Ahli: Perjalanan Ke Kantor Lebih dari 1 Jam Akan Tingkatkan Depresi dan Kesehatan Mental Buruk

VIVA Otomotif: Ilustrasi Jakarta macet
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Tekno – Tidak ada orang yang suka terjebak dalam kemacetan, Apalagi ditambah dengan polusi udara, kebisingan suara dan kebosanan, namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa hal itu juga dapat berdampak buruk pada kesehatan mental kita.

Ada Aksi May Day di Jakarta, Hindari Lokasi Ini Kalau Tidak Mau Kena Macet

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Transport & Health menunjukkan bagaimana sejumlah efek perjalanan sehari-hari yang lebih lama dapat menyebabkan depresi.

Perjalanan sehari-hari yang lebih lama telah dikaitkan dengan beberapa dampak buruk pada kesehatan seseorang yang disebabkan oleh kurang aktif secara fisik, minum lebih banyak alkohol, dan bahkan kurang tidur karena waktu sibuk di hari-hari sibuk menjadi lebih sedikit bagi penumpang untuk melakukan aktivitas lain, melansir Times Now, Jumat, 22 Desember 2023.

Reza Arap Curhat Lagi Depresi, Ada Apa?

Ilustrasi sakit kepala, putus asa, depresi, pusing, stres.

Photo :
  • Pixabay/ lukasbieri

Namun, tidak banyak penelitian mengenai dampak kesehatan dari perjalanan jauh ke kantor, khususnya di negara-negara Asia.

Psikolog Bagikan Tips Jitu Merawat Kesehatan Mental Ibu saat Mengasuh Anak

Penelitian baru-baru ini dilakukan di Korea Selatan, negara yang dikatakan sebagai salah satu negara dengan rata-rata waktu perjalanan terlama dan tingkat depresi tertinggi di antara negara-negara Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Para peneliti menganalisis data dari 23.415 orang berusia antara 20 dan 59 tahun dari Survei Kondisi Kerja Korea Kelima, sebuah survei perwakilan nasional yang dilakukan pada tahun 2017.

Para peserta diminta menjawab pertanyaan berdasarkan lima poin indeks kesejahteraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para peneliti menentukan kesehatan mental mereka. Tim peneliti juga mengkaji beberapa faktor antara lain jenis kelamin, usia, pendidikan, pendapatan, wilayah, status perkawinan, pekerjaan, jam kerja mingguan, kerja shift, dan lain sebagainya.

Temuan ini dipublikasikan oleh tim peneliti yang dipimpin oleh Dr Lee Dong-wook, seorang profesor di Departemen Kedokteran Kerja dan Lingkungan di Rumah Sakit Universitas Inha di Korea Selatan.

Menurut hasil penelitian, orang yang menghabiskan lebih dari 60 menit perjalanan ke dan dari tempat kerja memiliki kemungkinan 1,16 kali lebih besar untuk menderita depresi dibandingkan mereka yang menghabiskan waktu kurang dari setengah jam.

Waktu perjalanan rata-rata harian adalah 47 menit, menurut penelitian, yang berarti hampir empat jam dihabiskan dalam perjalanan per minggu jika seseorang bekerja selama lima hari. Para peneliti mengatakan bahwa banyaknya waktu yang dihabiskan untuk pergi ke kantor dapat menyebabkan stres fisik dan psikologis.

“Dengan lebih sedikit waktu luang, orang mungkin kekurangan waktu untuk menghilangkan stres dan melawan kelelahan fisik melalui tidur, hobi, dan aktivitas lainnya,” kata peneliti kepada Korea Biomedical Review (KBR).

Sementara itu, bagi perempuan, waktu perjalanan yang lama paling erat kaitannya dengan gejala depresi pada pekerja berpenghasilan rendah, pekerja shift, dan mereka yang memiliki anak.

“Hubungan antara waktu perjalanan yang lama dan gejala depresi yang memburuk ditemukan lebih kuat di kalangan pekerja berpenghasilan rendah,” lanjut para peneliti.

Jalur menuju puncak Bogor macet dari arah Jakarta. (ilustrasi)

Photo :
  • Muhammad AR/Bogor

Mereka menambahkan bahwa hal ini juga membuat orang memiliki lebih sedikit waktu untuk melakukan gaya hidup sehat, termasuk olahraga yang juga dapat menyebabkan depresi.

Setidaknya seperempat dari 23.415 peserta mengatakan bahwa mereka mengalami gejala depresi, yang mana para peneliti mendasarkan skor indeks mereka yang jauh dari diagnosis sebenarnya.

Meskipun penelitian ini juga tidak menunjukkan sebab dan akibat apa pun, penelitian ini menghubungkan perjalanan lebih dari satu jam dengan kesehatan mental yang lebih buruk dan mencatat bahwa kondisi ini paling parah terjadi pada pria yang belum menikah, bekerja lebih dari 52 jam per minggu, dan tidak memiliki anak.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya