Logo BBC

Mengenang Kisah Rasuna Said dan Martha Christina Tiahahu

Karikatur Rasuna Said dan Martha Christina Tiahahu.
Karikatur Rasuna Said dan Martha Christina Tiahahu.
Sumber :
  • bbc

Di Medan pula, Rasuna mendirikan lembaga pendidikan khusus untuk kaum perempuan. Sebagaimana dipaparkan Jajang Jahroni, para murid di sekolah itu diajarkan betapa pentingnya peranan kaum perempuan dalam proses perjuangan untuk mencapai kemerdekaan.

Lebih lanjut, perempuan punya hak setara dengan pria di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

Selama era penjajahan Jepang sejak 1942, Rasuna Said terus berkiprah. Ia turut menggagas berdirinya perkumpulan Nippon Raya yang sebenarnya bertujuan untuk membentuk kader-kader perjuangan.

Atas tindakannya ini, dia dituduh menghasut rakyat. Kepada seorang pembesar Jepang, berdasarkan literatur yang ditemukan Jajang Jahroni, Rasuna mengatakan "Boleh Tuan menyebut Asia Raya karena Tuan menang perang. tetapi Indonesia Raya pasti ada di sini," kata Rasuna sambil menunjuk dadanya sendiri.

Setelah Jepang angkat kaki dan Indonesia merdeka, Rasuna bergabung dengan Badan Penerangan Pemuda Indonesia, kemudian menjadi anggota Komite Nasional Indonesia mewakili Sumatera Barat.

Gusti Asnan, sejarawan Universitas Andalas, mengatakan peran dan pengaruh Rasuna Said di Sumatera Barat era 1950-an memudar.

"Karena mungkin dia dicap pro-pusat. Rasuna dikenal dekat dengan Presiden Soekarno dan penentang PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia)," kata Gusti kepada wartawan BBC News Indonesia, Jerome Wirawan.

Meski demikian, sosok Rasuna Said tidak kehilangan suara kritisnya.

Gusti Asnan mencatat pada 1953, dua tahun sebelum pemilihan umum 1955, Rasuna Said menekankan bahwa sentimen kedaerahan tidak bisa serta-merta dihilangkan.

"Perasaan provinsialisme yang sudah berabad-abad tumbuhnya, tidak mungkin dalam sedikit waktu bisa hilang dari jiwa!...Buat saya sendiri tidak menjadi soal, bahwa perasaan kedaerahan itu masih ada, ini sewajarnya saja ( natuurlijk )."

"Yang menjadi soal sekarang ialah: bagaimana akalnya buat memakai perasaan ini untuk menjadi kawan - di sini terletak kunstnya - sehingga dapat dipergunakan untuk melaksanakan SATU INDONESIA," cetus Rasuna dalam pidatonya di parlemen pada 1953.