Wawancara Sekjen Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso

Target Kami #2019GantiParlemen

Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Kepindahan politisi senior Priyo Budi Santoso dari Partai Golkar ke Partai Berkarya mengejutkan jagad politik nasional. Sebab, 17 tahun malang melintang di partai berlambang Pohon Beringin tersebut, kemampuan politik Priyo tak diragukan.

PAN Pasang Priyo Budi Santoso dan Kristina Rebut Kursi DPR RI dari Jateng

Sempat berkarir cemerlang di Golkar, bahkan hingga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI untuk masa jabatan 2009-2014, beberapa tahun terakhir nama Priyo seperti “menghilang”. Posisinya terakhir sebelum hengkang dari partai yang membesarkannya adalah Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Golkar.

Sebelum memutuskan “hijrah”, demikian istilah yang digunakan Priyo, ia mengaku dua kali bertemu dengan Tommy Soeharto, Ketua Umum Partai Berkarya. Butuh empat hari bagi pria berusia 52 tahun itu berpikir dan merenung.

Eks Sekjen Partai Tommy Soeharto Gabung PAN setelah Lima Kali Dirayu Zulkifli Hasan

Tapi, kekecewaannya pada partai besar yang mengutip istilah Priyo, "mendukung pemerintah dengan menyerahkan leher," itu sudah tak terbendung. Priyo memutuskan bergabung ke Partai Berkarya. Ia langsung mendapat posisi penting, sebagai Sekretaris Jenderal.

Benarkah kepindahannya semata karena kekecewaan? Atau ada hal lain yang membuatnya memilih pindah? Kepada VIVA yang mewawancarainya pada Jumat, 29 Juni 2018, Priyo menceritakan banyak hal. Termasuk bagaimana kekagumannya pada sosok Soeharto, dan Keluarga Cendana, juga target politik Partai Berkarya. Berikut wawancara lengkap VIVA dengan Priyo.

Mantan Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso Gabung PAN dan Jadi Caleg di Dapil IV Jateng

Setelah 17 tahun bergabung dan membesarkan Partai Golkar, apa yang membuat Anda akhirnya bergabung ke Partai Berkarya?

Tidak mudah buat saya untuk memutuskan hijrah ke Partai Berkarya ini. Memang betul saya sudah 17 tahun di Partai Golkar, dan selama ini saya di Golkar selalu berada di posisi centrum. Saya di Golkar, mulai merangkak dari bawah, Pimpinan Komisi, Ketua Fraksi Partai golkar, dan terakhir posisi tertinggi sebagai wakil ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar.

Itu merupakan pengalaman panjang saya di partai Golkar, dan Insya Allah tidak sedikit juga saya ikut membesarkan dan menjaga partai golkar. Jadi memang tidak mudah bagi saya untuk menentukan pilihan hijrah ke Partai Berkarya. Apalagi terakhir posisi saya di Partai Golkar itu juga cukup penting.

Sebelumnya saya  sebagai Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan jabatan terakhir sebelum hijrah, baik jamannya Ketua Umum Pak Setya Novanto dan Ketua Umum Pak Airlangga Hartarto saya menjabat Sekretaris Dewan Kehormatan Partai, yang ketuanya adalah Mantan Presiden Bapak BJ Habibie.

Lalu hal apa yang akhirnya membuat Anda bergabung dengan Partai Berkarya?

Saya merenung, menghitung dan mengkalkulasi. Ketika suatu hari Mas Tommy Soeharto datang menemui saya setelah beliau terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Berkarya, beliau mengundang saya dan mengajak diskusi.

Pada pertemuan kedua mengajak saya untuk ikut bergabung, dan menawarkan saya untuk duduk di posisi Sekretaris Jenderal. Saya kaget, karena tidak ada hujan tidak ada angin, dan saya tidak menyangka akan diminta dan ditawarkan bergabung di sini.

Pada pertemuan itu, tidak langsung saya iyakan, tentunya saya mengucapkan terima kasih atas penghormatan dari Mas Tommy yang telah memberikan kepercayaan kepada saya, tetapi saya butuh waktu sekitar empat hari. Ketika itu untuk merenung, menghitung dan mengkalkulasi, menanyakan kepada keluarga, terutama istri saya, dan sudah tentu fatsun politik saya.

Adakah Anda berdiskusi dengan tokoh-tokoh penting di Golkar?

Saya minta ijin kepada tokoh-tokoh Golkar yang selama ini saya pandang dan selalu saya mintai pendapat, yaitu Prof, DR. BJ Habibie sebagai ketua saya di Dewan Kehormatan Partai, kemudian Pak Jusuf Kalla, beliau sekarang Wakil Presiden.

Dan saya juga harus mendiskusikan hal ini, sekaligus mohon pamit kepada senior saya Bang Akbar Tanjung, karena beliau ini yang gembleng saya selama di Golkar, sehingga saya bisa duduk di posisi penting selama ini, dan juga kepada Bang Aburizal Bakrie. Keempat tokoh ini lah yang saya pandang, dan saya harus diskusikan dan mintakan pertimbangan, minta ijin, sekaligus pamit lah ya, dan itu yang terjadi.

Alhamdulillah saya menemui keempat tokoh itu sebelum pada akhirnya saya memutuskan untuk hijrah ke sini. Kesimpulannya apa? Pertama merasa bergembira dan merasa plong, karena mereka, para tokoh di partai Golkar itu pada akhirnya tidak berkeberatan, meskipun mereka memberikan catatan, seperti “loh kenapa sekarang? Kenapa gak nanti menunggu nanti (partai berkarya lolos, dsb), intinya mereka meminta saya tolong pikirkan ulang, ini partai baru, dan sebagainya.

