Logo ABC

Curhat Ilmuwan Indonesia Hadapi Hoax, Kadang-kadang Capek juga

Peneliti meriset pembuatan vaksin Merah Putih di salah satu laboratorium PT Bio Farma (Persero), Bandung, Jawa Barat, Rabu (12/8/2020).
Peneliti meriset pembuatan vaksin Merah Putih di salah satu laboratorium PT Bio Farma (Persero), Bandung, Jawa Barat, Rabu (12/8/2020).
Sumber :
  • abc

Adi Utarini, profesor kesehatan masyarakat di Universitas Gadjah Mada dalam sebuah webinar yang diselenggarakan The Conversation beberapa waktu yang lalu pernah mengingatkan pentingnya kompetensi para ilmuwan untuk mengkomunikasikan bukti ilmiah dalam format yang mudah dikonsumsi pejabat maupun publik.

Menurut Profesor Utari, ompetensi ini akan mempermudah proses adopsi penelitian ilmiah menjadi kebijakan.

"Di Indonesia, komunikasi sains belum dianggap sepenting publikasi jurnal internasional," katanya.

"Kita butuh program sistematik di lembaga akademik dan riset serta kementerian bagaimana menulis policy brief [ringkasan kebijakan]. Itu sama pentingnya dengan sains itu sendiri."

Mayoritas pejabat publik di Indonesia tidak memiliki kompetensi untuk memilah dan menggunakan bukti ilmiah dalam kebijakan, sebagaimana yang diungkap oleh studi tahun 2017 dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

Sementara itu di ranah media sosial, meski melelahkan dan kadang mengecewakan, Ilham mengaku masih berusaha "mengambil alih kontrol informasi agar berimbang."

"Misalnya kalau ada salah satu anggota keluarga yang menyebarkan hoax di grup, jangan sampai dia dominan. Harus kita ambil alih dengan memberikan narasi tandingan, informasi yang benar."

"Walaupun efeknya mungkin akan lama, tapi lambat laun bisa mereduksi informasi yang enggak benar, dan ini penting untuk memberi pemahaman anggota grup yang lain," pungkas Ilham.