Logo BBC

Perempuan Difabel di Yogya Ciptakan Masker Transparan bagi Tunarungu

masker transparan
BBC
Banyaknya orang yang menggunakan masker menyulitkan komunikasi kelompok difabel tunarungu dan wicara.

Dia mengaku tak mudah ketika awal mula membuat masker ini. Dia harus mencoba berbagai model masker yang tepat. "Awal-awal masker yang dibikin itu pengap, karena bahan transparan nempel di bibir dan panas. Akhirnya modelnya dimodifikasi agak lebih menjauh dari area wajah, jadi tidak menempel area mulut dan gerak bibirnya tidak terganggu," tutur Dwi. Setiap harinya, Dwi dibantu oleh suaminya yang juga bisu dan tuli, memproduksi setidaknya lima hingga 10 masker transparan.

Suaminya mendapat tugas membuat dan menggunting pola, sementara Dwi menjahitnya dengan mesin jahit pemberian ibunya. Keterampilan menjahit didapat Dwi dari sang ibu yang memang doyan menjahit. Sejak kecil, ibunya telah mengajarinya menjahit dan setelah dewasa, dia pun melanjutkan sekolah menengahnya di sekolah kejuruan menjahit.

Meski baru memproduksi masker transparan dengan skala kecil, Dwi berharap nantinya bisa memproduksi maskernya secara massal."Utamanya bagi petugas medis yang melayani tak hanya pasien non-difabel, tapi juga pasien tuli dan bisu serta para difabel lain, supaya mereka bisa tetap mendapat informasi dan berkomunikasi dengan baik," tuturnya.

Mulai dirilik peminat

Kini, masker buatan Dwi Rahayu mulai dilirik oleh orang yang memiliki kerabat penyandang tunarungu. Salah satunya, Efi Rolianti, yang putranya merupakan penyandang tunarungu.

"Dengan adanya masker transparan itu sangat, sangat membantu komunikasi. Jadi bukan hanya sesama tuli, tapi justru dengan kita-kita yang normal," ujar Efi."Kan mereka hanya bisa melihat dari gerakan bibir, jadi ketika saya berbicara dan anak saya melihat gerakan bibir, otomatis dia akan menangkap apa yang saya sampaikan.

Tapi kalau hanya isyarat saja, tidak semua orang bisa menggunakan bahasa isyarat," imbuhnya. Suharto, Direktur Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (Sigab), LSM yang mengadvokasi kepentingan difabel, menganggap inovasi yang dilakukan oleh Dwi "signifikan bagi teman-teman tuli".

Pasalnya, mereka sehari-hari berkomunikasi dengan membaca gerak bibir lawan bicaranya. Akan tetapi, keharusan untuk mengenakan masker yang menutup hidung dan mulut, menyulitkan mereka.