Tapi toh pada akhirnya keputusan kan harus tetap saya ambil. Itu normatifnya, tapi sebenarnya ada alasan-alasan lain yang selama ini mungkin belum saya ungkap, termasuk di media-media.

Apa yang sebenarnya Anda rasakan sebelum memutuskan berpindah partai?

Peperangan batin saya terhadap situasi perpolitikan kita akhir-akhir ini dan situasi kebangsaan. Dalam pandangan saya, saya cukup bangga karena dibesarkan oleh Partai Golkar dan ikut membesarkan Partai Golkar. Tapi sikap politik Partai Golkar akhir-akhir ini telah mengalami reduksi yang luar biasa, tidak menunjukan diri sebagai partai gajah, yang mempunyai kaliber, yang dihormati ketika berpendapat.

Pada akhir-akhir sebelum saya memutuskan untuk hijrah, wah, peperangan batin saya itu sudah terjadi, dan sebenarnya saya sudah memberitahu kepada pimpinan partai, terakhir saya sampaikan kepada sahabat saya, Mas Airlangga Hartanto ketika beliau memimpin Partai Golkar. Saya sampaikan juga supaya anggota Fraksi Partai Golkar di parlemen agar diberikan ruang untuk menunjukan Partai Golkar itu partai kaya pemikiran, meskipun dia berada bersama pemerintah. Tidak semuanya harus yes sir, yes sir, dan seterusnya.

Partai Golkar yang tadinya sering memberikan alternatif-alternatif pemikiran, dan mempunyai kontribusi besar dalam memberikan solusi dalam masalah-masalah kebangsaan, pada akhirnya tergelosor, terjerungkup. Golkar jadi sunyi, tidak berbunyi untuk hal-hal yang semestinya dia terpanggil untuk memimpin memberikan pikiran, solusi berbagai masalah-masalah kebangsaan. Saya tidak tahu kenapa bisa begitu. Partai sebesar Golkar, remote controlnya seolah-olah tidak ada pada dirinya sendiri, telah berada pada tempat lain. Tempat lain yang betul-betul membuat saya miris adalah tempat lain yang kadernya di luar kekuatan berdikari Partai Golkar sendiri.

Keresahan itu Anda sampaikan?

Saya sampaikan ini ketika saya berdiskusi panjang dengan Pak Habibie, saya sampaikan juga ketika saya diskusi sama Bang Akbar Tanjung. Ternyata ini menarik hati kecil beliau berdua, beliau berdua juga sama melihat kondisi Golkar hari ini. Begitu juga ketika saya sampaikan kepada Bang Aburizal Bakrie, beliau juga mempunyai kecemasan yang sama, meskipun kadarnya tidak sama atau tidak semeledak saya. Begitu juga dengan beberapa teman-teman Golkar yang lain, termasuk organisasi-organisasi muda partai seperti MKGR, dan sebagainya.

Sepertinya terjadi situasi tak nyaman dalam diri Anda?

Itulah peperangan batin saya sampai merasa sangat sedih saat itu. Itu adalah permasalahan yang menurut saya sangat prinsipil. Kita mendukung pemerintah itu hal yang wajar bagi Golkar. Tapi bertekuk lutut, menaruh seluruh batang leher, tertelungkup penuh tanpa menunjukan jatidirinya sebagai partai besar, itu yang saya amat keberatan saat itu. Dan sebenarnya banyak yang merasakan itu. Cuma seperti saya, keresahan itu seperti bersuara di padang pasir. Tapi saya sudah merasa tenang karena sudah menyampaikan kepada banyak teman-teman di sana, termasuk kepada pimpinan partai saat itu.

Jadi posisi politik Partai Golkar saat ini yang membuat Anda memutuskan hijrah?

Oh tidak, kalau posisi Golkar bersama pemerintah saat ini, sah-sah saja itu, dan saya tidak keberatan. Tapi posisi Partai Golkar yang seolah-olah seperti terpelungkup. Kemudian di parlemen, fraksi tidak diijinkan untuk bersuara, untuk menyampaikan diskursus pemikiran-pemikiran, tidak boleh mengritik untuk kebaikan, itu yang saya itu kemarin betul-betul agak geleng-geleng kepala. Dan saya sebagai salah satu senior partai di dalam berbagai kesempatan sudah menyampaikan itu kepada para pimpinan.

Maksud Anda dukungan Golkar kepada pemerintah saat ini jauh berbeda dengan dukungan sebelumnya?

Ya, saya pernah menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar ketika Pak Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden [era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono] dan saya diizinkan sebagai ketua fraksi me-remote teman-teman di parlemen untuk tetap mengkritik pemerintahan SBY-Kalla. Meskipun kalau kritikan itu keras, saya tetap ditelepon oleh Pak JK, dan saya disiplinkan kembali teman-teman, itu tidak apa-apa, tapi kan Golkar mendapatkan nilai diskursus tadi. Artinya ada dinamika ketika itu.

Hari ini tidak seperti itu lagi?

Tidak. Cenderung tidak berbunyi.

Menurut Anda apa penyebabnya? Apakah karena dikondisikan oleh kader internal partai?

Yaa, saya sudah menyampaikan itu kepada pimpinan partai untuk mengijinkan kader partai di parlemen melakukan itu, tapi pada akhirnya tetap tidak diijinkan. Kan pada akhirnya merugikan partai golkar sendiri kan.

Nah, akhirnya ketika saya galau melihat kondisi seperti itu, sebenarnya banyak juga kebijakan kepemimpinan negara yang semestinya dikritisi, mengkritisi itu kan tidak selalu menjatuhkan, bahkan semestinya bisa menjadi memperkuat.  Karena adanya kritikan tentang berbagai problem, seperti tentang tenaga kerja asing, tentang bagaimana agar negara jangan sampai seperti ada jaga jarak kepada elemen-elemen religius, atau elemen apapun yang lainnya. Sebetulnya saya sudah banyak menyarankan, tetapi kan tetap tidak dihiraukan.

Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso

Jadi Tommy Soeharto datang di saat yang tepat?

Nah, ini salah satu problemnya. Di saat seperti itu, tiba-tiba datang tokoh yang saya hormati, salah satu senior saya di Golkar juga sebelumnya, Mas Tommy Soeharto menawarkan itu.

Saya sebenarnya sempat tidak percaya, agak kaget juga. Begitu merenung, secara fatsun saya izin, dan seterusnya. Pada akhirnya saya memutuskan, saya akhirnya harus memilih mengikuti panggilan sejarah, mengikuti takdir sejarah yang saya jalani. Mungkin saya bisa salah, tapi ini bisa jadi ijtihad politik saya secara benar-benar, dan saya meyakini ini langkah yang tidak sia-sia, dan ini langkah yang benar ketika saya akhirnya menerima ajakan Mas Tommy Soeharto.

Apa lagi alasan lainnya?

Yang ketiga, saya terus terang ada alasan lain, saya tergoda terhadap figur Tommy Soeharto, yang merupakan trah Pak Soeharto langsung. Partai Golkar adalah partai yang sejak dulu memfigurkan Pak Soeharto juga.

Tapi, apa yang membedakan dengan Partai Golkar? Sebenarnya kalau bicara tentang platform Partai Golkar itu beda-beda tipis lah dengan Partai Berkarya. Tentang kebangsaan, nilai-nilai nasionalisme, tentang persatuan nasional, Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 45, kira-kira penglihatannya sama. Yang membedakan Partai Berkarya dengan Partai Golkar adalah Partai Berkarya dipimpin langsung oleh trahnya almarhum Bapak Soeharto. Dan yang itu saya tidak dapatkan di partai Golkar.

Kenapa memilih Partai Berkarya? Sebagai politisi senior dengan 17 tahun pengalaman, pasti banyak partai besar yang mau menerima Anda?       

Iya, betul memang sempat ada beberapa partai yang menawarkan saya, ketika mungkin mereka melihat Partai Golkar tidak terlalu memfungsikan energi atau tenaga saya. Ada memang tiga partai yang menghubungi saya, dan menawarkan saya untuk menempatkan saya di posisi terhormat dan penting juga.

Tapi saya mohon maaf sekali, saya tidak bisa menyebutkan nama partai-partai itu. Tapi kan hidup ini harus memilih, apakah saya tetap bersama Partai Golkar, atau saya memilih lain.  Dan akhirnya saya memilih untuk bersama Partai Berkarya.

Apa yang membuat Anda memilih Partai Berkarya selain platform atau visi misi yang sejalan dengan anda?

Trah Soeharto. Karena begini sebenarnya, jujur saja dalam pandangan saya pribadi sebagai Priyo Budi Santoso yang sejak mahasiswa dulu saya aktif di gerakan mahasiswa, bahkan saya sempat menjadi pimpinan gerakan mahasiswa pada tahun 90an, bahkan saya sampai hari ini sangat senang ketika mengingat memori tahun-tahun ketika itu, saya melihat ada ketidakadilan perlakuan terhadap mantan-mantan presiden di republik ini.

Di mata saya Bung Karno dan Pak Harto adalah dua putra terbaik yang dimiliki bangsa ini, tapi sekarang orang masih mencibir kepada salah satunya, memuja yang satunya. Mungkin itu urusan mereka, dan saya tidak mau ikut-ikut dengan sekelompok atau golongan itu, meskipun saya tahu bahwa itu dilakukan oleh kelompok kekuatan politik, ada kelompok yang memuja salah satunya (Bung Karno), kemudian menempatkan secara tidak hormat terhadap satunya lagi (Soeharto). Silahkan saja itu dilakukan, toh saya tidak pernah menganjurkan mereka atau siapapun untuk harus memuja atau menyukai yang dicibirnya itu.

Tapi hak saya sebagai anak bangsa yang merasa terpanggil, dan melihat secara jernih, siapa-siapa pemimpin kita yang banyak berjasa meskipun sebagai manusia biasa sudah barang tentu banyak kekurangannya yang harus kita nilai. Tapi, di mata saya, dua-duanya adalah dua putra terbaik yang pernah dilahirkan oleh bangsa ini, dan presiden-presiden setelah keduanya saya doakan selalu mendapatkan kecipratan kesultanan dan kebaikan dari keduanya.

Anda melihat ada perlakuan publik yang tak adil pada Soekarno dan Soeharto?

Kurang apa Bung Karno Bapak Pendiri Bangsa ini? Tapi kurang apa Pak Harto? Meskipun sebagian masih ada masyarakat yang tidak ikhlas dan mencibir beliau. Tapi ingat jasa beliau [Soeharto] sangat besar, 32 tahun. Siapa presiden yang dengan tegas yang menuntaskan yang namanya gerakan PKI? Pak Harto.

Tapi apa yang diperoleh oleh beliau? Beliau dituduh melanggar HAM, padahal yang dilakukan oleh beliau untuk menyelamatkan bangsa ini terhadap gerakan-gerakan yang antiagama, gerakan Komunis. Apa yang salah atas itu? Masa kemudian kita harus mencari-cari kesalahan Bung Karno?

Saya tidak mau juga seperti itu. Terlalu luhur Bung Karno dicari-cari kesalahannya di mata saya. Meskipun ada juga orang yang mengatakan, ‘Oh Bung Karno istrinya banyak, dan sebagainya.’ Bagi saya itu tidak masalah, itu tidak apa-apa.

Maksud saya sebagai manusia biasa tentu mereka mempunyai kekurangan, tapi lihatlah mereka sebagai seorang pemimpin, maka perlakukanlah keduanya dengan adil. Perlakukanlah mantan pemimpin-pemimpin bangsa kita itu dengan cara yang terhormat. Dan Pak Harto di mata saya mempunyai jasa-jasa yang bukan main besarnya, terlepas dari adanya kekurangan beliau sebagai manusia biasa.

Pascareformasi banyak orang yang menghindar dikaitkan dengan Pak Harto dan Orde Baru. Tapi Anda dan Partai Berkarya justru mendeklarasi sebagai bagian dari Cendana. Apakah itu menguntungkan?

Saya tidak peduli itu, saya meyakini inilah yang hari ini harus saya sampaikan. Meskipun ada risiko tidak populer dan lain sebagainya, tapi itu adalah risiko yang harus kami bayar.

Tapi anda harus ingat, sebenarnya ini kan pekerjaan segelintir orang-orang di kota saja. Mari saya ajak anda untuk datang ke pedesaan-pedesaan. Saya kemarin mendampingi Mas Tommy Soeharto ke beberapa pelosok, terakhir waktu di Nusa Tenggara Barat, kemudian ke Jambi, dan tempat-tempat lain. Saya juga sering mendampingi tokoh-tokoh nasional dan mantan-mantan Ketua Umum Partai Golkar saat itu.

Saya menyaksikan sendiri ketika Mas Tommy datang ke pasar-pasar tradisional, ke tempat-tempat si mbok bakul di pedesaan. Itu kehisterisan si mbok-simbok tua sangat luar biasa sekali, sampai Pak Tommy itu dicubiti pipinya, ditarik-tarik, dan lain sebagainya. Saya tidak pernah merasakan sambutan seperti itu dirasakan oleh tokoh-tokoh lainnya, mereka menyebut nama "Pak Harto.. Pak Harto... Pak Harto..." Dan mereka terharu.

Saya menahan tangis sebenarnya, karena itu sangat luar biasa. Dan saya tidak mendapatkan seperti itu ketika saya kembali ke wilayah perkotaan, yang lebih banyak mereka mencibirnya. Dan menurut saya itu adalah tidak shahih, karena mereka itu tidak tahu apa yang terjadi.

Anda yakin kerinduan pada Soeharto adalah nyata?

Kalau ada kerinduan terhadap sosok Soeharto, memang pada nyatanya potret itu kami dapatkan. Kalau kemudian ada beberapa lembaga survei yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan rakyat, bahkan tegur sapa pun kepada rakyat belum pernah, tapi kemudian mereka meletakkan siapa presiden yang paling berjasa di negeri ini, dan ternyata jawabannya cukup mencengangkan saya, karena saya duga jawabannya Bung Karno, tetapi justru jawabannya tidak seperti itu.

Jawabannya adalah Jenderal Besar H. Muhammad Soeharto, presiden yang sangat besar jasanya yang berhasil membangun negeri ini. Dengan segala hormat, saya tidak bermaksud ingin membanding-bandingkan keduanya, tetapi ini merupakan potret di mata masyarakat. Jangan dihapus hanya karena kepentingan politik tertentu. Nah, saya berkepentingan untuk itu.

Oleh karena itu setelah diskusi panjang dengan Mas Tommy, kemudian saya beruntung diberikan kehormatan untuk berdiskusi panjang dengan Mbak Tutut Soeharto, dengan Mbak Titiek Soeharto, dengan Mbak Mamik, dengan Mas Sigit, saya yang belum bertemu cuma satu, dengan Mas Bambang Tri saja yang belum ketemu.

Tapi dengan keluarga yang lainnya sudah, dan saya menemukan aura di dalam diskusi-diskusi itu, sampai kami menyimpulkan, it’s now or never. Ini sekaligus juga kami mohon ijin untuk menyimpulkan bahwa Pak Harto idola kami adalah pemimpin bangsa yang juga memiliki jasa yang besar di bangsa ini, dan ijinkan kami untuk menyampaikan itu.

Mengapa menurut Anda Pak Harto layak menjadi idola?

Banyak ajaran-ajaran Pak Harto yang selama ini tidak mendapatkan respons dari penguasa. Padahal dari solusi berbagai kebangkrutan-kebangkrutan dan termasuk persengketaan, pergesekan sosial seperti sekarang ini, kita baru ingat, ijinkan kami menawarkan ajarannya Pak Harto, di antaranya adalah mengenai Trilogi Pembangunan.

Situasi carut marut tentang ekonomi yang sekarang ini terjadi, sebenarnya kami menawarkan Trilogi Pembangunan, kalau Pak Jokowi atau Ibu Mega menawarkan konsep Trisaktinya Bung Karno, kami tentu menaruh hormat untuk itu. Tapi kami juga punya Trilogi Pembangunan, kalau kita gabungkan kan dahsyat itu. Trilogi Pembangunan sebagai solusi lho ya.

Sorot 20 tahun Reformasi - Presiden Soeharto umumkan pengunduran diri di Istana Negara pada 21 Mei 1998

Apa sebenarnya Trilogi Pembangunan itu?

Satu, pertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, supaya perekonomian kita bisa netes hingga ke bawah. Dua, ratakan dengan pembangunan nasional, dengan delapan pemerataan pembangunan ala Pak Harto. Dan ini yang penting, ketiga, pertahankan stabilitas keamanan nasional dan stabilitas politik yang mantap.

Sekarang kita perhatikan terjadi pergesekan di mana-mana, saling lapor satu sama lain, pemimpin ini melaporkan itu, hari ini hoax itu, menipu ini, menipu itu, terus saja seperti itu, dan tidak selesai-selesai polemik di masyarakat. Dan itu merupakan pelajaran yang tidak baik bagi masyarakat kita. Hari ini bisa kita saksikan, masyarakat ksekarang ini mudah tersulut rasa amarahnya, hanya karena persoalan sepele. Dan sebagian besar karena tingkah pola pemimpin politik dan elit-elitnya yang disiarkan langsung secara besar-besaran melalui media Anda semua tentang pertikaian-pertikaian, dan apa pun itu.

