha untuk mengganti bemo menjadi APB," kata Sutino, koordinator Bemo Jakarta.

Tetapi bukannya membantu, tapi mereka ngobyek, mencari keuntungan. Jadi mereka berdalih kemauan mereka, tetapi secara enggak langsung mereka cari keuntungan, Sutino menambahkan.
 
Kata dia, ngobyek yang dimaksud adalah ketika melakukan peremajaan, mereka harus memiliki uang. Apabila tak punya, tak bisa diremajakan. "Mau tidak mau bemonya harus dijual, tapi mereka (pemerintah-pengusaha) kerja sama terlalu rapi. Jadi waktu itu kita KIR saja pun enggak boleh. Jadi kalau sekarang kita tidak bayar pajak dan KIR, itu bukan kesalahan dari kita. Karena mereka menutup jalan kita."

Selanjutnya, Di Ambang Ajal

Di Ambang Ajal

Kejayaan bemo di ambang kematian. Suku cadangnya kian terbatas. Apalagi sudah sejak lama Daihatsu tak menyuplai onderdil bemo paska penghentian produksinya pada 1972. Akibatnya banyak bemo lantas menjadi besi rongsokan tua. Populasinya terus menyusut, mendekati punah.

Sorot Bemo

Meskipun mengalami mogok berkali-kali para sopir tetap setia mencari rejeki dengan bemo. (VIVA.co.id/M Ali Wafa)

Di kalangan para sopir, mogoknya bemo kadang disebut misteri. Sebab mesin hidup saat menunggu penumpang, tetapi mati saat baru mau diajak jalan. Candaan yang akrab di telinga mereka, "Bemo itu sehari narik, dua hari di bengkel".

Mogoknya bemo tentu terbilang wajar, sebab mesinnya sudah berusia di atas 50 tahun alias sepuh. Hujan merupakan musuh bebuyutan sopir bemo, karena dipastikan bemo bakal mogok.
Tak sedikit para sopir bemo yang memilih pensiun atau menjual kendaraan tuanya pada para kolektor. Bemo-bemo itu pun dijual dengan harga murah, sekira Rp5 jutaan. Tetapi jika kondisinya masih bagus, masih laku Rp10 jutaan.

Sedangkan sopir bemo yang masih bertahan, mesti ikhlas mendapat uang tak besar, apalagi biaya pemeliharaan bemo yang tak kecil. "Kalau perawatan paling ganti platina, busi, oli. Tetapi kalau rusak, kita harus punya tabungan Rp300 ribu untuk membetulkannya," kata Sutino.

Untuk sekadar mendapatkan suku cadang saja, mereka mesti menyambangi toko-toko suku cadang loak. Mereka juga bisa dapatkan dari mantan juragan bemo yang masih menyimpan stok. Suku cadang dahulu biasanya didapat dari Bogor. "Karena dari dulu bemo terbanyak itu di Bogor. Tapi sekarang bisa dikatakan sulit sekali ditemukan bemo di Bogor," katanya.

Cara lain agar bemo tetap lestari, adalah menganibalkan onderdil-onderdil lain agar mesin bisa tetap hidup. Meski begitu masih saja ada masyarakat yang melirik bemo menjadi sarana transportasi jarak dekat. Walaupun kebanyakan anak sekolah yang jadi penumpangnya, namun dianggap cukup bagi para sopir bemo untuk tetap bertahan hidup bersama keluarganya.

"Harapan saya, kalau pemerintah memang peduli, dukung kami. Karena secara tidak langsung ini warisan Bung karno, jangan sampai ini punah. Bagaimana pun bemo punya dan banyak sejarahnya," kata Sutino. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya