Pakar UGM Oce Madril Bilang MK Langgar UUD 1945 Bila Ubah Batas Usia Capres-Cawapre

Ilustrasi Suasana sidang di Mahkamah Konstitusi (MK)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Jakarta – Mahkamah Konstitusi atau MK, akan memutuskan gugatan judicial review atau JR UU Pemilu, tentang batas usia capres-cawapres. Batas usia dalam peraturan perundang-undangan saat in adalah 40 tahun.

Nasdem Gugat Suara Partai Pindah ke Gerindra dan PSI di Dapil Jateng 5

Direktur Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN), Oce Madril, menjelaskan bahwa putusan MK sebelumnya tegas kalau konstitusionalitas persyaratan usia minimum adalah open legal policy atau kebijakan hukum terbuka. Artinya jelas dia, menjadi kewenangan sepenuhnya dari pembuat UU yakni DPR RI, bukan menjadi kewenangan MK.
 
"UUD 1945 tidak mengatur soal angka-angka atau syarat usia sebuah jabatan publik. Berbagai jenis jabatan publik di pemerintahan, persyaratan usianya diatur dalam undang-undang. Khususnya berkaitan dengan Pemilihan Presiden, UUD 1945 telah mengatur dalam Pasal 6 ayat (2) bahwa syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang," kata Oce Madril yang juga Akademisi Hukum UGM.

Dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, diatur syarat usia minimal. Seperti yang tertuang dalam Pasal 169, bahwa usia paling rendah adalah 40 tahun. Sehingga jelasnya, syarat itu menjadi peraturan delegasi dari Pasal 6 UUD 1945.
 
Jelas dia, bila nanti putusan MK menyetujui dan mengubah batas usia, atau ada tambahan tentang berpengalaman sebagai kepala daerah, menurutnya hal itu melanggar prinsip open legal policy, yang sudah ada dalam beberapa putusan MK.
 
"Bahkan lebih jauh, hal tersebut dapat dikatakan melanggar Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 yang telah memerintahkan agar syarat capres/cawapres diatur dalam UU Pemilu," katanya.

Sesama Caleg PAN Gugat Hasil Pileg di Dapil Jawa Timur 1

Oce Madril menjelaskan, ada putusan terbaru MK yang bisa dijadikan acuan. Yakni putusan MK No. 112/PUU-XX/2022, tentang  syarat usia minimal 50 tahun untuk dapat mencalonkan sebagai pimpinan KPK. Jelas dia, MK tidak mengubah syarat usia minimal tersebut. 
 
"Bahwa MK memang menambahkan syarat baru, tetapi syarat tersebut sangat terbatas hanya berlaku bagi pimpinan KPK yang sedang menjabat apabila ingin mencalonkan kembali menjadi pimpinan KPK di periode kedua. Syarat baru tersebut tidak berlaku bagi umum, jadi sangat spesifik," jelasnya. 

Berkaca pada putusan tersebut, menurutnya MK masih konsisten tentang syarat usia minimal. Artinya masih berpedoman bahwa soal usia adalah kebijakan hukum terbuka yang ditentukan UU, bukan oleh putusan MK.
 
Tapi sebaliknya, jika MK memutuskan soal usia tersebut dengan mengubahnya, menurutnya MK telah larut dalam dinamika politik pilpres yang ramai menjadi sorotan publik belakangan ini.
 
"Inkonsistensi sikap MK ini dapat menurunkan kredibilitas MK sebagai the guardian of constitution," katanya.

KPU RI Optimistis Menang dalam Gugatan Sengketa Pileg 2024 di MK
Tangkapan layar anggota KPU RI Idham Holik saat rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 tingkat nasional di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat, 15 Maret 2024.

Soal Sengketa Pileg, KPU Tegaskan Hasil Pemilu Telah Penuhi Akuntabilitas Publik

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan pihaknya telah menyelenggarakan pemilu sesuai tanggung jawab publik dan hasil penetapan telah memenuhi unsur akuntabilitas publik.

img_title
VIVA.co.id
30 April 2024