Nilai sosial kita sekarang anjlok. Bangsa kita yang dulu dihormati karena ramah tamah, sopan santun, tenggang rasa, seolah-olah sekarang ini berubah menjadi bangsa yang pemarah. Dan sebagian itu adalah menjadi tanggung jawab para pemimpin yang bergesekan. Di sini saya sampaikan, di sini kami tawarkan stabilitas nasional yang mantap ala Pak Harto.

Artinya menurut Anda apakah hari ini seperti ada kerinduan dari masyarakat terhadap sosok Pak Harto?

Iya. Bukan hanya melihat, tapi merasakan. Mungkin bisa dibedakan melihat dan merasakan, dan saya merasakan itu.

Apakah kerinduan ini terhadap Pak Harto secara personal, Keluarga Cendana, atau sistem pemerintahan Orde Baru secara politik?

Wallahualam. Tapi kemungkinan banyak orang yang merasakan, situasi hari ini kan bisa dikatakan seperti pancaroba nih. Waduh tidak karuan ini, gesekan sana, gesekan sini, lapor sana, lapor sini. Memori orang kemudian kembali lagi, “Masih Penak Zaman ku Toh...!

Saya juga tidak ngerti siapa orang yang mengeluarkan slogan itu. Saya bahkan bertanya kepada keluarga Cendana, beliau-beliau itu tidak ada yang tahu siapa yang mencetuskan slogan itu. Sekarang ini sampai kita lagi mencari tahu siapa orang yang mencetuskan slogan itu. Dan itu sangat luar biasa, artinya kerinduan masyarakat kepada sosok almarhum itu dengan sendirinya tercipta.

Artinya Anda melihat ini merupakan modal politik bagi partai Berkarya?

Iya, itu modal sosial yang tidak akan kami sia-siakan.

Partai Berkarya ini kan gabungan partai politik, antara Nasional Republik dengan Partai Karya. Apakah tidak ada problem soliditas di dalam internal partai berkarya ini?

Begini, kalau bicara problem soliditas, itu biasa sebenarnya. Apalagi partai yang baru didirikan, jadi apabila terjadi suatu gesekan, itu biasa. Partai yang seperkasa Golkar dan modern, pun masih diterpa gesekan-gesekan yang bukan kepalang. Jadi ketika berada di sini, beberapa elemen terkejut, kok seperti ini, seperti ini sih. Don’t worry, saya katakan, saya pernah di Golkar yang katanya partai modern, partai besar, itu juga gesekannya ampunan-ampunan itu. Jadi seperti itu adalah proses seleksi alam, dan itu biasa dalam politik.

Artinya terjadi gesekan juga di dalam Partai Berkarya?

Kalau tidak terjadi bukan partai politik. Siapa pun, tunjukkan ke saya, ada enggak partai yang tidak pernah dilanda itu. Jadi sebenarnya yang harus dilakukan adalah, bukan menghindari adanya dinamika itu, tapi bagaimana mengelola perbedaan itu agar menjadi berkah dan tidak menjadi malapetaka. Itu aja, simple. Tapi Alhamdulillah sebagai partai baru kita memiliki figur kuat, Mas Tommy Soeharto. Sehingga derajat untuk melakukan langkah-langkah ini bisa sedikit mungkin dicegah. Partai baru seperti Partai Berkarya kalau ada dinamika seperti ini, kalau tidak ada figur, sudah pasti goncang.

Artinya figur Tommy Soeharto mampu menjaga soliditas partai?

Iya, dan sekarang itu kami sudah tidak lagi berbicara Partai Nasrep, Partai Beringin Karya, kita semua sudah bicara Partai Berkarya. Dan ini menarik, kita yang masih berumur sekitar dua tahun bisa seperti itu. Golkar itu yang sudah berumur belasan bahkan puluhan tahun, sebagai partai yang didirikan oleh berbagai ormas, sampai sekarang masih merasakan itu. kalau Partai Berkarya itu sekarang ini tidak lagi berasa, siapa yang dari Nasrep, siapa dari Beringin Karya, dsb. Apalagi sekarang ini dengan berdatangannya berbagai tokoh dari berbagai latar belakang politik dari partai lain yang bergabung ke partai Berkarya.

Perlu anda ketahui, sekarang ini yang menghuni partai Berkarya itu bukan hanya mereka yang berasal dari tokoh-tokoh Partai Nasrep, Partai Beringin Karya, atau Golkar saja. Banyak berbagai tokoh yang memutuskan untuk hijrah dan bergabung ke partai ini. Kalau saya ditanya apa alasannya mereka pindah? Silakan nanti biar tokoh-tokoh itu saja yang menjelaskan alasannya.

Siti Hediyati Hariyadi atau Titiek Soeharto (kanan) bersama Tommy Soeharto (kiri) berkumpul di Partai Berkarya

Siapa saja yang sekarang bergabung ke Partai Berkarya?

Nanti kalau sudah selesai tahap daftar calon tetap, baru nanti kita akan publish. Dari Golkar sudah tentu banyak, dari Hanura banyak, dari PDI Perjuangan juga ada, dari Gerindra ada, dari PAN ada, PKB ada, PPP banyak.

PKS?

Nanti saya cek, saya harus cek ulang kalau itu.

Mereka bergabung di partai ini masuk ke dalam struktur organisasi atau masuk ke daftar caleg?

Caleg, sebagian caleg. Sebagian mereka masuk dengan membentuk lembaga-lembaga dan mereka menginginkan Ketua Dewan Pembina di lembaga itu adalah Mas Tommy Soeharto.

