Logo BBC

Jokowi di Periode Kedua, Optimisme dan Pesimisme Masyarakat 50:50

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma`ruf Amin memberikan keterangan pers usai pelantikan keduanya di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (20/10) - ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma`ruf Amin memberikan keterangan pers usai pelantikan keduanya di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (20/10) - ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras
Sumber :
  • bbc

"Kebakaran hutan Kalimantan masih terjadi sampai sekarang, seharusnya kita bisa belajar dari tragedi 2015, baik penanggulangan maupun pencegahan," ujarnya tegas.

Tragedi 2015 yang dimaksud adalah kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan yang menghanguskan sekitar 2,6 juta hektar hutan dan lahan dan menyebabkan 19 orang meninggal dunia.

Meski ia mengkritik keras pemerintahan Jokowi yang menurutnya tidak tanggap dan sigap menanggulangi karhutla setiap tahunnya, Marsela masih menyimpan optimisme bahwa pada periode keduanya, Jokowi bisa memperbaiki situasi.

"Kami tetap optimis karena beliau merupakan presiden yang kami rasa masih dapat mudah dijangkau oleh masyarakatnya," ungkap Marsela.

Secara spesifik, ia berharap Jokowi dan Ma`ruf serius melakukan sejumlah hal yang dapat segera menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang hampir setiap musim kemarau selalu terjadi.

"Satu, disahkannya RUU Masyarakat Adat, kedua, Presiden Jokowi untuk melaksanakan putusan MA (Mahkamah Agung) terkait karhutla Kalimantan, lalu ketiga, mengutamakan pembangunan berbasis kearifan lokal ataupun sustainable development (pembangunan berkelanjutan)," pungkasnya.

Warga Syiah Sampang: `Nggak ada rasa nyaman hidup di pengungsian`

Telah lebih dari tujuh tahun Abdul Hadi dan keluarganya tinggal di Rusunawa Puspa Agro di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Selama itu pula ia tidak kerasan.

Abdul Hadi adalah satu dari ratusan warga Syiah asal Sampang, Madura, yang terusir dari kampung halaman mereka dan hingga kini terpaksa tinggal di pengungsian.

"Nggak ada rasa nyaman kalau kita tuh hidup selalu di pengungsian," ujarnya, "Rasa nyaman itu kalau kita pulang, hidup di kampung halaman."

Kegelisahan itu juga diungkapkan Tajul Muluk, salah seorang pemuka Syiah yang juga mengungsi di rusunawa yang sama. Ia merasa kehidupan ia dan komunitasnya di pengungsian serba tak jelas.

"Nasib kami juga terkatung-katung tidak jelas, dan kami juga memikirkan anak, keturunan kami nanti ke depan. Setelah kami mungkin tidak ada, bagaimana kalau masalah-masalah toleransi ini nggak bisa diselesaikan?" ungkapnya kepada wartawan Roni Fauzan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (20/10).