Logo BBC

Kisah Keluarga yang Bertahan Sendirian di Tengah Desa yang Tenggelam

"Saya tinggikan sendiri. Saya pakai perahu ke rumah-rumah, cari pecahan tembok yang sudah dipakai. Saya izin ke yang punya rumah. Kalau nggak diizinkan saya tidak ambil," kata dia.

Dengan kondisi rumah yang dikepung air laut, setiap hari Mak Jah harus berjibaku dengan air pasang yang selalu menerjang sejak petang hingga tengah malam.

Suatu kala, air laut pasang hingga mencapai tempat tidurnya, membuatnya terbangun dalam kondisi basah kuyup di tengah malam.

"Bantal basah semua, kemambang (terapung)," ujarnya sambil membayangkan pengalamannya itu.

"Kapok, amben-amben terus didhuwurke (tempat tidur lalu ditinggikan)," imbuhnya.

Kendala ekonomi menjadi faktor utama keluarganya bertahan di rumah itu.

Mata pencaharian Rohani, suami Mak Jah, sebagai nelayan disebut hanya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, keluarga Mak Jah membantu pembibitan mangrove yang ditanam di sekitar rumahnya.

Dia mengaku sudah menanam puluhan ribu mangrove, bekerja sama dengan perguruan tinggi di Semarang dan Dinas Lingkungan Hidup Demak.

"Saya bertahan di sini, meski tidak punya uang, tidak bisa makan, ya seadanya. Nyatanya sudah tidak bisa minta bantuan ke teman atau tetangga," kata dia.

Namun, Mak Jah mengaku merasa terpanggil untuk merawat desanya dengan menanam mangrove di lokasi di mana dulu dusunnya berada, meski tak ada orang lain yang bertahan di desa itu.

Panggilan itu yang kemudian membulatkan tekadnya untuk bertahan di rumah itu.