Dipenjara, 23 Anak Gugat Pemerintah Australia

Ilustrasi pelaku kejahatan
Sumber :
  • Reuters
VIVAnews
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia sangat menyesalkan terjadinya pemenjaraan sejumlah anak buah kapal muda Indonesia oleh aparat Australia.


Pemenjaraan itu semata-mata hanya didasarkan atas hasil analisa
wrist x-ray
yang menunjukkan gambaran bahwa mereka memiliki tulang-tulang dewasa di atas 18 tahun.


"Mereka harus dipenjarakan di penjara dewasa bersama pembunuh, pemerkosa, dan para kriminal lain dengan pengamanan super maksimum, padahal dalam kenyataannya mereka adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun," kata Wakil Ketua KPAI, Apong Herlina, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin, 11 Februari 2013.


Menurut Apong, seharusnya aparat Australia membebaskan ABK tersebut karena pada saat ditangkap mereka masih berusia di bawah 18 tahun. "Berdasarkan aturan
the benefit of the doubt
dan prinsip kepentingan terbaik bagi anak sesuai dengan mandat Konvensi PBB seharusnya mereka dibebaskan," katanya.
Abah Anton Ngaku Tak Kapok Maju Pilkada Kota Malang: Ulama Milih Kita untuk Lakukan Perubahan


Ban Hankook untuk Mobil Listrik Diuji Ekstrem, Ini Hasilnya
Apong menjelaskan, dalam kurun waktu 2008-2011 sebanyak 48 anak Indonesia ditahan di Australia. Berdasarkan hasil investigasi Komnas HAM menyimpulkan bahwa penahanan itu telah melanggar sejumlah pasal dalam Konvensi Hak Anak dan Konvensi International mengenai Hak Sipil dan Politik.

Ini 'Ritual' yang Dilakukan Witan Sulaeman sebelum Bela Timnas Indonesia di Piala Asia U-23

"Pelanggaran tersebut antara lain berupa perampasan kemerdekaan, dan penahanan bersama-sama orang dewasa. Mereka ditahan sekitar 1,5 tahun, tapi semua sudah dibebaskan sekarang," ungkap dia.


Dari 48 anak tersebut, 23 anak telah memberikan kuasa untuk mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pemerintah Australia atas perlakuan yang pernah mereka alami.


Selain itu mereka juga mendesak pemerintah Australia untuk menyampaikan permintaan maaf atas penahanan anak-anak itu. "Tuntutan ganti rugi tidak berupa uang, tapi fasilitas dan sarana untuk kehidupan lebih baik seperti beasiswa," katanya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya