Logo DW

Kudeta Militer Munculkan Ancaman Konflik Antaretnis di Myanmar

picture-alliance/AP Photo/E. Htusan
picture-alliance/AP Photo/E. Htusan
Sumber :
  • dw

Saat proses demokratisasi dimulai 2011 silam, sejumlah kelompok menyepakati gencatan senjata dengan pemerintah. Pada 2015, tokoh-tokoh etnis minoritas dan pemerintah sipil menyepakati perjanjian gencatan senjata nasional. Di tahun yang sama, kelompok-kelompok etnis Myanmar menggelar konferensi damai untuk mengenang Perjanjian Panglong.

Tapi damai yang digalang pemerintah sipil gagal menghentikan militer untuk melanjutkan pertempuran melawan pemberontak. Pada 2018, Tim Pencari Fakta PBB menulis laporan yang mencatat kekejaman tentara di kelompok etnis minoritas di tiga negara bagian.

"Selama operasi militer, Tatmadaw secara sistematis membidik warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, melakukan kejahatan seksual, menyuarakan dan mempromosikan retorika ekslusif dan diskriminatif melawan minoritas, serta membangun iklim impunitas bagi para tentara,” kata Marzuki Darusman yang mengepalai tim tersebut.

PBB juga mencatat kejahatan HAM yang dilakukan kelompok pemberontak, seperti "pembunuhan ekstra yudisial, kegagalan mengambil langkah persiapan untuk melindungi warga sipil dalam serangan militer, menghancurkan properti, memindahkan paksa warga sipil, dan pelanggaran lain.”

Namun kekejian terbesar terjadi di negara bagian Rakhine, di mana operasi brutal Tatmadaw antara 2017 dan 2018 menewaskan 28.000 warga etnis Rohingya, dan mengusir 700.000 lainnya yang lari ke Bangladesh. PBB mencatat operasi tersebut dilancarkan dengan "niatan genosida.”

Kelompok pemberontak Rohingya tidak terlibat dalam perundingan damai dengan pemerintah pusat.

Reaksi etnis minoritas Myanmar