Logo DW

#IndonesiaDaruratHumor, Benarkah Ancaman Bagi Kebebasan Berbicara?

picture-alliance/dpa/S. Gollnow
picture-alliance/dpa/S. Gollnow
Sumber :
  • dw

Pada awal pekan ini, seorang jurnalis kawakan Filipina sekaligus pemimpin redaksi Rappler, Maria Ressa, divonis bersalah atas tuduhan pencemaran nama baik. Jurnalis yang pernah bergabung dengan CNN itu dilaporkan oleh seorang pengusaha atas sebuah berita tentang keterlibatan pebisnis tersebut dengan kasus pembunuhan, perdagangan orang dan narkoba.

Pegiat HAM dan advokat pers Filipina meyakini Maria Ressa dan media Rappler menjadi target upaya hukum karena kerap kritis terhadap kebijakan pemerintahan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang dianggap kontroversial.

Di Amerika Serikat, Direktur VOA Amanda Bennett dan Wakil Direktur Sandy Sugawara, mengumumkan pengunduran diri pada Senin (15/06). Pengunduran diri mereka diyakini akibat adanya tekanan dari kubu Presiden AS Donald Trump. Banyak pihak menyebutkan, kedua peristiwa ini menunjukkan kebebasan pers semakin yang terancam akibat adanya tekanan dari pemerintah.

"Tren merisaukan"

Menanggapi hal ini, Abdul Manan mengatakan bahwa sangat mungkin hal serupa terjadi di Indonesia.

“Yang menjadi tren cukup merisaukan juga adalah bagaimana orang-orang yang tidak suka kepada pers, misalnya menggunakan media sosial melalui Buzzer untuk mem-bully wartawan,” katanya.

Menurut Abdul Manan, tindakan perundungan di media sosial semacam itu adalah bentuk intimidasi terhadap wartawan, karena ada pihak-pihak yang tidak suka dengan berita yang dianggap menjelek-jelekkan pemerintah.