Logo BBC

Perempuan Difabel di Yogya Ciptakan Masker Transparan bagi Tunarungu

"Dengan adanya Covid-19 ini, penghasilan mereka jadi sangat berkurang. Orang takut datang ke tempat pijat karena takut tertular," kata dia. Hal yang sama juga dialami oleh para difabel di Yogyakarta yang selama ini bekerja di sektor pariwisata dan bekerja sebagai pengendara ojek roda tiga.

"Dampak ekonomi sangat signifikan bagi teman-teman difabel," tegasnya. Merujuk pada hasil sementara penelitian yang dilakukan lembaganya, 50% difabel di seluruh Indonesia terdampak secara ekonomi selama wabah virus corona berlangsung, karena penghasilannya menjadi berkurang karena semakin berkurangnya order yang mereka terima.

Dampak ekonomi ini dialami langsung oleh Elfiandi Nain, difabel bisu dan tuli yang juga merupakan suami Dwi Rahayu. Dia yang sebelumnya berprofesi sebagai pekerja lepas, yakni buruh angkut barang.

Namun karena wabah virus corona, dia terpaksa berhenti dari pekerjaannya. "Saya harus bekerja tapi pekerjaannya harus diputus, terbatas. Dari pemerintah mewajibkan untuk ditutup," kata dia.

Sementara, hasil penjualan toko kelontong yang dia kelola bersama istrinya di rumah juga semakin berkurang karena orang-orang semakin cenderung menghindari ke luar rumah. "Toko kelontong sepi, akhirnya nggak ada yang lewat, nggak ada pembeli," ujar pria yang akrab disapa Andi ini.

Dwi Rahayu yang juga berkecimpung dalam Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) mengungkapkan banyak teman-teman tuli lain yang mengalami kemalangan serupa.

"Selama masa karantina ini akhirnya jualan sepi, terus akhirnya menganggur, terus kerjaannya di-PHK, nggak boleh kemana-mana, harus di rumah, akhirnya kesulitan untuk mencari penghasilan," ujar Dwi.

"Makanya kemarin inisiatifnya itu saya bikin masker ini supaya mereka bisa bikin sendiri di rumah, bisa juga dijual," imbuhnya.

Jaga jarak sosial dan fisik menyulitkan difabel yang bergantung orang lain