Logo DW

Tumor Otak pada Anak Bukan Berarti Vonis Mati

picture-alliance/dpa/R.Vennenbernd
picture-alliance/dpa/R.Vennenbernd
Sumber :
  • dw

“Masalah lainnya, radioterapi opsinya sangat terbatas, hanya bisa diulang sekali atau maksimal dua kali. Setelah itu diikuti kemoterapi. Bagi tubuh anak-anak yang masih ringkih, pengobatan seperti itu sangat berat,“ ungkap Pajtler.

Kasus fatalitas jarang

Pakar tumor otak pada anak-anak, Kristian Pajtler juga menjelaskan, diagnosa tumor otak tidak harus ditanggapi seperti vonis hukuman mati. Ia mengatakan, kasus fatalitas relatif jarang. Jika dokter berhasil mengangkat tumornya, peluang anak untuk selamat sekitar 75 %. Sementara pada tumor agresif, peluangnya menurun pada kisaran 40%.

“Kami mencoba mengembangkan berbagai opsi untuk pengobatan, dan berkonsultasi dengan para dokter ahli bedah saraf dan ahli radioterapi. Tapi sekitar 90% pasien di onkologi anak-anak mendapat pengobatan standar“, kata Pajtler menjelaskan.

Namun kadang tindak operasi menjadi sangat sulit, jika tumor berlokasi pada bagian penting otak. Dokter bedah otak harus sangat hati-hati dan menimbang dengan cermat risiko kerusakan saraf dengan pilihan menyelamatkan nyawa anak.

Anak-anak pra sekolah yang menjalani operasi tumor otak, juga harus menghadapi risiko defisiensi kongnisi saraf, yang membuat mereka lebih lambat atau mengalami kesulitan belajar dibanding anak normal. Ini bisa menjadi beban tambahan di sekolah buat anak-anak yang pernah mengidap kanker otak.

Pajtler juga memperingatkan kemungkinan ependymoma muncul lagi, pada beberapa kasus peluangnya cukup signifikan. Karena itu para dokter selalu berusaha mengangkat semua tumor tanpa ada sisa sedikit pun. Selain itu disarankan, agar diagnosa, tindak operasi serta terapi penyembuhan dilakukan di satu institut yang sama, untuk menjamin semua proses berlangsung cepat, efetif, dan terkoordinir.