Kebebasan Setengah Hati
- ANTARA/Jojon
Kadang-kadang kepentingan media dalam mencari fakta bertentangan dengan protokol. FOTO: VIVA.co.id/Muhamad Solihin
Jadi dianggap sebagai suatu penghambat. “Tapi itu perlu dikaji lagi. Jadi, laporkan saja. Satu per satu dievaluasi oleh kita per kasus dilaporkan kepada kami, sehingga menjadi bahan evaluasi,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu, 4 Mei 2016.
Boy mengatakan, kekerasan merupakan musuh bersama, hanya kadang beda perspektif. Bahkan, menurut dia, kepolisian melakukan proses hukum.
“Wartawan dilandaskan masalah kebebasan. Di satu pihak ada pertimbangan lain. Misalkan pemutaran film PKI. Kata wartawan bebas dong. Tapi ada kepentingan lain yang harus kita perhatikan,” ujarnya berdalih.
Salah seorang warga, Aldy (26) mengatakan, masih ada intimidasi yang dialami wartawan. Menurut dia, kadang ada hal-hal penting yang harus diberitakan jadi susah gara-gara intimidasi tersebut.
“Saya pernah baca berita terkait reklamasi. Saat pulau-pulau yang hampir jadi mau diambil gambar tidak boleh. Dan banyak yang lain-lain pernah saya tonton dan baca,” ujarnya.
Ia mendesak pemerintah menuntaskan kasus-kasus kekerasan yang menimpa jurnalis. “Setiap kasus yang merenggut nyawa orang harus diselesaikan. Terlebih orang yang menyampaikan kebenaran.” Selain itu, ia meminta agar ada tindakan tegas kepada pelaku yang melakukan intimidasi maupun kekerasan terhadap pers.
Pendapat senada disampaikan Andi (29). Warga Jakarta ini mengatakan, masih ada wartawan yang mengalami intimidasi dan kekerasan.
Menurut dia, hal Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Menurut dia, kekerasan yang menimpa jurnalis karena masih ada orang yang tidak memahami kebebasan pers dan demokrasi. “Pemerintah harus hadir. Harus melindungi kemerdekaan pers.”