Kalau melihat Pilkada kemarin, bagaimana Anda melihat hasilnya, termasuk perolehan suara Partai Golkar?

Saya tertarik dengan pernyataan Pak SBY terkait netralitas aparat pada Pilkada kemarin. Saya kaget, dan menaruh hormat pada Pak SBY karena pernyataan ini penting dan merupakan warning bagi kita semua. Karena pernyataan itu disampaikan oleh mantan Presiden RI dua periode penuh yang kita semua tahu, beliau tentu masih memiliki jalur intelegen yang belum punah. Artinya, daya kesahihannya ada. Beliau merasa cemas.

Saya ingin menyampaikan juga kepada pemerintah, kalau seandainya itu benar. Kami wajib bertanya kepada pemerintah, karena sebentar lagi kami masuk ke dalam pemilihan legislatif. Saya wanti-wanti betul jika pemerintah melakukan yang tidak netral maka yang terjadi. adalah proses delegitimasi demokrasi. Karena akan mengaburkan pilar-pilar yang selama ini dibangun setelah reformasi.

Saya tidak ingin ketika pemerintahan sipil dipegang oleh Jokowi, justru merusak tatanan demokrasi kita. Karena saya melihatnya ini dinyatakan oleh mantan seorang presiden, jadi saya tidak melihat ini pernyataan seorang SBY ataupun sebagai seorang Ketua Umum Partai Demokrat, tapi sebagai seorang mantan presiden dua periode yang jalur intelegennya itu masih ada.  

Anda juga meyakini bahwa ada intervensi pemerintah dalam Pilkada serentak kemarin?

Lho, sebenarnya informasi itu sudah beredar luas di pesan-pesan WhatsApp Group. Tapi dengan adanya pernyataan SBY, itu menegaskan bahwa hal itu benar adanya. Menurut saya kalau pemerintah benar main api, ini luar biasa, risikonya besar, karena akan banyak yang dipertaruhkan. Saya tidak tahu, makanya saya bertanya, sekarang ini kan jawaban pemerintah masih bersayap kan. Dan hal ini kalau terjadi di Pileg dan Pilpres nanti, saya menghawatirkan terjadinya "Senjakala Ning Mojopahit," dan itu harus kita cegah. Karena itu saya punya kepentingan atas pernyataan Pak SBY ini, mohon ini menjadi warning untuk kita semua, dan juga kepada pemerintah untuk memastikan semua itu tidak terjadi. Tapi kalau itu terjadi akan terjadi malapetaka yang kita tidak inginkan.

Kalau dari sisi perolehan suara, bagaimana Anda melihatnya?

Menarik bagi saya. Tidak tahu ini efek dari apa. Terjadi sebuah perubahan di beberapa zona-zona strategis bagi partai-partai besar, termasuk di Jawa. Partai-partai yang diunggulkan rontok satu persatu. Ini tanda alam atau apa, I don’t know. Tapi ini adalah sebuah potret politik hari ini. Bahwa pendukung koalisi pemerintah bersilat lidah bahwa ini ada partai koalisi yang menang di situ dan lain sebagainya itu bagi saya tidak penting lagi. Substansinya adalah beberapa kekuatan dominan rontok di zona-zona yang semestinya basis mereka. Sehingga kami berkesimpulan, oh ini peluang bagi Partai Berkarya untuk memanen simpati rakyat.

Apakah Anda melihat ada kemarahan publik pada partai-partai lama yang dianggap tidak mampu membawa aspirasi kepada masyarakat?

Pertanyaan itu sekaligus jawaban sebenarnya. Itu memangnya ekspresi dari apa? Ekspresi publik terhadap berbagai macam kondisi sosial hari ini. Dengan demikian saya cukup setuju dengan pernyataan Pak Moeldoko Kepala Staf Presiden yang mengatakan hasil Pilkada sekarang ini petanya makin jelas. Iya, ini akan semakin jelas petanya juga dari kacamata orang luar. Partai Berkarya pada Pilkada kemarin kan tidak dalam posisi sebagai pengusung, kami hanya sebagai orang luar yang melihat dengan jernih dan tidak berpihak kepada siapapun. Dan ini menarik, ternyata yang terjadi proses yang luar biasa.

Seperti kasus di Makasar, kotak kosong menang?

Iya, itu salah satu kasus yang luar biasa. Kalau sampai nanti di perhitungan akhir benar terjadi demikian, ini akan sangat memalukan. Ada 10 partai ngeblok sama seseorang, dan dikalahkan sama rakyat yang tidak memilihnya. Dan Partai Berkarya tidak ikut pada 10 partai yang tidak dipilih oleh rakyat itu. Fenomena ini menunjukan ada sesuatu yang besar telah terjadi, artinya ada situasi unpredictable.

Sebagai seorang politisi, menurut Anda apa yang menyebabkan itu terjadi?

Sebenarnya jawabannya sudah tahu kita semua. Bahwa ada anomali, ada sesuatu seperti invisible hand dalam arti menjadi faktor-faktor yang sebenarnya bisa kita terka. Semua peristiwa Pilkada ini seperti memberikan amunisi optimis bagi partai baru seperti Berkarya ini untuk menunggu panennya limpahan simpati dari masyarakat.  Dan Partai Berkarya siap menerima operan kepemimpinan, di parlemen setidaknya, karena kami belum boleh mengusung capres pada pilpres nanti, jika rakyat bisa mempercayai.

Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso

Dari hasil quickcount  sudah bisa tergambarkan  peta politik perolehan suara pada Pilkada tahun ini.  Bagaimana Anda melihat itu dengan peta koalisi Pilpres 2019 nanti?

Sekarang semua pemberitaan sepertinya hanya ada dua kutub saja pada pertarungan pilpres nanti. Karena dua kutub ini seolah-olah sudah dari sananya, sudah seperti suratan takdir, hanya ada kutub Jokowi, satunya kutub Prabowo, dan yang lainnya maaf hanya bisa memberikan dukungan saja kan. Tapi justru ketika itu dimunculkan kemudian saya menangkap di publik atau di tengah masyarakat mulai terjadi pertanyaan balik, apakah demokrasi, apakah undang-undang, apakah treshold-treshold itu berwenang untuk menahan aspirasi-aspirasi rakyat? Ini kan gara-gara partai-partai besar itu yang sebelumnya saya pernah berada di situ itu yang mengakal-akali memutuskan presiden treshold begitu tinggi yang hanya memungkinkan incumbent dan satu orang lagi, sudah. Jadi seperti digiring masyarakat seperti tidak ada pilihan lain lagi.

Presidential Treshold yang sekarang merugikan?

Dan kita tahu juga bahwa itu menimbulkan berbagai bentuk protes, diantaranya sekelompok tokoh-tokoh sipil yang saat ini melakukan judicial review ke MK, mereka menggugat ingin treshold-treshold itu dihapus menjadi 0 persen. Apa yang terjadi kalau 0 persen? Bubar itu semua dua poros itu. Dalam politik itu kan semua kemungkinan bisa terjadi, ketika masing-masing dua kutub ini menentukan calon wakilnya secara definitif, koalisi yang selama ini mereka bangun juga bisa mengalami kegoncangan, dan kegoncangan itu bisa saja melahirkan kutub ketiga, jadi semuanya masih bisa saja terjadi. Tapi ada yang menarik, adalah, jika kemudian karena MK sudah memutuskan Wakil Presiden Pak Jusuf Kalla tidak boleh lagi maju menjadi capres, ini menjadi menarik karena kalau tokoh sekaliber Pak Jusuf Kalla memutuskan maju sebagai calon presiden, peta juga akan menjadi sangat dinamis.

Kalau bicara koalisi, posisi Partai Berkarya ini nantinya seperti apa dalam Pilpres 2019 nanti?

Seperti air mengalir. Hari ini saya sudah diskusikan bersama dengan Ketua Umum Pak Tommy Soeharto, beliau sudah memutuskan dan saya diminta untuk mengumumkan di mana-mana, di pidato-pidato saya dalam kunjungan ke daerah-daerah. Policy kita atau kebijakan yang telah diambil oleh ketua umum kami adalah Partai Berkarya 2019 nanti konsentrasinya adalah merebut parlemen. Kami belum tertarik untuk ikut-ikutan memviralkan #GantiPresiden, tapi hari ini tagar kami adalah #2019GantiParlemen.

Berarti target 2019 nanti di legislatif?

Iya, target kita adalah ganti parlemen. Tapi nanti dulu, kalau kami mulai dikerjain seperti video PSI kemarin yang mereka memuji-muji putra Presiden Jokowi dan membanding-bandingkan dengan putra Pak Harto yang begitu nistanya, dan ini terjadi pembiaran atau seperti apa saya tidak tahu. Apakah harus kampanye seperti itu, dengan cara memuji-muji anak presiden yang satunya dan menistakan anak mantan presiden yang lainnya? Meskipun kami belum ikut-ikutan (melaporkan), mulai kami hitung ulang semuanya ini.

Maksudnya menghitung ulang?

Hak kami untuk membela simbol-simbol yang kami hormati. Dan selama ini Partai Berkarya belum pernah cari gara-gara, kami selama ini menghormati satu sama lain. Apalagi PSI, mestinya mereka ini seiring sejalan bergabung bersama kami sebagai partai baru untuk memviralkan #2019GantiLegislatif atau #2019GantiParlemen.

Ngapain mereka memuji-muji Jokowi dan kemudian menista kami? Ya sudah, hak kami untuk membela diri, hak kami untuk melindungi kehormatan simbol-simbol tokoh yang kami hormati.

Dan ternyata kami mendapatkan berkah yang tidak kami duga sebelumnya. Apa itu? Berduyun-duyun, banyak dari mereka yang mencintai Pak Harto itu datang ke kantor Berkarya.

Mereka datang dan menyatakan siap bergabung dengan kami, dan mereka datang dengan amarah penuh. Untung ketemu kita, kita tahan amarah itu, jangan sampai mereka menggunakan cara-cara yang tidak santun. Artinya kita mendapatkan limpahan simpati karena itu.

Kalau targetnya adalah parlemen, berapa target Berkarya di Pileg 2019 nanti?

80 kursi, itu target yang disampaikan oleh Ketua Umum kami yang kemudian diviralkan kepada seluruh kader Partai Berkarya di seluruh Indonesia. Ketua umum kami memerintahkan dengan tegas agar kami merebut kursi DPR RI. Kami ingin masuk ke 3, maksimal 5 besar partai fraksi DPR RI di Senayan.

Untuk mencapai target itu, strategi apa yang akan dilakukan? Dan apa saja yang sudah dilakukan Partai Berkarya?

Sebenarnya kami mengalir saja, tidak ada strategi khusus. Kalau Anda tanya strategi umum, kita biasa saja, karena strategi khusus itu adalah rahasia dapur kami yang tidak bisa kami ungkapkan. Jadi seperti biasa saja strategi kami. Kami tidak aling-aling lah memetakan dan menargetkan 80 kursi parlemen itu.

Dan saya tidak bekerja sendirian di sini kan, selain saya banyak para tokoh senior juga di sini. Ada purnawirawan jenderal yang juga bergabung di sini, mantan-mantan komandan pemenangan di partai-partai X, Y, Z yang tidak mau saya umumkan.

Kita ramu semua, dan kami meyakini angka yang ditargetkan dan yang diminta oleh ketua umum itu bukanlah angka yang ambisius. Kami sudah hitung betul semuanya, 80 kursi, kalau pun paling sedikitnya 57 kursi, tapi targetnya tetap 80 kursi.   

Kalau pemetaan internal, sebenarnya basis Partai Berkarya itu dimana saja?

Tersebar dan merata. Salah satu keberuntungan kami adalah karena platform kami adalah nasionalis religius yang mengedepankan karya. Kalau orang lainkan kerja, kalau kita Karya. Karya itu memiliki nilai filosofi yang jauh lebih tinggi ketimbang kerja. Kalau kerja saja, kerja rodi juga kerja. Tapi kalau Karya itu pengabdian, ada nilai-nilai ibadah, ada nilai-nilai pengadian, nilai-nilai keikhlasan di dalam karya. Jadi platform kami memang nasionalis, religius, yang mengedepankan karya. Jadi itu sebenarnya yang kita lagi kerjakan.

Kalau MK mengabulkan Judicial Review UU tentang Presidential Treshold, apakah partai anda akan mengajukan calon sendiri?

Selalu itu yang ditanyakan disetiap kami diwawancarai oleh pers, apakah Partai Berkarya akan mencalonkan Keluarga Cendana? Kira-kira begitulah yaa. kalau kita depend on, tergantung, rakyat memanggil, kita tidak akan menolak, tapi tetap kami harus melihat situasi. Meskipun kami memviralkan tagar #2019GantiParlemen, ganti legislatif, ganti DPR, tapi jika nanti ada opsi-opsi lain kami akan kalkulasi ulang semuanya. Negeri ini adalah negeri kita sendiri, dan rakyat membutuhkan alternatif-alternatif pemimpin yang jangan dari itu ke itu saja.

Artinya tidak menutup kemungkinan kalau misalnya Berkarya mempunyai akses untuk mencalonkan presiden akan mencalonkan capres sendiri dan itu bisa jadi dari Keluarga Cendana sendiri, begitu?

Iya, tapi tepatnya saya belum bisa menjawab itu sekarang, meskipun sebenarnya saya bisa menjawab itu. Tapi saya tidak mau berandai-andai, kita sekarang fokus pada ganti Parlemen, ganti Legislatif, itu target kita.

Sebagai partai baru, apakah Anda yakin partai Anda akan mampu bersaing dengan partai-partai besar lainnya sampai bisa memperoleh lima besar kursi parlemen?

Hidup ini kalau tanpa yakin seperti kita mati tanpa menghirup udara. Jadi kita harus terus yakin, dan Partai Berkarya tidak ada yang dikhawatirkan. Apa yang kita khawatirkan? Partai kita punya, dan partai kita sendiri. Tokoh kita ada, platform kita ada, jejaring infrastruktur partai kita meskipun partai baru, kita ada dan semua siap tempur. Logistik meskipun tidak jor-joran yaa ada lah kita.

Artinya Anda yakin untuk masuk ke tiga besar atau lima besar?

Kalau untuk lolos, optimis. Insya Allah, tapi kalau masuk tiga atau lima besar itu yang saya belum tahu dan akan kita kalkulasi ulang semuanya.

Bagaimana tanggapan Anda melihat situasi atau kondisi bangsa hari ini?

Ada keprihatinan yang mendalam yang kami catat dan kami diskusikan panjang di sini. Bapak Ketua Umum juga mendiskusikan banyak sekali dengan tokoh-tokoh, karena banyak tokoh yang sudah bertemu dengan beliau. Kalau anda menyebut satu persatu tokoh maupun calon-calon presiden yang Anda atau media sebut selama ini, hampir semua tokoh itu sudah bertemu dengan ketua umum kami secara personal.

Kita juga menerima keluhan berbagai gelombang dari masyarakat, kesimpulannya yang kita sedihkan sekarang adalah tentang situasi terakhir keadaan masyarakat kita yang berada dalam situasi pancaroba, gesekan sosial terjadi menganga, nilai-nilai keluhuran sudah mulai lusuh, bendera persatuan di beberapa tempat juga terancam.

Masyarakat sekarang menjadi gampang marah, nilai-nilai kekeluargaan, gotong royong yang dulu diagung-agungkan pada zaman sebelumnya sekarang seolah-olah menjadi hal yang mulai luntur persaudaraan kita, dan ini terjadi secara masif.

Pertanyaannya adalah kenapa seolah-olah seperti terjadi pembiaran? Negara seolah-olah tidak ada upaya, tidak berikhtiar untuk menyelamatkan itu. Gesekan sosial terjadi menganga itu bisa membelah nilai-nilai persatuan kita.

Hari ini seolah-olah ada kelompok tertentu yang sah berbicara nilai-nilai kebangsaannya sendiri, dan dia seolah-olah merasa yang paling sahih untuk menerjemahkan kami paling Indonesia dan mencibir yang lainnya, dan itu terjadi hari ini.

Padahal kalau saya lihat, jangan-jangan yang mengklaim diri paling Pancasila dan paling Indonesia, jangan-jangan dia mualaf juga dalam hal Pancasila, tapi kemudian dia mengklaim dirinya hanya dengan tagar-tagar tertentu. Mestinya jangan seperti itulah, jangan.

Lebih baik kita bangun bersama bangsa ini. Dan Partai Berkarya ingin menawarkan solusi untuk memayungi semuanya. Kita sudahi itu semua. Jangan berkompetisi dalam politik dengan menggunakan cara-cara seperti itu, karena bangsa ini semestinya dibangun dengan kebersamaan.

Dengan kondisi itu semua, apa solusi yang ditawarkan Partai Berkarya?

Persatuan nasional. Politik tetap bejalan, demokrasi silakan, tapi tetap perlu koreksi. Kalau itu membahayakan nilai-nilai luhur bangsa ini, lebih baik kita mengoreksi diri. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya