Ahok: Larangan Demo Depan Istana Bukan Mau Batasi Demokrasi

Ilustrasi demonstrasi buruh di depan Istana Negara
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan Peraturan Gubernur Nomor 228 Tahun 2015 Tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka disusun setelah adanya pembahasan dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, serta Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Ahok, sapaan akrab Basuki, mengatakan Pergub merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.

Pergub disusun karena aksi unjuk rasa di Jakarta belakangan dirasa sudah tidak mengindahkan Undang-Undang Tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat yang disusun di masa paling awal era reformasi.

"Kalau dengan undang-undang, mereka (aparat keamanan) enggak mau bergerak. Udah lupa kayaknya sama undang-undang," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Senin, 2 November 2015.

Ahok membantah keberadaan Pergub membatasi hak demokrasi. Senada dengan undang-undang, Pergub sebenarnya hanya bertujuan meregulasi tindakan penyampaian pendapat.

Baik undang-undang maupun Pergub, menjamin hak menyatakan pendapat. Namun, keduanya melarang pelaksanaan hak itu sampai merugikan aktivitas orang lain.

"Semua orang berhak menyatakan pendapat, betul. Itu inti dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Tapi apa berhak merugikan orang lain? Tidak," ujar Ahok.

DKI Buatkan Plaza Khusus untuk Demo


Maka dari itulah, Ahok mengatakan, dalam Pergub, ia membatasi unjuk rasa hanya bisa dilakukan di tiga lokasi. Ketiga lokasi itu adalah Parkir Timur Senayan, Alun-Alun Demokrasi DPR, dan Silang Selatan Monumen Nasional. Ketiga lokasi itu dipilih karena dianggap paling representatif dan tidak akan sampai menimbulkan kemacetan yang mengganggu perekonomian.

"Masa setiap kali ada demo, Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, Bundaran HI, macet total? Demo jangan nutupin jalan dong," ujar Ahok.

Ahok mengatakan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 sendiri sebelumnya telah lebih spesifik mengatur agar aksi unjuk rasa tidak sampai mengganggu kepentingan umum.

Undang-undang melarang unjuk rasa dilakukan di dekat rumah ibadah, sekolah, dan tempat lainnya. Unjuk rasa juga dilarang dilakukan di tengah berlangsungnya peringatan hari besar nasional.

"Undang-undang itu dikeluarin waktu semangat-semangatnya masa reformasi," ujar Ahok.

Sementara di Pergub, Ahok mengatakan, ia lebih lanjut mengatur unjuk rasa hanya boleh dilakukan antara pukul 06.00 WIB hingga 18.00 WIB. Para pengunjuk rasa diwajibkan menjaga kebersihan dan ketertiban lingkungan.

Para pengunjuk rasa diharuskan mematuhi batas maksimal baku tingkat kebisingan pengeras suara sebesar 60 desibel, para pengunjuk rasa diwajibkan memarkirkan kendaraan mereka pada tempatnya, dilarang berkonvoi, dan dilarang melakukan kegiatan jual beli perbekalan.

"Semua, termasuk unjuk rasa, ada aturannya," ujar Ahok.

Serupa dengan undang-undang, Ahok mengatakan, Pergub memberi kewenangan kepada tiga unsur aparat keamanan, yaitu pihak kepolisian, TNI, dan Satpol PP untuk melakukan pembubaran sesuai prosedur tetap (protap) mereka saat aksi unjuk rasa dinilai telah melanggar aturan dalam Pergub.

"Sanksinya dibubarkan. Tapi kalau sampai menganiaya, melakukan pengrusakan, itu sudah masuk ke pidana," ujar Ahok.

Jika Ahok Tak Cabut Pergub, Buruh Jakarta Akan Mogok Kerja

(ren)

Pasrah, Terjebak Macet di Belakang Mobil Pendemo yang Parkir
Presiden Joko Widodo didampingi Menko Polhukam Luhut Pandjaitan dan Menko Kemaritiman Rizal Ramli

Hari HAM Sedunia, Jokowi Ingatkan Aturan Main Demo di Istana

"Jangan dipikir kita mengekang kebebasan demonstrasi, tidak."

img_title
VIVA.co.id
11 Desember 2015