Merevisi Pemilu Serentak

- ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
Baginya, ada dua hal yang menjadi sebab munculnya berbagai persoalan saat ini. Pertama, dari sisi sistem pemilu yang membebani penyelenggara pemilu. Kedua, dari sisi manajemen penyelenggara pemilu.
Sigit menilai, penyelenggara pemilu seharusnya lebih bisa mengantisipasi persoalan yang muncul ketika pemilu dilaksanakan. Misalnya, terkait dengan penghitungan suara melalui sistem informasi penghitungan (Situng), mestinya sistem yang ada harusnya handal yaitu mampu meminimalisasi kemungkinan terjadinya kesalahan input.
Kemudian, handal dalam hal dapat dipakai dengan efektif, tidak lelet. Lalu handal dari sisi kemungkinan kesalahan. "Bisa ditempuh dengan misalnya sistem itu memiliki alert atau peringatan atas data yang tidak wajar," katanya lagi.
Petugas KPPS menghitung suara sampai malam
Sigit menjelaskan, sistem peringatan tersebut. Misalnya sudah diketahui jumlah pemilih di setiap TPS ada 300, atau 500, ditambah 2 persen surat suara, tentu jumlahnya sudah diketahui.
Nah, jika dalam proses penginputan itu terjadi kelebihan jumlah, atau kesalahan data, maka muncul suatu peringatan dalam layar komputer. Bisa suatu informasi, atau warna tertentu. Menurutnya, bila sistem itu ada, maka tidak perlu muncul kegaduhan publik atas kesalahan-kesalahan dalam proses input.
Sayangnya, hari ini sistem seperti itu tidak ada sehingga ketika terjadi kesalahan, human error, orang mengasosialan dengan kecurangan. Padahal sebetulnya tidak karena sifatnya yang sporadis.
"Tapi kalau sistem didesain sedemikian rupa maka kesalahan bisa diminimaliasir," ujar Sigit.
Satu lagi yang disoroti oleh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) itu adalah soal administrasi dokumen. Dari lima jenis pemilihan, kelima-limanya disimpan dalam dokumen yang warnanya relatif sama. Seharusnya bisa dibedakan sehingga petugas di tingkat TPS, dan PPK nantinya dengan cepat bisa mengetahuinya.
Sistem yang ada saat ini mengandalkan kode huruf dan angka. Karenanya, dia mengusulkan sistem coloring, yaitu membedakan dokumen dari warnanya.
Ditata Ulang
Lebih dari itu, pria yang pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu menilai, sistem pemilu serentak, ada lima surat suara, memang harus ditata ulang. Salah satu solusi adalah dengan membaginya ke dalam pemilu nasional dan lokal.
Pemilu nasional terdiri dari pemilihan presiden, DPR RI, DPD. Sedangkan lokal terdiri dari pemilihan DPRD dan kepala daerah. "Jadi dipisah, membagi beban," kata dia.
Mengapa pembagian berdasarkan kategori nasional dan lokal, bukan dari jenis pemilihan, misalnya pileg dan pilpres? Sigit mengemukakan dari putusan MK pada 2014, pemilu yang pisah antara legislatif dan presiden dianggap tidak konstitusional. Tapi memang pemberlakuannya baru pada 2019.
Untuk penggabungan, menurutnya bisa ditafsirkan. Apakah lima seperti sekarang, atau pipres dan pileg tetap digabung, lalu dipisah dengan pemilu yang mengandung representasi politik lokal.
Logistik Pemilu