Diprotes Hingga Digeruduk Massa Soal Kampanye Berbayar, Richard Lee Akhirnya Mengakui Ini

dr Richard Lee
Sumber :
  • YouTube dr. Richard Lee, MARS

JAKARTA – Influencer sekaligus dokter kecantikan, Richard Lee meminta pemerintah melabeli tidak hanya kemasan pangan yang mengandung Bisphenol A (BPA) saja tetapi juga galon berbahan PET yang mengandung Etilen Glikol (EG).

Bisa Picu Kanker, Ini Biang Kerok Penyebab Tingginya Kadar Bromat dalam Air Minum Kemasan

"(Semua kemasan) harus (dilabeli) itu wajib dong. Kalau memang benar seperti itu ya harus dilabeli," kata Richard Lee di Jakarta. Scroll untuk informasi selengkapnya.

Menurutnya, pelabelan setiap kemasan pangan tidak bisa hanya menyasar satu produk tertentu saja. Belakangan, Richard Lee memang tengah fokus membahas isu BPA dalam kemasan galon guna ulang.

Sidak ke 731 Klinik Kecantikan, BPOM Temukan 51.791 Kosmetik Ilegal Senilai Rp2,8 Miliar

Meski tidak memahami lebih dalam terkait isu BPA, dia mendapat informasi kalau senyawa tersebut bisa berdampak buruk dalam jangka panjang. Meski demikian, banyak kalangan yang mempertanyakan kapasitas dan objektivitas Richard dalam membahas BPA.

Awas! Takjil Berbahaya Beredar di Sentra Penjualan, BPOM Temukan Formalin, Rhodamin, dan Boraks

Selain tidak berkompetensi, ternyata diketahui dokter kecantikan itu memperlihatkan kedekatan dengan salah satu pemilik AMDK, Hermanto Tanoko. Publik menduga bahwa informasi bahaya BPA itu sengaja disebarkan Richard Lee berdasarkan pesanan.

Hal ini menyusul aktivitas Richard yang kerap mempromosikan AMDK berbahan PET. Dari video yang beredar, Richard juga tampak sangat senang bisa bertemu dengan Hermanto Tanoko. Pertemuan itu diunggah Richard pada Selasa 3 Oktober 2023 atau tidak lama setelah dia mengunggah konten bahaya BPA dalam kemasan galon guna ulang. 

Penyebaran informasi yang tidak berimbang itu membuat publik geram. Informasi yang disebarkan Richard juga membuat publik resah dan membingungkan dengan niatan untuk menakut-nakuti agar menghindar dari mengonsumsi produk tertentu. Alhasil, massa pun sempat menggeruduk kantor praktek praktisi medis kemolekan fisik tersebut.

Mereka meminta influencer yang tengah dirundung kasus penistaan agama ini memberikan informasi yang berimbang terkait kemasan pangan. Hal ini mengingat bahaya BPA yang digemborkan belum terbukti secara empiris.

Meski telah digeruduk massa, Richard membantah bahwa konten "bahaya BPA" yang dipublikasikannya itu merupakan pesanan pihak tertentu. Dia juga mengaku tidak mengetahui adanya persaingan usaha di balik isu bahaya BPA yang belakangan berkembang di publik.

Ilustrasi BPA.

Photo :
  • Pixabay.

"Kalau saya buat konten ya tidak ada sedikitpun kerja sama dengan orang, itu semua murni karena melihat ada keresahan," kilahnya.

Pakar hukum persaingan usaha, Profesor Ningrum Natasya Sirait melihat bahwa isu dan dorongan labelisasi BPA sarat dengan persaingan usaha. Pasalnya, hal tersebut hanya menyasar pada satu kemasan pangan, yakni galon guna ulang.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara itu pun meminta pemerintah dalam hal ini BPOM tidak memaksakan untuk memberikan label bahaya BPA pada galon guna ulang. Dia menambahkan, terlebih bahaya BPA dalam dunia kesehatan sebenarnya juga masih pro dan kontra alias ambigu.

"Jadi, ya jangan dong itu dipaksakan menjadi beban para konsumen nantinya. Sebagai pakar hukum bisnis, saya hanya mempertanyakan regulasi pelabelan BPA itu sebenarnya untuk kepentingan siapa?" katanya.

Pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmad Zainal Abidin mengatakan, kadar BPA dalam galon tidak akan meningkat jika galon dipakai dalam jangka waktu yang lama. Dia melanjutkan, tingkat bahan baku BPA yang tersisa pada plastik polikarbonat yang paling tinggi adalah saat produksi baru jadi.

Artinya, sambung dia, jika sudah digunakan dalam jangka waktu yang lama, sisa BPA akan larut dalam air dan tetap dalam kadar yang masih aman. Zainal melanjutkan, dari tes yang dilakukan para pakar ITB mendapat bahwa BPA yang ada di dalam air akibat penggunaan polikarbonat itu rendah dan jauh di bawah standar yang disarankan.

"Jadi wajar kalau tidak ada problem yang muncul seperti kematian, sakit karena botol galon polikarbonat karena memang kenyataan yang didapatkan juga jauh di bawah level atau batas yang disarankan oleh BPOM sendiri," katanya

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya